Sifat Yang Terlihat

1.3K 83 14
                                    

Ata berharap kalau kakinya akan segera membaik, namun harapan hanya harapan, sebab setelah turnamen bulu tangkis kakinya keseleo dan membuatnya tidak bisa masuk sekolah.

"Nih nasi goreng kesukaan lo," ujar Awan seraya menyerahkan nasi goreng. "Makasih adekku tersayang," ujar Ata, ia mulai memakan nasi goreng dengan lahap.

"Enak ya?" tanya Awan. "Enak, lo mau?" tawar Ata, Awan hanya menggeleng dan berjalan ke balkon Ata.

"Habis dari mana aja, kok beli nasi goreng membutuhkan waktu setengah jam?" tanya Ata sekaligus sindiran halus pada Awan.

"Tadi gue ada bisnis bentaran," ujar Awan dengan cengengesan.

Cukup hening, hanya terdengar suara Ata makan dengan lahapnya. Tiba-tiba ada suara deru sepeda motor, dengan cekatan Ata mengintip dari balik jendela.

"Heboh amat sih," ledek Awan, ia menduga kalau Ata berharap yang datang adalah Asa, walaupun kemungkinan besar Asa harus latihan di club barunya.

"Siapa sih yang datang? Gue gak kelihatan," ujar Ata, ia mulai berjinjit-jinjit penasaran. "Gue lihatin deh, siapa tahu dia si Bang Asa," ujar Awan, ia berjalan keluar kamar Ata.

Ata kini berjalan ke arah cermin, penampilan yang acak-acakkan, rambut yang berantakan membuatnya terlihat seperti gembel. Dengan segera, ia mulai berganti pakaian yang layak dan merapikan rambutnya.

Lima menit berlalu, baik Awan maupun seseorang yang datang itu belum juga ke atas. "Jangan-jangan Awa ngerjain gue," gumam Ata, ia melirik ke arah jendela.

Mencari-cari, hingga- ceklek.

Pintu terbuka membuat Ata bergegas menuju tempat tidurnya. Namun, tidak ada seseorang yang masuk, Ata mengernyit heran. "Siapa?" tanya Ata.

Hening, tak ada jawaban dari seseorang. "Siapa?" tanya Ata kembali, namun tidak ada jawaban hingga-

"Hayo! Berharap Bang Asa ya yang datang ya!" seru Awan seraya menyentakkan kakinya, Ata yang terkejut segera menimpuk Awan dengan sandalnya.

"Anjir! Sakit bege!" seru Awan, ia elus-elus kepala kesayangannya yang terkena timpukan sandal Ata.

"Habisnya lo kagetin gue," ujar Ata. "Ye, gue 'kan bercanda." Awan menghampiri Ata, ia mulai berbisik ke telinga Ata, "lo berharap Bang Asa dateng 'kan?" Ata membulatkan matanya dan segera menjitak kepala adiknya.

"Gue gak berharap dia yang dateng," ketus Ata, ia alihkan pandangannya ke arah jendela kamar. "Alah, jangan bohong deh sama gue," ledek Awan.

"Gue gak berharap, lagian kalau dia dateng, emosi guenya," ujar Ata.

"Emosi cinta ya?"

"Tai," umpat Ata, ia gerah kalau Awan sudah menggodanya dengan Asa.

"Lagian Bang Asa juga mikir-mikir, ngapain ke sini, gak penting juga," goda Awan, ia berusaha membuat kakaknya ini galau segalau-galaunya.

Nyatanya, tadi memang Asa yang datang, namun ia hanya memberikan obat, barang Ata yang tertinggal, dan sebuah kalung bertuliskan A, karena ia harus mengikuti latihan club.

"Ish, apa an sih," ketus Ata lagi dan lagi. "Kalau gak penting itu gak usah diperduliin, buat apa peduli." Awan tertawa dalam hati ketika melihat ekspresi Ata.

"Iya emang gue gak penting, cuma mantan yang banyak bacot, patner bulu tangkis yang payah, wakil ketua kelas yang gak tegas," ujar Ata, emosinya rasanya sedang diaduk oleh Awan.

Hening, tak ada yang berbicara.

1

2

3

Matahari di atas AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang