Tempat Curhat

848 75 5
                                    

Samudera mengetukkan pensil yang ia genggam ke meja belajar, ia menatap Asa yang tak kunjung bersuara sejak cowok itu berada di kamarnya.

Samudera menghela napas, tadi ketika ia hendak keluar, tiba-tiba Asa datang dengan wajah pucat, awalnya Samudera mengira cowok itu sakit, tapi cowok itu selalu mengelak, jadilah sekarang mereka berdua berada di kamar Sam.

"Kalau lo cuma diem, mending gue keluar, gue mau ke rumah Ata mau kasihin novel yang kemarin mau dia pinjem," ujar Sam akhirnya, lama-lama ia jengah dengan Asa.

Asa diam tak berkutik, Sam menghitung dalam hati. Satu-dua-tiga-empat-lima. Dengan menghela napas, Sam pun berdiri, hendak meninggalkan Asa yang terdiam.

"Trauma gue balik Sam," suara Asa terdengar sangat lirih, namun suara itu yang berhasil membuat tubuh Sam menegang.

Ia berbalik dan melihat Asa yang tertunduk, Sam menghampiri Asa. Ia menarik kursinya dan duduk di depan Asa.

"Tadi di lab sekolah, Ata kena pisau di tangannya, dia berdarah banyak. Gue gak mau kehilangan seseorang untuk keduanya kalinya."

Sam melihat kalau tubuh Asa sedikit menegang saat bercerita.

"Gue ngelihat darahnya, ngelihat pisaunya, gue jadi inget dulu waktu gue kecil. Gue merasa bodoh banget karena buat nyokap gue gak ada, gue cowok bego."

Sam membiarkan Asa merutuki kesalahannya. Karena Sam ingin Asa mengeluarkan segala umpatannya, Sam tahu kalau Nando hanya tahu cerita Asa sedikit, yang tahu luar dalam Asa adalah dia dan Ata. Tetapi sekarang Ata sedang berjauhan, membuat Sam orang pertama yang didatangi Asa.

"Dari kecil emang gue bandel, gak pernah mau nurut sama orang tua. Sampai mainan pisau, nyokap udah cegah, gue tetep kekeh, tetep ngenyel, emang dasarnya keras kepala jadi ya gini."

"Gue kehilangan, dulu waktu gue ngelihat nyokap ketusuk, gue cuma bisa nangis gak jelas karena gak tahu apa-apa, ditambah nyokap malah senyum ke gue!"

"Waktu berjalan, gue sadar kalau gue yang buat nyokap gue gak ada, gue pembunuh Sam."

Bahu Asa mulai bergetar, suara Asa pun mulai parau membuat Sam hanya menghela napas sembari menunggu cerita Asa selesai.

"Bukannya ngelakuin hal baik, gue malah terjerumus ke hal negatif, gue malah gunain obat terlarang, gue stupid banget, gue cowok gak baik."

Sam teringat kejadian dulu, dimana Asa sedang terpuruk, Sam ingat betapa menderitanya cowok itu tentang kenyataan pahit di masa lalunya.

"Gue gak pantes hidup sebenarnya, gue gak pantes di sini. Gue gak–"

Bug.

Sam memukul Asa, tatapannya tajam ketika Asa melihat ke arahnya. Mungkin tadi Sam bisa menerima cacian Asa yang sebenarnya tidak bermutu, tetapi ketika Asa berucap bahwa ia tak pantas di dunia, emosi Sam memuncak.

"Katanya lo gak pantes hidup, ayo lawan gue!"

Asa diam, ia tak mampu berucap membuat Sam memukulnya lagi.

"Ayo dong Sa! Mana sabuk hitam lo! Takut sama gue? Iya?!"

Tatapan Asa berubah, Sam tersenyum miring. Akhirnya Asa membalas pukulan Sam, ia memukul dengan keras seakan Sam adalah samsak.

Sedangkan Sam? Ia hanya menghindar, tak berniat membalas, sesekali juga melindungi diri, ia biarkan Asa memukuli dirinya.

"Udah? Mau pukul lagi gak? Silakan. Mending lo mukul gue sampai gue masuk RS daripada lo harus bilang kalau lo gak pantas hidup di dunia!"

Matahari di atas AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang