Angkasa Mahendra

931 70 2
                                    

Asa menatap jam tangannya lelah, sudah sekitar sepuluh menit ia menunggu Mega di depan rumahnya. Ia jadi teringat masa-masa dimana ia sering menjemput Ata, pasti ia menyerobot untuk masuk dalam rumahnya. Selama apapun Ata mah Asa betah-betah saja.

Kalau bukan nyokap yang suruh, males deh gue lakuin ini. Batin Asa.

Ya, bukan tanpa alasan Asa mau pergi-pulang dengan Mega, melainkan itu permintaan ibunya. Karena Mega kehilangan sosok ayah, membuatnya sedikit tertekan dan ibu Asa memintanya untuk menemani Mega.

Sebenarnya Asa sangsi akan permintaan ibunya, tetapi mendengar ibunya bilang kalau ibu Mega yang memintanya tak layak membuat Asa menurut.

"Maaf ya Hen, gue lama." Asa menegakkan badan ketika Mega keluar dari rumah. Asa hanya mengangguk dan ia menyerahkan helm ke Mega.

Selama perjalanan tak banyak percakapan yang ada diantara mereka, malah Mega lebih mendominasi sebab Asa hanya membalas dengan cueknya.

"Sa, nanti lo latihan buat lomba 'kan?" tanya Mega. "Iya," jawab Asa. "Gue ikut ya?" terdengar nada ceria di dalamnya, namun Asa hanya menghela napas.

"Gak bisa. Lo ada extra 'kan?" Asa hanya berusaha beralasan, karena ia ingin Ata yang menemaninya latihan. Cukup egois memang, tapi itu kenyataannya.

"Gue bisa izin tahu." Decakan kecil muncul dari mulut Asa.

Ya terus? Gue kan maunya Ata orang pertama yang gue bawa dan gue kenalin ke temen-temen se-club bulu tangkis. Batin Asa.

"Gak usah," jawab Asa berusaha sabar. Helaan napas terdengar dari belakang, sudah sebulan ia dan Mega selalu bersama.

Sudah sebulan juga ia dan Ata sedikit ada jarak, ditambah Ata yang mulai cuek padanya membuat kepala Asa pening dibuatnya.

"Ya udah, tapi pulang extra lo jemput gue 'kan?" Asa hanya menganggukkan kepala. Lalu, tak terjadi percakapan diantara keduanya, hingga tibalah mereka di sekolah.

Mega turun dan menyerahkan helm pada Asa. "Gak mau bareng Hen?"

Asa menaikkan sebelah alisnya. "Bareng ke?" Mega tersenyum. "Ke kelas lah, mau kemana lagi?"

Sebelum menjawab pertanyaan Mega, matanya sempat menangkap Ata yang berjalan sendiri. Baru saja gadis itu meliriknya dengan Mega.

Duh Ta, gue belum jelasin apa-apa ke elo, jangan-jangan lo cemburu. Batin Asa dengan penuh percaya diri.

"Gak deh, gue ada urusan sama Ata." Sedikit cekatan, Asa mengambil kunci motornya. "Gue duluan ya!" pamitnya pada Mega, langkahnya ia lebarkan agar bisa menyusul Ata.

"Halo Ata!" sapanya riang, meski keringat sudah mulai bercucuran, demi Ata mah, Asa siap-siap saja.

Ata melirik Asa sekilas sebelum melanjutkan langkahnya, membuat Asa berdecak. "Kalau disapa itu ya sapa balik dong Ta, masa cuma dicuekin, gak baik loh nyuekin mantan," goda Asa.

"Pagi," balas Ata singkat, meski begitu senyum Asa tak pernah sirna, malah semakin mengembang. "Ta, kenapa sih lo sulit dihubungi? Gue Line gak lo bales, gue telepon gak lo angkat."

"Gue sibuk belajar," jawab Ata. "Ya masa belajar mulu Ta, gak capek? Bukannya mau mengajari yang gak baik, tapi sebagai mantan yang baik gue mau lo istirahat juga, butuh refreshing otak lo."

"Gak butuh."

"Duh Ta, udah sebulan lo cuekin gue, diemin gue, gue salah apa sih? Gue kan udah minta maaf," ujar Asa. Tiba-tiba Ata berhenti dan melihat ke arah Asa.

"Gue udah gak ada waktu main-main lagi, gue adanya waktu belajar dan belajar, jadi stop ganggu gue Sa," pinta Ata. Namun, Asa bukanlah Asa yang hanya menuruti Ata.

Matahari di atas AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang