09 || Dia dan Sakit

427 47 13
                                    

"Sebetulnya, kalau kamu mau, kamu bisa melihat titik lain. Jangan hanya fokus pada satu titik saja. Karena sebetulnya, di setiap titik itu, Tuhan menaruh banyak rasa dan cerita tersendiri yang berbeda dari titik lainnya. Mungkin... di salah satunya ada kebahagiaan lain yang kamu cari."

•••

Keheningan masih merebak sejak bemenit-menit yang lalu. Namun lima perempuan disana masih enggan mengeluarkan suara apapun, hanya sibuk diam dengan pikiran masing-masing.

Nada melirik empat sahabatnya sekali lagi, merasa benar-benar tidak nyaman karena mereka terus saja menatapnya dengan berbagai pandangan penuh arti.

Nada betul-betul masih kurang enak badan, namun memaksa keluar dari UKS setelah tiga jam istirahat disana dan berakhir duduk di pinggir panggung piano ruang eskul musik seperti sekarang.

Raya berdecak, mulai kesal karena kedatangannya kesini di sambut oleh keheningan.

Dia baru saja tau kalau Revan dan Nada sempat terlibat 'sesuatu' di UKS, makanya tanpa peduli teriakan Reza, dia pergi meninggalkan ruang eskul mading demi memastikan keadaan Nada.

"Oke, oke. Udah cukup diemnya." Raya buka suara, benar-benar merasa lelah. "Sekarang jelasin ke kita, Nad. Bener hubungan lo sama Revan udah lama gak baik-baik aja?"

"Iya."

Jawaban Nada mengundang helaan napas dari Ila dan Raya.

Adiba sendiri meringis, merasa khawatir karena sebetulnya dia sudah tau semuanya. Kalau Della, perempuan berambut pendek itu hanya diam dengan pipi mengembung, masih berfikir karena ternyata dugaannya selama ini benar.

"Kenapa sih, susah banget buat lo cerita ke kita?" Tanya Raya tanpa mengurangi sedikit pun ekspresi kesalnya. "Kita ini teman lo bukan?"

"Gak gitu.. Gue cuma takut kalian benci sama Revan." Jawab Nada jujur. "Sori."

Sebetulnya Nada tau kalau sahabat-sahabatnya pasti merasa marah karena dia lebih memilih menyembunyikan semuanya sendiri.

Namun nasi sudah menjadi bubur.

"Apa sih yang buat hubungan lo sama Revan jadi kayak gini? Lo bilang masih suka sama dia, kan?" Della menimbrung.

Nada menggigit bibir bawahnya sebentar, mencoba mencari alasan yang tepat.

"Mmm... bosan, mungkin? Gue gak tau juga. Lebih tepatnya, bingung. Kalau suka.... Ya iyalah gue masih suka."

"Revan yang berubah, kan? Makanya sekarang lo jadi kebingungan gini." Setelah lama diam, akhirnya Quickla bersuara.

Pertanyaan Ila benar-benar tepat sasaran. Nada tersenyum tipis, tau kalau Ila sangat peka akan keadaan.

"Iya.. Sebulan sebelum anniversary kemarin, kayaknya." jawab Nada tenang. "Udah lama banget, ya?"

"Emang dasar cowok bangsat."

"Mulut lo Ray." Adiba mengingatkan.

"Biarin. Emang bener kok," Ila membalas dengan cepat. Aura cewek itu semakin menakutkan.

"Gue minta maaf." lirih Nada sambil menunduk.

"Revan yang harusnya minta maaf." Tegas Ila cepat. Setelah itu tubuh semampainya berbalik dan langkah kakinya berjalan menjauh menuju pintu.

"La, lo mau kemana?"

"Bunuh Revan." balasnya datar.

"Quickla." Adiba menatap tajam sepupunya.

RANADA ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang