Awan Putih

104 10 0
                                    

Pagi hari yang cukup cerah. Matahari sudah mulai bangun dari sisi timur. Awan-awan putih bergelantungan indah di atas langit. Lorong-lorong sekolah sudah ramai lalu lalang, entah itu sebagian dari mereka yang baru saja datang. Tak lain dari itu, Kelina pun baru saja sampai di sekolah usai diantar oleh Arsen.

Kelina berjalan guntai menuju kelasnya. Beberapa menyapa, Kelina dengan ramah membalas. Sesampainya di kelokan lorong menuju kelas, Kelina tepat berpapasan dengan pemuda berkaca mata yang kemarin dia temui di halaman belakang sekolah.

Ya. Alde. Mereka saling menatap. Kelina tahu tatapan datar itu. Tatapan dingin yang selalu dia dapatkan dari Alde. Sebelum Kelina berniat untuk tersenyum padanya, Alde telah terlebih dahulu memutuskan tatapan itu. Ia beranjak cepat, jalan berlawanan arah meninggalkan Kelina.

Kelina hanya menghela napas pelan melihat punggung pemuda berkaca mata tersebut. Kelina pun memutuskan berbalik tuk melanjutkan jalan menuju kelasnya.

Bruk!

"Aduh!" Belum sempat Kelina sempurna melangkahkan kaki, seorang pria menabraknya dari lawan arah.

"Duh! Sorry ... Sorry ..."

Kelina hanya bergumam mengiyakan. Sebabnya lutut Kelina berhasil membentur dinding lorong.

"Lo ... yang namanya Kelina, ya?"

Kelina mendongak demi melihat orang yang telah menabraknya itu, lalu mengangguk. Kelina tahu dari perawakkannya, pria ini pasti seorang kakak kelas. "Kenapa, Kak?"

"Oh, gapapa. Sekali lagi sorry ya, gue gak sengaja. Gue duluan."

Kelina mengerutkan dahi. Memang dia pernah mengenal kakak kelas itu sebelumnya? Bahkan berbicara pun baru waktu ini Kelina rasa. Bagaimana bisa dia mengenali Kelina?

"Woy! Alde, tungguin!"

Kelina mencoba tidak mengacuhkannya. Dia kembali berjalan menuju kelas, usai kakak kelas itu meninggalkannya. Meski lututnya sedikit sakit, tapi Kelina mencoba berjalan senormal mungkin. Atau tidak, menjadi pusat perhatian dalam keadaan jalan pincang bukan pilihan yang tepat.

Sesampainya Kelina di kelas, lagi-lagi dia mengerutkan dahi bingung. Sebatang coklat tergeletak di atas meja tempatnya. Secarik kertas pun beserta hiasi sebatang coklat tersebut.

Untuk Kelina,
Sorry.

Itulah yang tertera di carik kertas. Kelina bertanya-tanya. Siapa kira-kira yang menaruhnya? Apakah si Aftab yang menyebalkan itu lagi?

"Ciyeee ... "

Kelina menengok. Fira yang baru saja menghampirinya, meledekki. Ternyata teman sebangkunya ini telah datang sebelumnya. Ransel Fira telah ditaruh rapih di bangkunya.

"Gue baru tau lo punya banyak pengagum rahasia," lanjut Fira.

"Gak lucu, deh. Lo tau ini dari siapa?" Kelina menatap Fira dengan penuh tajam dan masam. Dia menggerutu. Temannya satu ini sedang mengejeknya. Lihat saja, Fira malah menertawai Kelina.

"Fira!" Kelina geram.

Di sisi lain, Fadhil telah berhasil menyusul Alde yang meninggalkannya. Napasnya sedikit tidak beraturan. Alde berjalan begitu gesit. Mereka masih di koridor menuju kelas.

Masalahnya Fadhil cukup kesal dengan Alde yang meninggalkannya tadi. Tapi, demi melihat wajah datar Alde yang seperti tidak ada gairah hidup itu, ya mungkin Fadhil bisa memaklumi.

Tadi pagi-pagi sekali Alde meminta untuk menemaninya, ia bilang, sih, ini misi. Tapi Fadhil tidak percaya, itu pasti hanya bualan belaka Alde untuk dapat memenuhi perasaannya.

Fadhil jadi teringat kejadian tadi saat ia bertabrakan dengan Kelina. Sekarang sepertinya Fadhil tahu bagaimana sosok seorang Kelina itu.

"Kayaknya gue tau kenapa lo masih suka sama dia," ujar Fadhil.

"Gue suka matanya. Berbinar."

Alde yang belum menanggapi ucapan Fadhil itu, langsung melempar tatapan dengan tajam.

"Mungkin kalau gue kenal sama dia, gue juga bakalan suka. Mau gak mau. Saingan sama lo," lanjut Fadhil.

Tatapan Alde tampak semakin membunuh di sana. Perkataan Fadhil seperti tidak dapat ia terima dan lebih dari cukup tuk membuatnya geram.

Fadhil hanya terkekeh tanpa dosa, melihat tatapan yang mencengkam untuknya itu. "Bercanda, Al. Emang gue gak boleh jatuh cinta?"

"Tapi gak sama Kelina!"

Bukannya apa, Fadhil malah tertawa di sana. Membuat Alde makin terpancing emosinya. Tapi, bukan pilihan tepat untuk seorang Alde membuat keonaran di lingkungan sekolah. Alde menahan kepalan tangannya. Dengan cepat ia pergi meninggalkan Fadhil begitu saja.

Fadhil masih tertawa melihat tingkah temannya itu. Lalu berteriak, "Gue suka, Al."















------------------------------

A.n :

Wkwkwkwk...
Bisa ditebak kan tuh coklat dari siapa?

Keep enjoy, guys!

Jangan lupa vote & comment!
Karena tinggalkan jejak itu gretong, gak susah, gak rugi okray!😉

Sharing-sharing apapun ke aku juga boleh. Bakal aku tanggapi.😆

Lov u all!💕

REMENTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang