Mereka bilang hanya kebetulan,
sempat aku coba lupakan.
Namun ternyata kita kembali dipertemukan.•••
Angin malam yang sejuk menyambut Nada ketika perempuan itu memutuskan untuk duduk diteras rumah dengan secangkir coklat panas.
Beberapa helai rambutnya terbang mengikuti arah angin hingga berantakan, namun Nada tidak memperdulikan dan tetap tenang dalam posisi duduknya.
Biasanya Nada akan pergi ke kamar kakaknya, Ravi, untuk bermain gitar atau kartu uno bersama-sama ketika udara sedang sejuk begini sambil menikmati coklat panas.
Namun sayang, Ravi belum pulang meski Nada sangat tau kalau laki-laki itu pasti sedang berdiam diri disuatu tempat. Dimanapun itu, yang pasti bukan dirumah.
"Nada," Kepala Nada menoleh, mendapati bunda sedang berdiri di ambang pintu dengan tangan memegang ponsel.
"Kenapa, bun?"
"Kamu ngapain diluar? Masuk, diluar dingin."
"Nada tunggu ayah. Lagian diluar enak, sejuk-sejuk gimana gitu, hehe...." Via menghela nafasnya sambil menggeleng pelan mendengar ucapan Nada.
Wanita dengan celemek yang masih menempel di pakaiannya itu hanya pasrah dengan kebiasaan putrinya.
"Kamu bisa nelpon bang Ravi nggak? Kok bunda telpon gak diangkat-angkat, ya?"
"Bang Ravi gak mau pulang."
Senyuman tipis dibibir Via memudar. "Gara-gara ayah pulang?"
"Anggap aja bukan itu alasannya, bun. Bilang aja nanti sama ayah kalau bang Ravi lagi sibuk di kampus."
"Kakakmu itu masih marah gara-gara ayah gak bisa datang di acara ulang tahunnya kemarin?" Nada hanya diam ketika bunda mengungkit soal kejadian dua hari lalu.
Hari itu adalah hari ulang tahun Ravi.
Awalnya semua berjalan lancar— Ravi masih setia menunggu kedatangan ayah di tengah-tengah acara yang ramai, sampai akhirnya semangat laki-laki itu patah ketika ayah menelpon kalau ia tidak bisa datang karena harus pergi keluar kota.
Itu bukan pertama kalinya. Dan karena Ravi sudah benar-benar lelah, ia memutuskan kalau itu akan jadi terakhir kalinya ia berharap pada ayah.
"Bunda kan tau, bang Ravi itu gimana." Nada membalas tenang.
"Coba kamu telpon dulu. Biasanya kalau kamu yang nelpon kan, diangkat. Bunda tuh khawatir, dari pagi dia gak ada pulang."
"Iya, bunda." balas Nada sambil tersenyum mengerti.
Meski selanjutnya, ada sebuah rasa yang sulit dijelaskan ketika bunda berbalik masuk kedalam rumah.
Senyuman Nada hilang, terganti dengan helaan napas berat.
Keluarga mereka baik-baik saja, namun kenapa semua seakan tidak baik-baik saja hanya karena salah satu tidak ada yang mau mengerti?
"Halo, bang Rav?" ucap Nada ketika sambungan telpon sudah tersambung.
[Kenapa, dek?]
KAMU SEDANG MEMBACA
RANADA ☑️
Dla nastolatkówTentang mereka yang ingin bebas namun takut kehilangan. Orang-orang egois yang terus saling menyakiti hanya karena memikirkan perasaan sendiri. Nada dan Revan sudah melewati banyak waktu bersama-sama. Tidak pernah Nada bayangkan kalau mereka akan b...