Salah satu hal yang paling Dean benci dari sekian banyaknya sikap buruk Abdan dan Anya, yaitu bagian ketika mereka suka sekali penasaran dengan kehidupannya.
Seingat Dean, kedua orang itu cenderung lebih suka sibuk sendiri dengan dunia mereka. Namun sialnya beberapa waktu terakhir sepertinya kehidupan Dean lebih menarik untuk Abdan dan Anya.
Suara tawa kedua orang itu masih menggelegar memenuhi rumah sore ini. Sedangkan Dean hanya bisa terpaku menatap layar ponselnya yang kini retak akibat pergulatannya dengan dua jelmaan iblis barusan.
Dean bersumpah ingin sekali membunuh pasangan itu. Selain karena mereka sudah lancang memeriksa ponsel dan mengirimi Nada pesan sialan, kedua orang itu juga membuat ponselnya rusak karena sesaat lalu mereka harus rebutan.
"Hahahah.. aduh anjir.. Perut gue.." Abdan masih tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya yang mulai keram.
"Sumpah.. Mukanya Dean... Hahaha..."
Dean mengepalkan tangannya kuat, napasnya menjadi berat karena menahan emosi.
Demi apapun Dean rela pulang cepat hari ini agar bisa menghindari acara kumpul-kumpul Della. Namun berada di rumah, ternyata sama saja nerakanya.
"Jangan ngambek ah!" Anya menepuk Dean pelan-pelan disela sisa tawanya yang belum reda. "Nanti kakak beliin adek hape balu ya? Mau apa? Walna apa? Melah? Kuning? Hijau?"
Mendengar cara bicara Anya, membuat Abdan semakin tertawa. Anak itu bahkan tidak takut jika sewaktu-waktu Dean melempar benda disekitar mereka ke arahnya.
"Diem anjing!" Maki Dean marah. Namun bukannya berhenti, kedua orang itu malah semakin tertawa. Untuk mereka kemarahan Dean malah tampak menggemaskan.
Dean menghembuskan napas berat. Anak itu meninggalkan ruang keluarga dengan kaki dihentakkan, persis seperti anak kecil yang ngambek saat keinginannya tidak dipenuhi.
Dean memilih pergi ke lantai atas, masuk ke dalam kamarnya, tidak lupa sambil membanting pintu saat menutupnya agar Abdan, Anya atau tetangga sekalipun tahu kalau Dean sedang marah.
"Anak-anak brengsek!" Dean melempar ponselnya yang rusak ke atas kasur. Cowok itu mengacak rambutnya frustasi.
"Sial! Sial! Sial! Gue bahkan ga tau mereka ngirim apa ke Nada!"
Rasanya Dean ingin menangis saja. Kepalanya jadi pusing. Bagaimana jika kedua orang gila itu mengirimi Nada pesan memalukan?
Dean tidak sempat melihatnya karena ketika ia mencoba merebut ponselnya, benda itu langsung terlempar sampai ruang tamu lalu retak dan mati.
Harusnya Dean tidak percaya begitu saja saat Abdan meminjam ponselnya untuk bermain game. Belum lagi di sana ada Anya. Kedua orang itu sangat usil. Bagaimana bisa Dean semudah itu percaya?
"Arrggh! Sialan!"
***
"Nad, bang Ravi kenapa makin ganteng gini sih..." Nada tersentak kaget, lalu langsung menoleh saat Raya menggandeng tangannya.
Nada tersenyum kecil, lalu menepuk pelan bahu Raya. Di lihat dari matanya yang berkaca-kaca saat menatap Ravi, bisa Nada pastikan kalau Raya masih menyimpan perasaan ke abangnya.
Padahal sudah lama sekali Raya tidak mengungkit Ravi semenjak hari natal lalu.
"Halo semua." Ravi menyapa dari balik kaca mobil yang dibuka. "Ayo Nad, keburu magrib."
KAMU SEDANG MEMBACA
RANADA ☑️
Teen FictionTentang mereka yang ingin bebas namun takut kehilangan. Orang-orang egois yang terus saling menyakiti hanya karena memikirkan perasaan sendiri. Nada dan Revan sudah melewati banyak waktu bersama-sama. Tidak pernah Nada bayangkan kalau mereka akan b...