Nada pikir kehidupannya pada tahun terakhir menjadi murid berseragam putih abu-abu hanya akan disibukkan dengan belajar untuk masuk perguruan tinggi dan berkencan bersama Revan.
Banyak orang bilang, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi esok hari. Nada menyetujui hal itu. Karena perkiraannya meleset semua pada tahun ini.
Ayah yang memang jarang di rumah kini benar-benar tidak ada lagi di rumah, Abang yang semakin sibuk pada kuliah musiknya, Revan yang bukan lagi pacarnya, dan eksistensi Dean di dalam hari-harinya.
Sudah seminggu berlalu semenjak mereka mengobrol berdua di Kalindafe seperti layaknya orang yang amat dekat.
Nada pikir akan sampai disana saja mengingat sikap Dean suka sekali berubah-ubah.
Namun ternyata, hari ini laki-laki itu ada disini bersamanya. Di taman yang berada depan rumahnya sedang bermain basket, menemani Nada yang sibuk mencari jawaban benar untuk jawaban ulangannya yang salah kemarin.
Dean selalu datang saat Nada memanggilnya. Dan Nada selalu ada saat Dean membutuhkannya.
"Salahnya banyak?" Dean datang sambil terengah-engah. Keringat sudah membasahi tubuhnya.
"Tiga tuh banyak apa nggak?"
Dean mendengus. "Dikit lah kak."
"Tapi soalnya cuman lima."
"Serius?!"
Nada terkekeh sambil menggeleng pelan. "Nggak, nggak. Becanda doang kali."
Dean hanya diam memperhatikan Nada sibuk berkutat dengan buku-buku miliknya. Cowok itu mengambil duduk di bawah, bersandar pada kursi yang Nada gunakan.
Beberapa menit terlewati dengan hening. Hanya ada samar-samar suara langkah kaki pengunjung taman yang sedang lari sore.
"Nanti.. Lo mau jadi apa?" Nada bertanya dengan mata yang masih tertuju pada buku paket soal.
"Belum tau."
"Kuliah nanti ambil apa?"
"Belum tau."
Nada mengeryit mendengar jawaban laki-laki itu. Ia mengangkat pandangan dari buku, lalu memperhatikan Dean yang duduk di bawah.
"Lo ga punya cita-cita?"
"Nggak."
Nada berdecak. "Gak mungkin. Semua orang pasti punya cita-cita."
Dengan tenang Dean tersenyum kecil, lalu menoleh demi melihat bagaimana reaksi Nada kali ini.
"Kakak punya cita-cita?"
"Punya... Gue pengen jadi pemusik." Nada memberitahu.
"Berarti udah tercapai ya."
Nada terdiam sejenak. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan untuk memperhatikan wajah tenang Dean saat ia bingung harus mengatakan apa.
"Kok bingung?" Dean bertanya karena sudah tahu apa arti dibalik tatapan Nada yang terus melihatnya. Pada dasarnya Dean suka sekali mengamati sekeliling di balik sikapnya yang tenang.
"Menurut lo jadi pemusik itu cita-cita?" Nada membalas dengan pertanyaan.
"Iya."
"Harusnya kan cita-cita itu jadi dokter, model, guru, atau pekerjaan lain."
"Kata siapa?"
Revan. Nada membatin. Perempuan itu memilin bibirnya sendiri, lalu memutuskan untuk menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
RANADA ☑️
Teen FictionTentang mereka yang ingin bebas namun takut kehilangan. Orang-orang egois yang terus saling menyakiti hanya karena memikirkan perasaan sendiri. Nada dan Revan sudah melewati banyak waktu bersama-sama. Tidak pernah Nada bayangkan kalau mereka akan b...