08 || Kita dan Dia

402 46 11
                                    

"Ternyata memang benar, ya. Kamu cuma pintar memperjuangkan. Bukan mempertahankan."

•••

Hari yang ditunggu telah tiba. Pagi ini SMA Cakrawala sangat ramai, seluruh penjuru sekolah sudah dihias sedemikian rupa, di titik utama- lapangan besar SMA Cakrawala, berdiri sebuah panggung yang disekitarnya terdapat stand-stand eskul berada.

Tahun ini festival eskul akan dilaksanakan selama dua hari.

Hari pertama hanya akan di hadiri oleh siswa-siswi SMA Cakrawala dan hari kedua akan dibuka untuk umum- khususnya sekolah-sekolah tetangga yang akan menampilkan beberapa pertunjukkan mengenai eskul-eskul disekolah mereka.

Kepala Nada berdenyut-denyut karena pusing, namun tangannya tidak juga berhenti memetik gitar dipangkuannya. Nada harus berlatih karena dia adalah perwakilan eskul musik untuk acara pembukaan nanti.

Semua anggota dari semua eskul menunggu di dalam ruang eskul masing-masing. Tidak heran kenapa gedung eskul lebih ramai hari ini, penuh dengan murid-murid berseragam yang berbeda-beda.

Nada duduk dikursi panjang yang terletak di sisi ruangan. Kepalanya semakin berdenyut, beberapa bulir keringat juga ikut menetes di pelipisnya.

Nazam mengangkat wajahnya dari layar ponsel, mengeryit ketika petikan gitar yang Nada mainkan perlahan-lahan melemah.

"Kak?" Nazam memanggil, memastikan kalau Nada mungkin saja sedang melamun. Suara Nazam membuat Dean yang duduk disampingnya juga ikut memperhatikan.

"Kak Nada?"

Nada masih menunduk tidak merespon. Matanya mulai sanyu dan pendengarannya jadi tidak fokus.

Melihat tidak ada reaksi dari Nada lantas membuat Nazam bangkit dari duduknya, mendekat ketempat Nada duduk.

"Kak Nada?" Panggil Nazam lagi. "Kak? Kak Nada kenapa?"

Nada mengangkat wajahnya, tersenyum samar ketika mendengar suara Nazam sedikit menaik. "Ngh? Ke... napa?"

Mata Nazam membulat melihat wajah pucat Nada. Banyak keringat membasahi sebagian wajahnya. Dengan cepat Nazam menarik gitar di pangkuan Nada, menaruh benda itu di atas meja.

"Kak Nada sakit, ya?"

Nada menggeleng lemah. "Nggak kok."

"Tapi kak Nada pucat!" Nazam berseru khawatir.

"Nggak pa-" Nada langsung mendongak ketika merasakan sesuatu menyentuh dahinya.

Punggung tangan Dean. Entah kapan laki-laki itu berdiri disampingnya dengan badan sedikit membungkuk, karena tingginya yang menjulang.

"Suhu badannya panas. Gue rasa kak Nada gak bisa mewakili eskul untuk pembukaan nanti." ucap Dean setelah menarik punggung tangannya.

"Terus gimana dong? Acara dimulai sepuluh menit lagi!" Nazam mulai panik. Akan jadi masalah jika tiba-tiba eskul musik tidak mengirimkan perwakilan apapun.

Terlebih lagi, jika ini mendadak.

"Gue bisa kok. Gue gak papa." Nada segera menyela.

RANADA ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang