Terbit (1)

42 5 8
                                    

Kelina merapihkan letak topi di kepalanya. Para murid berkeluaran dari kelas. Upacara akan dilaksanakan.

"Sudah, Kel?" Fira yang sudah siap, berdiri dari tempat duduknya.

Kelina mengangguk. Fira langsung menuntun Kelina beranjak. Pergi keluar kelas, mengikuti rombongan murid yang menuju lapangan. Kelina dan Fira mengambil barisan tengah di sana. Acara itu masih belum dimulai. Semua masih sibuk mempersiapkannya.

"Oiya, Kel. Selamat ya lo akhirnya menang juga lomba sketsa itu," ucap Fira.

Kelina mengangguk. "Thank's ya, Fir. Kan lo juga yang suruh gue ikut lomba itu."

Fira tersenyum antusias. Dia meraih lengan Kelina di depannya. "Dari awal tuh gue yakin lo bisa, Kel. Lo berbakat. Cuma lo aja yang terlalu penyimpan. Gak mau perlihatkan ke dunia."

"Iya, lo kan tau itu sekadar hobi gue aja."

"Kan lo bisa jadiin hobi itu bermanfaat juga buat lo."

Kelina tak tahu harus berapa banyak bersyukur karena dirinya dapat menemukan seorang sahabat seperti Fira. Dia merasa sangat beruntung. Bahkan Kelina tak perlu memiliki seribu teman ketika bersama Fira.

"Iya. Kayaknya uang hadiah lomba itu juga sudah ditransfer deh, tadi gue sempat lihat notifikasinya di handphone gue."

"Bagus dong. Kira-kira mau lo pakai buat apa?"

Kelina bergumam. Dia belum sempat memikirkan hal itu. "Belum tau. Tapi kayaknya gue tabung dulu deh, Fir. Kiranya gue butuh sesuatu, gue gak perlu bingung lagi."

"Bangga gue punya sahabat kayak lo."

"Apaan sih, Fir."

Kelina terkekeh, menyikut lengan Fira. Sahabatnya itu sangat antusias dengan Kelina. Itulah sifat Fira yang Kelina kagumi. Dia selalu mendukung Kelina apa pun itu yang Kelina putuskan. Fira selalu menjadi seorang teman yang memastikan Kelina baik-baik saja.

Senyum Fira berakhir saat upacara dimulai di sana. Kelina harus berbalik badan membelakangi Fira. Semua murid berbaris dengan amat rapih. Sekejap senyap untuk beberapa saat. Upacara berjalan begitu hikmat. Petugas-petugas upacara menjalankan dengan amat baik.

Mentari yang tadi masih mengumpat di kaki timur, sudah beranjak naik. Terik mulai menerjang dari sisi lapangan sana. Panas dan cukup menyengat pori-pori kulit. Menyilaukan mata. Acara di depan sana sudah mencapai bagian pembacaan doa. Mata Kelina sedikit mengerjap. Peluhnya mulai menghiasi dahi Kelina.

Kelina sedikit menggeleng. Dia mencoba menghempas rasa tak enak didirinya. Matanya mulai terasa sakit melihat terik yang terus menghantamnya. Kepalanya mulai terasa pening.

Fira yang memerhatikan Kelina di depannya, mengerut. Tubuh Kelina seperti mulai tidak seimbang.

"Kel? Lo gapapa?" tanya Fira.

Kelina menggeleng di posisinya. "Cuma pusing sedikit. Mungkin karena belum sempat sarapan tadi."

"Iyasudah, gue antar kebelakang aja ya?"

Kelina melepaskan tangan Fira ketika lengannya ditangkap oleh Fira dari belakang. "Gak usah. Gue kuat kok."

"Bener?"

Kelina mengangguk. Sebenarnya kepala Kelina terasa semakin berat ketika dia bergerak tadi. Tetapi, Kelina tidak boleh menyerah. Dia harus kuat.

"Tapi, kalau lo gak kuat bilang--"

Bruk!

"Kelina!"

Belum genap Fira berkata tadi, tubuh Kelina sudah tumbang terlebih dahulu. Untung Fira di belakang Kelina sigap menangkap. Fira panik bukan main. Kelina tidak sadarkan diri. Fira coba menepuk pipi Kelina, memanggilnya tapi Kelina tetap tak membuka mata. Murid-murid di sekitarnya juga berseru memanggil petugas kesehatan dan menonton apa yang sebenarnya terjadi.

REMENTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang