Seharusnya memang ia tidak usah macam-macam jika tidak ingin pusing sendiri seperti sekarang.
Revan baru saja kembali dari kelas Gilang karena ia sudah tidak tahan memendam apa yang ia rasakan seminggu ini. Namun sialnya Karin juga ada disana.
Jam kosong yang Revan punya habis hanya untuk mendengar berbagai makian dari pacar sahabatnya itu. Dan yang lebih menyedihkannya lagi, Gilang setuju kalau Revan memang perlu di maki atas kelakuannya.
Memangnya Revan harus bagaimana lagi jika tidak bertanya kepada mereka perihal kebimbangannya mengenai Nada dan Aliyah?
Tapi lagi-lagi ucapan menusuk Karin benar-benar seakan menamparnya dengan mutlak.
"Ngapain mikirin Nada lagi? Emangnya dia mau balik sama lo lagi? Lo buka mata Van, sadar lo! Apa perlu gue tampar sekarang juga biar ngerti?"
Revan tidak benar-benar di tampar. Mendengar kata-kata Karin saja sudah sangat sakit seperti di pukuli.
Cowok itu mengerang frustasi sambil mengacak rambut hitamnya. Seluruh sekolah sedang jam kosong setelah melewati ulangan kemarin. Tinggal dua bulan lagi ujian kelulusan, tapi Revan malah memikirkan hal lain.
Kedekatan Nada dengan seorang laki-laki dari kelas 11. Revan tidak mungkin salah duga karena semua orang sedang membicarakan hal ini.
Namun ia bisa apa selain berkutat dengan pikirannya sendiri? Revan bukan lagi pacar Nada. Kegelisahan hatinya saat ini tidak akan mengubah apa-apa.
"Van boleh minta tolong ga?" Revan menoleh dengan cepat ketika telinganya cukup kenal dengan suara lembut barusan.
"Boleh Nad. Kenapa? Ada apa?" Balas Revan bersemangat.
Nada mengeryit sebentar, lalu ikut duduk di sebelah Revan. Keduanya sedang duduk di kursi panjang yang terletak di depan kelas mereka.
"Bisa ajarin gue soal nomor delapan ga Van? Gue udah nanya yang lain tapi mereka malah nanya balik ke gue."
Revan mengangguk, lantas mengambil buku paket soal kimia di tangan Nada. Tidak sampai dua menit, buku itu sudah Revan kembalikan lengkap dengan rumus yang sudah Revan tulis.
"Ini rumus paling mudah Nad. Gue yakin lo udah tau tanpa gue jelasin."
"Oh, pake rumus yang ini! Astaga bodoh banget gue gak paham sama soalnya."
Revan tersenyum kecil melihat reaksi Nada. Orang mana pun pasti tahu kalau perempuan ini menarik meski hanya melamun. Dalam ekspresi apa saja Nada terlihat menggemaskan.
"Ranada."
Gerakan tangan Nada yang sedang menulis langsung berhenti ketika Revan memanggilnya seperti itu. Kebiasaan Revan ketika mau membicarakan hal yang penting.
"Kenapa?"
"Lo beneran lagi dekat sama adkel?" tanya Revan tanpa basa-basi.
"Kenapa memang?" balas Nada balik bertanya.
Revan mengeryit. Seharusnya Nada sudah tahu kalau ia tidak suka jika pertanyaannya di abaikan.
"Gue nanya deluan Nad."
"Iya dekat."
"Cuman teman doang kan?" Revan menarik kesimpulan.
"Iya teman."
"Jangan suka dia."
Kali ini Nada yang mengeryit. "Kenapa gitu?"
"Secepat itu lo bisa suka sama orang lagi? Segampang itu lupain gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RANADA ☑️
Teen FictionTentang mereka yang ingin bebas namun takut kehilangan. Orang-orang egois yang terus saling menyakiti hanya karena memikirkan perasaan sendiri. Nada dan Revan sudah melewati banyak waktu bersama-sama. Tidak pernah Nada bayangkan kalau mereka akan b...