Maaf

883 66 3
                                    

Mega tersenyum ketika berpamitan dengan Asa. Mega tahu semuanya, tentang rasa Asa pada Ata, tentang masalah cowok itu dengan Ata, ia tahu semuanya. Kemudian, senyum tipis kembali muncul.

Gue harus ketemu Kak Ata, harus. Batin Mega.

Setelah latihan cheerleader, Mega memutuskan untuk mencari Ata, sebab ia sempat melihat Ata lewat lapangan tadi.

Mega yakin, ia sudah berkeliling sekolah, namun ia tak menemukan Ata. Mega menghela napas gusar.

Giliran mau minta maaf, ketemunya susah amat. Batin Mega.

"Meg!" teriak seseorang yang begitu familiar, Mega menoleh. Benar dugaannya, di ujung koridor sudah ada Awan disertai senyum hangatnya.

Ia berlari kecil ke arah Mega, Mega memilih menahan bibirnya agar tak tersenyum.

"Ayo pulang, udah sore," ajak Awan. Mega mengangguk dan membiarkan tangan Awan menggandengnya.

Sejak kejadian di warung itu, Awan dan Mega dekat, dalam artian lebih dekat dari dahulu. Awalnya Mega tak senang akan hal itu, sebab dekat dengan Awan membuat jantungnya berdegub cepat, namun lama-lama, ia merasa nyaman saja.

Masalah jantung, memang masih berdetak lebih cepat, tapi ia tak mempermasalahkan itu, toh rasa nyaman lebih dari sekadar itu.

Hari ini Awan membawa mobil, katanya motor kesayangannya itu sedang berada di bengkel.

"Diem aja Meg, sakit apa gimana?" tanya Awan. Mega hanya menggeleng dan melihat keluar jendela.

"Gue mau ke rumah lo Wan," ujar Mega tiba-tiba membuat Awan tersentak, ia menoleh ke arah Mega.

"Mau ngapain?" tanya Awan. Mega terkekeh, lalu ia arahkan kepala Awan ke depan. "Nyetir yang bener Mas, kalau celaka bisa diamuk Pak Karjo lo situ," canda Mega.

Namun, Awan tak menanggapi. "Mau ngapain?" tanyanya lagi.

"Mau ketemu Kak Ata," ujar Mega santai, namun hal itu membuat Awan menepikan mobilnya.

"Ngapain berhenti?" tanya Mega bingung. "Lo mau ngapain ketemu kakak gue? Gue tahu kalau lo suka sama Bang Asa, lo mau dia jauhin Bang Asa, tapi lo mau ngapain lagi Meg?" tanya Awan parno.

Sedangkan Mega malah memutar bola matanya. "Justru itu gue mau minta maaf ke Kak Ata, gue sadar gak harusnya gue bersikap childish," jawab Mega.

Awan tersenyum dan Mega kesal hal itu, senyum Awan itu seperti bisa menular ke Mega. Jadi, Mega mengalihkan perhatiannya.

"Oh gitu, kalau gitu gue dukung. Mau langsung ke rumah apa makan dulu?"

"Langsung aja," ujar Mega. Awan mengangguk dan menjalankan mobilnya.

Dalam perjalanan Awan tak henti-hentinya menggoda Mega membuat Mega jengah dan sebal.

"Udah sih diem Wan, nyetir aja! Pakai acara rese ke gue!" ujar Mega kesal.

Awan tertawa dan Mega melihat itu.

Manis. Batin Mega.

"Udah jangan dilihatin gue, malu nih," goda Awan. Mega segera mengalihkan perhatiannya. "Pede lo kegedean deh Wan, harus turun kayaknya!"

"Gak ah, kalau pede gue turun, bisa-bisa kita gak pulang bareng."

Mega mengeryitkan dahi, ia menatap ke arah Awan. "Apa hubungannya?"

"Kan pede gue turun nih, bisa-bisa gue minder, kalau gue minder, gue malu buat ajak lo pulang, padahal gue biasanya blak-blakan. Lagian nih ya, kalau pede gue turun, lo jadi kangen sama gue. Trust me."

Matahari di atas AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang