Menghitam (1)

85 8 0
                                    

Pulang sekolah. Kelina masih menyusuri koridor yang mulai tampak sepi, dia akan pergi menuju keluar sekolah. Iya, dia berjalan sendirian tanpa teman seperti biasa. Di genggaman tangan kanannya, Kelina mengunyah sebatang coklat yang dia dapatkan tadi pagi. Tak bisa dibohongi, Kelina memang salah satu dari miliaran orang yang menyukai coklat.

Fira telah berpamitan padanya begitu bel jam pulang berdering, dia memang selalu pulang dengan Julia.

Berbicara tentang Chintya yang mengajaknya kerja kelompok, dia meminta izin pada Kelina seusai Fira lenyap dari hadapannya. Chintya berkata dia akan ke rumah Daniar dahulu untuk meminjam peralatan gambar yang nanti akan dipakainya.

Padahal sebelumnya Kelina sudah menawarkan untuk memakai peralatan gambar yang dia miliki, tapi Chintya bersih keras ingin meminjam punya temannya itu saja.

Chintya telah memberitahukan alamat rumah dia juga pada Kelina sebelumnya, lengkap dengan rute yang dapat Kelina tempuh untuk kesana. Bagi Kelina itu tidak masalah, dia tidak merasa keberatan dengan apapun.

Bruk!

"Aduh!" Kelina meringis, sedikit menggerutu. Lagi-lagi di kelokan koridor dia menabrak seseorang. Kelina sepertinya mempunyai hobi baru untuk bertabrakan dengan seseorang sekarang.

Buku-buku berserakan di bawah kaki Kelina. Begitupun coklat di genggamannya, terlempar entah kemana. Kelina dengan cepat memungut buku-buku tersebut, membantu orang yang telah ditabraknya.

"Sorry."

Kelina mendongak. Seharusnya Kelina lah yang meminta maaf, tapi orang itu yang lebih dahulu mengatakan maaf.

Kelina sedikit tercengang. Orang yang ditabraknya itu adalah Kak Alde.

Usai merapihkan tumpukan yang dibawa, Alde segera berdiri, membetulkan letak kaca matanya. Ia mengulurkan bungkus coklat yang sudah setengah tandas pada Kelina.

"Nanti gue ganti coklatnya."

Kelina yang sudah menyusul berdiri, menyerahkan beberapa buku yang berhasil dia kumpulkan pada Alde. Kelina menerima bungkus coklat yang tadi telah terlempar itu.

"Gak usah, Kak. Kan--"

"Gue gak suka ngerasa bersalah," potong Alde.

Alde langsung pergi begitu saja meninggalkan Kelina. Sikap Alde pada Kelina masih sama dinginnya. Iya tapi tak apa lah, setidaknya Kelina dapat sedikit tersenyum, Alde ingin berucap padanya pun itu sudah suatu kebanggaan tersendiri untuk Kelina.

Di balik sana, Alde yang berjalan cepat menuju ruang guru dengan tumpukan buku di genggamannya juga menaikkan sudut bibirnya. Ada sedikit rasa kesenangan saat melihat sebungkus coklat yang Kelina bawa tadi.

~~~


Kelina berjalan lambat di trotoar sekitar sekolah. Dia sedari tadi menunggu angkutan umum yang melintas. Namun hingga kini dia belum satu pun mendapatkannya tuk menuju ke rumah Chintya.

Kelina menyipitkan mata, mempertajam penglihatannya. Memastikan dia tidak salah lihat. Beberapa meter disana, Kelina seperti melihat Aftab tengah duduk di halte tak jauh dari gerbang sekolah. Motor besarnya pun terparkir disana.

Kelina mempercepat langkahnya, putuskan untuk menghampiri.

Kelina tak salah, itu benar Aftab. Ia memakai seragam sekolahnya. Namun bedanya ia tidak membawa tas.

Kelina duduk tepat di samping Aftab. Membuat pemuda jakung itu menoleh.

"Eh--Hai, Kel."

Kelina tersenyum demi sapaan Aftab tersebut. "Lo ngapain disini?"

"Nungguin lo."

Kelina mengerutkan dahi. Tidak aneh lagi jika melihat Aftab yang aneh. Tapi tak seperti biasanya Aftab kehilangan senyum di wajahnya. Aftab terlihat sedang tidak baik-baik saja, itu sih tebakan Kelina.

"Are you ok?" tanya Kelina.

Aftab menatap manik mata Kelina dengan lekat beberapa saat, sebelum akhirnya ia tersenyum tipis.

"Lo ingin kemana?"

Kelina sebenarnya tidak mengerti. Tapi bukan jawaban yang dia dapatkan dari Aftab, malah pemuda jakung itu mengalihkan pembicaraan dengan lembut.

"Gue pengen ke rumah Chintya, temen sekelas gue, kerja kelompok," jawab Kelina.

Aftab terdengar sedikit menghela nafasnya, mengalihkan pandangan dari Kelina. Kelina tidak mengerti.

"Kenapa?"

Aftab kembali tersenyum. "Gapapa. Iyaudah gue antar ya."

Kelina menaikkan satu alisnya. "Emangnya lo kenal Chintya?"

"Iyaudah ayuk." Lagi-lagi bukan menjawab, Aftab malah beranjak dari tempatnya, menghampiri motor besar yang terparkir disana.

"Lo benar tau rumahnya?"

Seusai Kelina telah membuntuti hingga berada di hadapannya, Aftab langsung memakaikan helm bunga-bunga Kelina yang tak ia lupa.

"Bawel," jawab Aftab.

Kelina mencebik, dalam situasi apapun, Aftab masih saja menyebalkan.
















REMENTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang