32 || Saya Atau Kak Revan?

265 29 1
                                    

Hal paling menyenangkan dari pertemanan mereka sejak kelas 10 adalah hari ulang tahun Adiba yang selalu bertepatan pada saat-saat yang memusingkan.

Contohnya kelas 10 dan 11 waktu mereka sedang pusing belajar untuk ulangan kenaikan kelas. Lalu sekarang, ketika mereka sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan ujian kelulusan.

Meskipun selalu mendekati momen penting sekolah, Ayah dan Bunda Adiba tidak pernah melewatkan ulang tahun Adiba begitu saja.

Setelah mereka semua pulang sehabis mendapat jam bimbel tambahan dari sekolah, kelima perempuan itu pergi menuju kafe milik Diva, Bunda Adiba.

Sebetulnya kafe ini lebih cocok disebut tempat makan gratis untuk anak-anak kurang beruntung. Sering disebut kafe hanya karena tempat itu tidak memiliki nama. Dan alasan lainnya, menyebut 'kafe' lebih mudah daripada yang lain.

Setelah menikah Diva memang gemar memasak. Dan memasak untuk anak-anak itu adalah hal yang paling ia gemari. Makanya Fikram, suaminya, mendirikan kafe itu agar Diva memiliki tempat yang lebih dekat dengan anak-anak yang suka lontang-lanting di jalan.

"Bundaaa!" Bukan, itu bukan Adiba yang memanggil Diva seperti itu. Melainkan Della.

Keempat temannya dengan spontan memutar bola mata malas. Membiarkan Della berlari seperti anak kecil menuju Diva yang sedang berbicara dengan seorang anak dengan baju yang tak layak pakai.

"Lho.. Udah selesai bimbelnya Dell?" Diva bertanya setelah Della mengambil posisi di sebelahnya. Sedangkan anak kecil yang tadi Diva ajak bicara sudah mulai sibuk memakan es krim di atas meja.

"Udah Bun." Balas Della dengan nada lembut.

"Jangan mau ketipu Tan. Manggilnya aja Bunda-Bunda. Pasti ada maunya," Raya mengompori.

Diva tergelak lucu, lantas membawa kelima perempuan itu untuk menuju meja kosong lain. Kafe sore itu tidak terlalu ramai. Hanya diisi oleh beberapa anak jalanan dan dua orang perempuan yang biasanya membantu Diva memasak.

"Hari ini menu Tante ada makanan beratnya gak?" Tanya Della tanpa tahu malu.

"Ada sayang. Kan setiap hari memang ada makanan berat." Diva tersenyum manis. "Kalian semua makan dulu ya?"

"Boleh!" Raya dan Della langsung setuju.

"Nada minum aja Tante."

"Ila nggak makan. Diet,"

Diva memegang lengan keponakannya. "Kalo Ila mau Tante bisa buatin pasta. Tante tau kok selera makan Ila."

"Nggak Tante." Ila menolak secara halus. "Harus Diet ini. Beneran kok gak papa."

"Bukan Mamimu yang maksa kan?" tanya Diva antisipasi. Tidak ada yang tahu kan mungkin saja adik iparnya menyuruh Ila untuk mengikuti jejaknya menjadi model papan atas.

Ila menggeleng. "Jadi model kan emang kemauan Ila. Mami gak pernah maksa."

"Bener?"

"Iya Tante."

"Oke deh." Diva mengangguk percaya. Matanya lalu mengarah pada anak perempuannya yang tidak tahu sejak kapan sudah pindah ke kursi lain, duduk bersama dua anak jalanan yang sedang makan seperti orang tidak bertemu nasi berhari-hari.

"Adiba." Panggil Diva, membuat anak gadisnya langsung menoleh dengan tatapan tanya. "Bunda minta tolong telepon adikmu suruh ke sini ya nak?"

Adiba mengangkat ibu jarinya ke udara. "Oke Bun."

Diva mengangguk saja, lalu pamit menuju dapur untuk membuatkan gadis-gadis itu makan serta minum.

Sesaat setelah Diva pergi, tidak lama kemudian Adiba kembali ke meja teman-temannya. Tujuan mereka ke sini tak lain dan tak bukan adalah ulang tahun Adiba.

RANADA ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang