"Lagi! Gue mau main lagi!" Baru saja datang, Dean langsung menaruh dompetnya ke atas meja. Della tersentak kaget, lalu beradu pandang dengan Nazam yang berdiri di samping Dean.
"Kok lo jadi ketagihan gitu sih?!" Nazam menyikut lengan Dean, lalu menarik kursi di samping Della dan duduk. "Duduk lo! Kesini mau makan apa taruhan?"
Dean berdecak, kentara sekali kalau dia sedang kesal. Gara-gara kalah bermain tebak-tebakkan melawan Della dan Nazam kemarin, ia jadi tidak bisa tidur.
Bukan masalah isi dompetnya yang harus rela ia berikan sebagai tanda kekalahan. Namun karena Dean tidak habis pikir, bagaimana mungkin dia kalah.
"Gue mau main lagi! Ayo cepet, kasih gue pertanyaan."
"Bisa jatoh miskin lo nanti!" balas Nazam, jadi ikut kesal. Dia benar-benar lapar sekarang karena saat istirahat pertama tadi guru yang mengajar di kelasnya memberi tugas tambahan.
"Biarin aja! Malah bagus."
Della dan Nazam membulatkan matanya. Tidak mengerti dengan jalan pikir Dean.
"Udah deh Yan, besok-besok lagi. Duit dari lo kemarin aja gak habis-habis." Della mendorong dompet Dean di atas meja.
"Kali ini gue bakal menang." Dean berusaha optimis.
"Justru itu! Gue gak punya uang buat dijadiin taruhan."
Dean menggeleng cepat. "Gak perlu! Gue gak butuh uang. Gue cuma butuh menang,"
Nazam mendengus gusar, ingin sekali memukul kepala Dean agar anak itu berhenti membuat dirinya pusing.
"Lo diam ya Yan! Gue tendang mulut lo gak lama." Nazam berseru kesal.
Dean terdiam, lalu menunduk sambil memandangi meja. Dean sedang memikirkan cara agar kedua orang di depannya ini mau bermain lagi.
Bagaimana mungkin dia kalah dari keduanya? Tidak bisa. Dean harus mengambil harga dirinya yang jatuh di rumah Della kemarin.
Kalau tahu akan sebegini rumitnya, Dean tidak akan mau menemani Nazam main di rumah Della. Seharusnya dia diam saja di kamar, tidak perlu kemana-mana.
"Kak Della gak pesan makan?" Nazam bertanya setelah matanya jengah mengawasi Dean.
"Nggak, gue nunggu yang—" Mata Della langsung membulat saat sadar apa yang akan dia katakan. Cewek itu langsung teringat sesuatu. "Astaga! Astaga! Gue baru ingat!"
Della langsung berdiri dari duduknya, lalu menarik lengan Dean hingga membuat cowok itu tersentak kaget.
"Kenapa? Sekarang mau main?" tanya Dean antusias.
"Iya! Nanti kita main, tapi lo pergi dulu! Pergi!"
"Main disini!" Dean menahan tangannya, tidak mau berdiri. Tidak peduli kalau Della hampir jatuh karena berusaha menariknya agar mau pergi.
"Kenapa kak?" tanya Nazam bingung.
"Lo bawa anak ini pergi! Cepet pergi sebelum Ila—"
"Kenapa sama gue?"
"Astaga naga!" Della tersentak kaget, ia mundur hingga beberapa langkah saat mendengar suara dari arah belakang.
Ila berdiri di sana dengan wajah datar. Kedua mata Della membulat sempurna, lidahnya langsung kelu. Tidak memperdulikan reaksi sahabatnya, Ila duduk di samping Nazam, tempat duduk Della tadi.
Nazam melirik Ila di sebelahnya, lalu melayangkan tatapan peringatan kepada Dean. Sekarang dia paham kenapa Della menyuruh Dean pergi.
Sadar kalau dia sedang di perhatikan, Dean mengangkat wajahnya, lalu mengeryit saat Nazam dan perempuan di depannya sedang melayangkan sorotan yang berbeda kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RANADA ☑️
Teen FictionTentang mereka yang ingin bebas namun takut kehilangan. Orang-orang egois yang terus saling menyakiti hanya karena memikirkan perasaan sendiri. Nada dan Revan sudah melewati banyak waktu bersama-sama. Tidak pernah Nada bayangkan kalau mereka akan b...