Jadi?

994 65 8
                                    

Mega memandang sepatu dengan malas, ia sedang berada di depan kelasnya, menunggu Awan menyusulnya. Sebenarnya, Mega bisa saja pulang sendiri atau sekadar menunggu Awan di parkiran, namun cowok itu menyuruhnya untuk menunggunya di depan kelasnya.

Jadilah Mega di sini, sendirian, karena murid-murid sudah berhamburan pulang.

"Awan mana sih," gumam Mega, ia mulai mengerucutkan bibirnya sebal. Tak berapa lama, terdengar suara orang berlari, Mega menoleh ternyata itu adalah Awan.

Awan terengah-engah, ia memegangi lututnya, keringat mulai bercucuran.

"So-sorry gue tadi disuruh bantu Bu Ajeng, soalnya gue ketiduran di kelas," ujar Awan, ia duduk di samping Mega, cowok itu menetralkan napasnya.

Mega tersenyum, ia mengambil air minum dan sapu tangannya.

"Nih," ujarnya seraya menyerahkan kedua benda itu ke arah Awan yang bingung.

"Buat lo, tuh lap keringat lo! Ini juga buat lo, minum gih, lo pasti haus 'kan?" tanya Mega.

Awan tersenyum lebar dan mengacak rambut Mega sekilas sebelum meneguk minuman Mega, lalu ia juga mengelap keringatnya sejenak.

"Langsung pulang?" tanya Awan, ia menatap Mega yang membuat Mega menghadap ke depan, ia mengangguk singkat.

"Yuk," ajak Awan. Mereka berdiri, kali ini tak ada gandengan tangan, karena Awan memegang kunci mobil dan air mineral.

"Kak Ata kemarin nanya ke gue, katanya lo mau ajak gue jalan, emang bener?"

Awan berhenti, membuat Mega ikut berhenti. Mata Awan melotot ke arah Mega yang dibalas tatapan bingung olehnya.

"Dia tanya beneran ke lo tentang jadwal lo?!"

Mega mengangguk polos, membuat Awan menepuk dahinya. "Kenapa emang? Lo mau ajak jalan gue sama Kak Ata?"

Awan menggeleng, lalu ia melanjutkan langkahnya, air mineralnya sudah berpindah tangan, jadi Awan menggandeng Mega.

"Gue yang mau ajak lo jalan, berdua. Tapi gue gak tahu jadwal lo, nah gue curhat ke Kak Ata, lah kok dia bilang ke elo," ujar Awan.

Mega tertawa. "Oh gitu, lagian aneh banget, biasanya lo kalau ajak jalan langsung, tapi kok Kak Ata sampai nanyain."

"Ehm, jadi lo besok ada jadwal apa gimana? Gue mau ajak lo jalan nih," ujar Awan.

Mega memiringkan kepala, ia melihat ekspresi Awan yang terlihat gugup? Sebentar, sejak kapan Awan Prananta gugup? Jadi, Mega memanfaatkan kesempatan ini untuk memperhatikan cowok itu.

Setelah gue sok move on dari Hendra, eh taunya gue sukanya ke elo. Lucu juga, waktu inget dulu. Batin Mega.

"Ng-ngapain lo ngelihatin gue?" tanya Awan. Mega menggeleng, masih menatap Awan. "Gue gak ada acara besok, mau kemana emang?"

"Ada lah, tempat favorit gue dan Kakak gue kalau mau melepas lelah." Awan melihat Mega dan tersenyum.

Mega menegakkan badan, tak melihat ke arah Awan, Mega pernah bilang 'kan kalau senyum Awan dapat menular? Dan itu masih berlaku hingga sekarang.

"Wan!" Awan dan Mega menoleh, ternyata itu panggilan dari Andi, si ketua osis.

"Senin jangan lupa dibawa barangnya," peringat Andi. Awan mengangguk.

"Duh ile, pacaran mulu lo! Cepet cair kek PJ-nya!" goda Andi membuat Mega dan Awan salah tingkah.

Memang, kabar kedekatan mereka sudah menyebar. Bagaimana tidak? Sosok Awan, si anak karate yang memiliki wajah tampan, banyak digemari kaum hawa, dan ketika mereka tahu kalau Awan dekat dengan Mega, jadilah kaum hawa itu kecewa.

Matahari di atas AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang