Awan dan Kepribadiannya

969 68 14
                                    

Awan memantulkan bola basketnya dengan cepat, ia segera mengoper bolanya pada temannya. Kali ini seusai pulang sekolah Awan ingin menghabiskan waktu untuk bermain basket lalu karate.

"Wan!" teriak Asa, Awan menaikkan sebelah alisnya. "Apa?" balasnya teriak. "Sini!"

Awan menghela napas, akhirnya ia menghampiri Asa. Awan sudah tahu tentang hubungan Asa dan Mega.

"Kakak lo kemana?" tanya Asa to the point. "Lah? Gue gak tahu, habis dari kelas, gue langsung main basket sih," jawab Awan.

Asa terdiam sejenak. "Dia kenapa lagi?" tanya Awan. "Dia masih ada masalah," jawab Asa. Awan menghela napas, meluluhkan hati Ata agar terbuka itu susah.

"Gue minta tolong luluhin hati kakak gue ya," pinta Awan. Asa hanya menganggukkan kepalanya.

"Nanti kalau ketemu telepon gue ya, gue mau ke kelas, tas dia masih di sana." Kali ini Awan yang menganggukkan kepala, akhirnya pikiran Awan berkecambuk.

"Gue udahan ya!" teriak Awan pada teman-temannya, dia ingin mencari Ata, sepertinya ia tahu keberadaan Ata dimana.

Langkah Awan ia lebarkan, kakinya menaiki tangga dengan cepat, semoga tebakannya benar tentang keberadaannya kakaknya. Awan berhenti ketika melihat seseorang tengah melihat keluar jendela yang sangat besar, seseorang itu duduk.

"Gak pulang?" tanya Awan, ia pun mengikuti Ata untuk duduk di sampingnya.

Ata hanya menggeleng.

"Kenapa? Bang Asa udah cariin itu," ujar Awan. "Biarin aja," jawab Ata, pandangannya kosong, Awan jadi bingung sendiri.

Memang Ata sering memiliki pandangan kosong dan mungkin hanya beberapa orang yang menyadarinya.

"Bilang ke gue tentang masalah lo," Awan lelah ketika Ata tak mau berbagi cerita apapun kepadanya selain ketika ia ada masalah dengan Asa atau Samudera.

"Gue gak ada masalah, cuma lagi capek aja." Ata beralasan dan Awan tahu jelas tentang itu.

"Capek kenapa?"

"Capek sama hidup gue," jawab Ata, Awan mengarahkan semua perhatiannya ke Ata, dia lihat tubuh kakaknya yang ternyata semakin kurus.

Segitu beratkah buat cerita Ta? Batin Awan.

"Bentar lagi Bang Asa jemput lo, bentar lagi lo pulang, dan bentar lagi lo harus cerita ke Bang Asa," ujar Awan.

"Gak akan," Ata terus menggelengkan kepalanya. "Ta, udah cukup keterpurukan yang lo perbuat sendiri," ujar Awan, kalau Awan sudah memanggil Ata dengan namanya, itu tandanya Awan benar-benar serius akan ucapannya.

"Gue perbuat sendiri?" tanya Ata. Lalu suara tawa muncul, tawa yang terdengar memilukan bagi Awan, tawa yang datang hanya kalau Ata terpuruk dalam gelapnya kehidupan.

"Bukan gitu maksud gue," ucap Awan gelagapan. "Gue emang suka nyusahin orang-orang ya Wa? Gue emang gak berguna ya Wa?"

Awan terdiam, tangannya merengkuh tubuh kakaknya ini. "Jangan pernah bilang gitu, lo sangat berguna di kehidupan ini," ujar Awan setelahnya.

"Terus kenapa papa, mama cuma mengharapkan yang baik bagi gue tanpa peduli kenyataan yang ada?"

"Gak, papa sama mama gak kayak gitu, lo cuma belum mengerti keadaan Ta," ujar Awan.

"Belum ngerti keadaan? Terus gue harus gimana supaya mereka melihat betapa tersiksanya gue hidup dengan kesempurnaan yang mereka buat. Gimana Wa?"

Bibir Awan terkunci, ia tak tahu harus berbuat apa hingga Asa datang. Lalu, Asa segera membawa pulang Ata, walau butuh paksaan yang kuat agar Ata mau pulang.

Matahari di atas AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang