Terulang

953 67 5
                                    

Awan menatap layar laptopnya dengan jenuh, pasalnya semua film sudah ditontonnya, baik film luar negeri, dalam negeri, atau anime kesukaannya.

"Terus gue harus ngapain?" gumam Awan sebal. Kalaupun ia youtube an, tak ada gunanya sama sekali. Akhirnya, Awan memilih untuk menggoda kakaknya.

"Kenapa nilai kamu turun?"

Awan berhenti, tangannya yang tadinya terulur untuk membuka knop pintu pun tidak jadi, ia memilih menajamkan pendengarannya.

"Kamu ngapain aja Ta? Ini udah kelas dua belas, kalau kamu gak masuk PTN gimana? Terus juga kamu mau lomba, kenapa malah suka keluar sama Asa?"

Suara Mama ngintrogasi banget sih. Batin Awan.

"Kamu jangan jadi kayak anak kecil Ta, inget kamu mau jadi dokter."

Tak lama terdengar suara helaan napas.

"Maaf Ma, aku lagi pengen bebas sebentar aja."

"Bebas? Memangnya Mama sama Papa ngekang kamu? Toh kamu kalau keluar juga bebas."

"Bukan gitu Ma, aku mau-"

"Ta, kamu harapan Mama sama Papa. Kenapa kamu malah mau buat Mama dan Papa kecewa?"

Mama nekan banget. Batin Awan.

Tak ada suara, hening seketika. Hal itu membuat Awan gemas sendiri, akhirnya ia pun ingin membuka pintu.

"Iya Ma, aku gak ulangi. Maaf."

Awan mengurungkan niatnya kembali.

"Mulai besok, akses kamu Mama batasi. Terus kalau mau main sama Asa cuma di hari minggu. Itu pun mulai jam tujuh sampai jam sepuluh. Gak ada penolakan."

"Iya Ma."

Suara Ata terdengar lirih, Awan menjadi prihatin, mengapa Mama dan Papanya selalu mengekang Ata? Seolah-olah Ata adalah penyebab utama hilangnya anak emas mereka.

Awan membuka knop pintunya setelah mendengar langkah kaki menjauh, dia melihat Ata menunduk dengan duduk.

"Kak," panggil Awan. Ata menoleh, senyum tipisnya ia perlihatkan, namun Awan tahu ada sakit yang mendalam di senyuman itu.

"Ini udah malam Wa, kok gak tidur?" tanya Ata lembut. "Gak bisa," jawab Awan. Ia duduk di sebelah Ata.

Hening melanda, baik Awan dan Ata tak tahu harus berbicara apa.

"Jadi, hubungan lo sama Mega gimana?" tanya Ata pada akhirnya.

Awan tertawa kecil. "Gitu-gitu aja, dia masih kejar Bang Asa."

"Kenapa lo tiba-tiba suka dia? Terakhir gue tahu lo sukanya sama saudara jauh," ledek Ata.

Mendengar ucapan kakaknya yang terlewat benar itu membuat Awan berdecak.

"Menurut gue Mega beda jauh sama yang dulu, serius deh."

"Sejujurnya gue gak tahu alasan gue suka dia apa, pertama kali ketemu kayak di ftv gitu, tabrakan gak sengaja."

Mata Awan menerawang sekitar, memunculkan gelak tawa dari sampingnya. "Kok lo ketawa sih?"

Lirikan sinis Awan membuat Ata menutup mulutnya agar bisa menahan tawanya, detika kemudian Ata menghadap ke Awan.

"Habis gitu gimana Dek Awan?"

Awan hanya mendengus, namun ia tetap menceritakan awal mula kisahnya dengan Mega.

"Oh gitu." Ata mengangguk-anggukkan kepala ketika Awan selesai bercerita. "Agatha gimana? Dia saudara Mega 'kan?"

"Gue belum tahu, yang jelas dia masih ajak obrol kayak biasanya waktu di osis, cuma diluar itu gue kan lebih ke Mega, dia kayak biasa sih."

Matahari di atas AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang