Banyak hal yang Nada temukan dalam perjalanannya meninggalkan Jakarta. Hal-hal mengejutkan yang membuat Nada makin nyaman jauh dari hiruk piruk kota lahirnya.
Nada tidak tahu harus menamai dirinya apa setelah ia dengan gamblang memikirkan banyak perjalanan-perjalanan lainnya. Meski harusnya tidak seperti itu, sebab ia meninggalkan harapan untuk kembali kepada banyak orang.
Pada penikmat suaranya, sahabat-sahabatnya, serta Deandra.
Tidak pernah sehari saja Nada berhenti memikirkan laki-laki dingin itu. Di setiap waktu luangnya berdamai dengan diri sendiri, Nada selalu bertanya-tanya apakah Dean mampu bertahan sampai Nada memiliki keberanian untuk pulang.
Surabaya kota yang menyenangkan. Nada betah berada di sana, namun ia tidak pernah berani berlama-lama. Ayah dan Dion seperti kombinasi kehadiran yang sempurna. Memikirkannya saja membuat seulas senyum tercetak indah di bibir Nada.
Namun mengingat bunda membuat Nada enggan berlama-lama terjebak dalam kenyamanan itu. Sehari setelah ayah menawarkan Nada untuk menetap di Surabaya, Nada memilih untuk bertolak ke Kalimantan.
Nada pergi dari Jakarta bukan untuk menemukan rumah baru, melainkan untuk berdamai dengan semua orang, dan sembuh.
Samarinda adalah Ibukota Kalimantan Timur. Bermodal nekat dan uang saku dari ayah yang mengikhlaskannya jalan-jalan ke sana, Nada akhirnya pergi sendirian. Sempat Ila berencana untuk menyusul dan membawanya jalan-jalan ke negara-negara tetangga daripada Samarinda. Namun jelas Nada menolak.
Apa yang Nada lakukan di sana? Tidak banyak. Hanya tidur saat matahari masih di atas langit, lalu keluar jalan-jalan ketika bulan mulai mengganti alih untuk memberi pencahayaannya kepada bumi.
Nada suka duduk sendirian di Tepian. Sejauh mata memandang sungai Mahakam dengan pantulan cahaya-cahaya dari ratusan bangunan menjadi pemandangan yang menenangkan. Namun malam ini, setelah tiga hari ia sendirian di kota ini, ada seseorang yang berani duduk di sebelahnya.
"Boleh gak aku duduk di sini? Tempat lain udah penuh."
Nada mengangguk kaku. "Bo-boleh."
"Aku Angel. Kamu?"
Nada tidak tahu apakah orang-orang Samarinda memang se-ramah ini atau bagaimana, namun ia tetap membalas jabatan tangan perempuan itu. "Gu-- aku Nada."
Angel nampak terkejut, lantas tersenyum manis untuk menutupi kegugupannya. "Bukan orang Samarinda ya?"
"Iya." Nada mengangguk. "Dari Jakarta."
"Sama dong. Aku juga bukan orang Samarinda."
Nada tampak tertarik. "Lo dari mana?"
"Aku dari Balikpapan."
Terdengar agak asing, namun familier juga di telinga Nada. Enggan bertanya lebih lanjut akhirnya ia memutuskan untuk kembali diam. Sedangkan di sebelahnya Angel nampak celingak-celinguk mencari seseorang.
"Apip!"
Nada ikut menoleh saat Angel meneriaki seorang laki-laki tinggi berkaca mata. Sekali lihat saja Nada tahu kalau laki-laki itu yang Angel cari sebab sosoknya sekarang datang menghampiri Angel sambil mengumpat.
Sedangkan perempuan di sebelahnya? Dia malah cengengesan.
"Heh! Yang lain udah dimarahin Putri gara-gara kamu ilang, ga taunya malah nyantai duduk di sini. Anjing banget ini orang."
Jujur saja, Nada sempat kaget. Sebab laki-laki ganteng dengan kulit cerah itu nampak kalem. Namun sekali bersuara, ia malah mengatai perempuan yang duduk di sebelahnya binatang. Ternyata orang Kalimantan sama dengan orang-orang di kota lahirnya. Meskipun orang sini tidak menggunakan lo-gue, tetap saja sekali menyapa dengan nada nge-gas.
KAMU SEDANG MEMBACA
RANADA ☑️
Teen FictionTentang mereka yang ingin bebas namun takut kehilangan. Orang-orang egois yang terus saling menyakiti hanya karena memikirkan perasaan sendiri. Nada dan Revan sudah melewati banyak waktu bersama-sama. Tidak pernah Nada bayangkan kalau mereka akan b...