Dia (lagi)

851 68 1
                                    

Mega menunggu Asa di parkiran sekolah, tadi Asa bilang kalau ia ada urusan sebentar, jadilah ia menunggu Asa di parkiran.

"Ga!" sapa Asa, Mega pun tersenyum.

"Maaf ya gue gak bisa ke toko buku, mungkin lain kali bisa. Gue mau latihan, lo pulang sendiri ya? Gue cariin busway atau angkot atau gimana?"

Penuturan Asa membuat Mega menghela napas. "Iya lain kali aja, gak usah Hen. Gue cari sendiri, lo bisa ke tempat latihan lo," jawab Mega.

"Lo yakin? Gue merasa bersalah, maaf ya." Mega mengangguk, mengamati wajah Asa, ia terlihat sedikit pucat hari ini.

"Lo sakit apa gimana? Kok pucat?" tanya Mega. Asa sedikit menegang, namun ia menggelengkan kepala.

"Kalau gitu gue duluan ya? Maaf sekali lagi," ujar Asa, ia sempat mengacak rambut Mega sekilas. Mega tersenyum melihat pergerakan Asa.

Kenapa? Lagi punya masalah apa dia? Batin Mega.

Kemudian, Mega melangkahkan kakinya menuju halte ketika Asa sudah keluar sekolah. Pikiran Mega tertuju pada Asa. Ia tahu, Asa sedang memiliki masalah atau pikiran berat? Entah, yang jelas Asa tadi sedikit gugup.

Mega duduk, matanya mengamati sekelilingnya, banyak anak SMA-nya berlalu lalang, banyak pemuda pemudi yang berjalan berdua.

Mata Mega tetap menelusuri hingga matanya menatap Awan, sosok yang selama ini selalu mendekati, sosok yang hampir setahun selalu menganggu hidupnya.

Awan memegang beberapa map ditangannya, seperti cowok itu dari fotocopy-an sebelah, dan map itu berisi data-datanya. Senyum Mega sedikit terangkat saat Awan melihat kucing yang pernah ia dan Awan selamatkan.

Awan berjongkok sebentar, mengelusnya sampai mengucapkan suatu kata-kata pada kucing itu.

Lucu. Batin Mega tanpa sadar.

Mungkin Awan merasa ada seseorang yang menatapnya, hingga pandangan Awan tertuju pada Mega. Mega sendiri mengalihkan pandangan ke arah lain, selama beberapa menit, ia melihat ke arah Awan yang sudah menghilang.

Mega pun memilih memainkan ponselnya, ia membuka akun instagramnya.

"Mau bareng?" Mega mendongak, melihat siapa yang berbaik hati untuk menawarinya. "Mau bareng gak? Udah sore loh, nanggung kalau mau nunggu bus."

Mendengar suara Awan, sedikit membuat hatinya menghangat, sudah berapa lama ia tak berinteraksi dengan cowok itu? Rasanya ia sedikit rindu.

"Kak Ata gak sama lo?" tanya Mega. Awan menggeleng sejenak. "Dia udah pulang tadi sama bokap," jawabnya.

Mega menganggukkan kepala, memang akhir-akhir ini ia melihat Ata dan ayahnya alias Pak Kepala Sekolah pergi-pulang bersama.

"Ayo gue antar lo, keburu malam, nanti gue ada acara keluarga soalnya," ujar Awan. Entah mengapa, Mega malah menganggukkan kepala membuat Awan tersenyum.

Mega mengambil helm yang diserahkan Awan, lalu ia naik motor Awan.

"Lo selalu bawa helm dua Wan?" tanyanya di sela-sela perjalanan.

"Iya, takutnya Kak Ata ada sesuatu terus gak bisa sama bokap jadi ya sama gue," jawab Awan. "Oh gitu, btw nanti acara keluarga apa an?"

Sebenarnya Mega sedikit sangsi terhadap mulutnya yang selalu bertanya tanpa diminta. Seperti ada suatu dorongan dalam dirinya.

"Mau ngerayain ultahnya adek sepupu gue di rumah nenek sama kakek, mau ngumpul-ngumpul juga. Kenapa? Mau ikut?"

"Eng-enggak, gue cuma tanya." Mega merutuk dalam hati, mengapa ia gugup? Memang ada yang salah? Awan 'kan hanya bercanda.

Matahari di atas AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang