5. BERTEMU AKBAR

436 62 2
                                    

Nalekha

Tak terasa ini adalah hari kedua aku berada di Kota Kairo. Besok aku akan pulang ke Indonesia. Sebenarnya diriku masih ingin berjalan dan mengetahui seluk beluk kota seribu menara ini. Tetapi, satu minggu lagi aku akan menikah.

"Yah ... malah melamun. Ini aku bawain sarapan," Nova membawa tiga gelas susu di tangannya.
"Hai sohib-sohibku! Lihat aku masak nasi goreng plus cinta," teriak Naila yang menaruh semangkuk besar nasi goreng di meja.

"Masyaallah, Nai. Jangan teriak-teriak! Ini masih pagi juga," tegur Nova.

"Eh, ini enak lo! Masa iya di Mesir kita makan nasi goreng?" keluh Naila yang akan duduk bergabung bersama Nalekha dan Nova.

"Kalian ini, kenapa sih selalu ribut? Aku makan, ya, Nai," ucapnya keheranan melihat tingkah laku kedua sahabatnya.

Sepanjang sarapan Nalekha hanya memandangi kedua sahabatnya. Entah berapa lama mereka menjadi sahabat tak ada kata bosan di antara ketiga. Sebentar lagi pasti kehidupan Nalekha akan berubah selain akan menyandang istri orang lain. Dirinya juga akan berjauhan dari Naila dan Nova, mereka tidak akan lagi pergi dan bermain bersama lagi.

Naila dan Nova, mereka adalah diary harianku semua perjalanan tentang kehidupanku mereka menyaksikan bahkan mereka menemaniku dalam segala kondisiku.

Siang harinya kami melanjutkan perjalanan ke Masjid Ibnu Tulun atau yang dikenal dengan Masjid Al-Maydan adalah salah satu tempat wisata Mesir yang menarik. Meski masjid ini sudah berumur ratusan tahun, tetapi tempat ini masih kokoh karena masih terawatt baik. Sebenarnya, Nova dan Naila sudah pernah ke sini sewaktu lomba tahfiz quran beberapa minggu yang lalu.

Masjid ini besar sekali. Aku masih takjub dengan rumah Allah yang satu ini. Tempat ini berada di tengah kawasan Al-Qatai yang merupakan bekas kota keluarga kerajaan dinasti Ibnu Tulun, Al-Qatai, sekitar dua kilometer dari wilayah kota tua Al-Fustat, Al-Basatin, Al-Saliba Street, Kairo, Mesir.

Sore harinya, sebelum kami pulang ke Indonesia, kami meluangkan waktu untuk mengunjungi salah satu wisata yang terkenal dan jaraknya pun tidak terlalu jauh dengan tempat peristirahatan kami, yaitu Al-Azhar Park. Di tempat ini, kami sedang menikmati taman yang indah di tengah hiruk pikuk Kota Kairo yang lebih panas dari Indonesia.

Tidak lupa juga, kami mengabadikan kenangan ini dengan pengambilan tangkap foto dengan kamera kecil milikku.

Drrrt drrrt. Gawaiku bergetar dan menampilkan nama 'Mas Fawwaz' di layarku.

"Assalamualaikum, Mas. Ada apa?"
"Waalaikumsalam, Lekha. Bagaimana keadaanmu sekarang?"
"Alhamdulillah, atas izin Allah. Nalekha baik-baik saja. Bagaimana dengan Mas?" tanyaku.

"Mas juga baik. Oh iya, kapan kamu pulang ke Indonesia? Biar Mas saja, ya, yang jemput kalian?"
"Mas akan jemput? Tidak usah repot-repot, Mas. Biarkan saja kami pulang sendiri. Lagi pula besok 'kan Mas kerja."

"Kamu menolak tawaran Mas? Apakah kamu lupa Mas ini calon suamimu? Mas tidak mau ada apa-apa dengan calon istri Mas," seru dia padaku.

DEG! Jantungku berdetak. Apa ini rasa jatuh cinta? batinku.

"Kok gak dijawab? Sudahlah, Mas tidak mau lagi mendengar ada kata penolakan. Besok Mas jemput jam delapan, 'kan?"

"Baiklah, Mas, kalau Mas ingin jemput. Assalamualaikum, Mas."

"Waalaikumsalam."

Nova dan Naila yang sejak dari tadi menunggu aku ditelpon, mereka langsung mendekat ke arahku
"Cie .... Cie ... yang ditelpon sama calon suami, kok pipinya merah," canda Naila menyerbuku.

Nalekha [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang