Pada sekon-sekon yang habis termakan oleh penantian dan perang...
Akan ku temukan dirimu di ujung jalan itu.
Cepat selesai perang ini, diriku. Penantian lama sudah lelah menantiku di ujung sana.
•••
Salah satu hal paling menyenangkan adalah pergi ke minimarket berdua bersama orang yang kita suka sambil berjalan kaki.
Sebetulnya Dean paling anti diajak ngobrol panjang lebar. Namun karena Nada yang terus bercerita dan memintanya menanggapi dengan baik, Dean jadi senang-senang saja. Belum lagi, Dean tidak bisa lupa kalau besok adalah hari keberangkatan Nada ke Surabaya.
Dean ingin sekali meminta Nada untuk kembali secepatnya. Namun Dean tidak bisa karena ia tidak ingin egois.
Bunyi berisik dari sedotan Nada yang sedang menghisap susu pisang dalam kemasan yang hampir kosong membuat Dean menoleh-- lalu dibuat geleng-geleng setelah sadar kalau Nada secepat itu menghabiskan minumannya.
"Nanti habis dari Surabaya, gue mau mampir ke Semarang."
"Kok makin kemana-mana?"
Nada menunjukkan deretan gigi putihnya. "Jalan-jalan sendirian Yan. Pasti asik,"
Dean diam saja tidak menanggapi. Keduanya berjalan bersama di atas trotoar— sehabis pulang dari minimarket, menyusuri perumahan yang sepi. Memang sudah direncakan sehabis pulang dari rumah Adiba, Nada mau mereka berjalan-jalan tanpa kendaraan.
"Terus habis dari Semarang, mungkin gue ke Bandung. Bang Ravi kan pindah sementara ke sana sama anak-anak band-nya."
"Habis dari Bandung ke Jakarta, kan?"
Nada terkikik geli, satu tangannya yang tidak memegang kotak susu pisang ia biarkan jatuh ke atas bahu lebar Dean. "Mungkin..."
Dean menegak kopi kalengnya, menikmati setiap sensasi kafein yang perlahan-lahan mengecap indera perasanya. Langit malam ini lebih gelap ditemani dengan udara yang kian dingin. Mungkin sebentar lagi hujan.
"Dean...."
"Hm?"
"Ini gak mungkin cuma sebulan-dua bulan doang."
"Iya, saya tau...."
Mata Dean melirik tangan Nada, lalu mengambil alih kotak susu pisang darisana dan membawanya. Dean merasa tidak nyaman Nada memegang itu, jadi ia berinisiatif mengambilnya.
".... Saya tungguin."
"Kalo ternyata gue berubah pikiran terus lebih milih beneran pindah dari Jakarta gimana?"
Nada menatap lekat wajah Dean dari samping. Di bawah pencahayaan lampu jalan dan rembulan, kulit pucat Dean seakan-akan menjadi kombinasi yang sempurna.
Lama Nada memandanginya, namun Dean tetap diam dengan pandangan terus lurus ke arah depan. Melewati blok pertama, Dean melempar kotak susu pisang dan kaleng kopinya ke tong sampah di pinggir jalan. Lalu dengan perlahan, ia mengambil tangan Nada dari bahunya dan menggenggamnya.
Nada tersentak kaget. Bukan hanya karena gerakan tiba-tiba dari Dean tapi juga karena sensasi dingin yang langsung menyapa kulitnya. Tangan Dean sedingin kepribadiannya.
"Yan... Tadi gue nanya loh."
"Jawabannya ya nggak gimana-gimana. Memangnya saya bisa apa kalo kakak maunya begitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RANADA ☑️
Novela JuvenilTentang mereka yang ingin bebas namun takut kehilangan. Orang-orang egois yang terus saling menyakiti hanya karena memikirkan perasaan sendiri. Nada dan Revan sudah melewati banyak waktu bersama-sama. Tidak pernah Nada bayangkan kalau mereka akan b...