6. KAIRO?

356 57 2
                                    

"Apakah mencintaimu itu harus sesakit ini?"

Nalekha

Dua hari berlalu kami sudah tidak lagi berjumpa, ya semenjak hari itu. Hari yang membuatku kacau, aku dan Mas Fawwaz tidak pernah bertemu kembali. Aku tak pernah membicarakan soal ini kepada abi dan umi. Meski aku tak tahu apakah tak lama lagi aku akan benar menikah atau pernikahan ini tidak akan pernah terjadi.

"Lekha," tegur Abi duduk di sampingku.
"Iya Abi," aku melirik abi.

"Bagaimana kamu dengan Fawwaz? Semenjak kamu pulang dari Kairo, Fawwaz tidak pernah main lagi ke sini?" tanya abi.

"A-aku baik-baik saja kok sama Mas Fawwaz, Bi. Mungkin dia sibuk sama kerjaannya di pabrik," jawabku gugup.

"Fawwaz emang pekerja keras. Biarkan saja dia menyelesaikan pekerjaannya. Sebelum dia menikah denganmu nanti," ucap Abi.

"Bi? Apakah Nalekha bisa minta waktu untuk pernikahannya mundur, Lekha rasa belum siap menjadi istri yang baik bagi orang lain," tanyaku ragu dan mataku mulai memanas.

"Memang kenapa, Nak? Kenapa kamu menangis? Bicaralah pada Abi. Sebenarnya abi sudah tahu sesuatu tentang kalian," pinta Abi.

"Sebenarnya Nalekha sudah ingin menikah dan membuka hati untuk Mas Fawwaz. Tetapi Nalekha takut karena undangan kita sudah disebar," ucapku pelan dan mulai menangis.

"Ada apa dengan kalian? Fawwaz juga ingin membatalkan pernikahan ini tapi orang tuanya tetap ingin menjodohkan dengan kamu. Abi bingung apa yang sebenarnya terjadi dengan kalian?" tanya Abi.

"Kalau begitu Abi akan bicarakan persoalan ini dengan keluarga Fawwaz. Tidak masalah kalau pun keputusannya pernikahan kalian akan dibatalkan. Abi menikahkan kamu agar kamu bahagia, tapi jikalau kamu gak bahagia, Abi tidak akan melanjutkan. Abi mau yang terbaik untuk kamu." lanjut Abi menghapus air mataku.
Terima kasih, ya, Allah telah memberikan ayah sebaik Abi.

***

12 April

Sekarang sudah menginjak tanggal 12 April. Hari di mana aku dan Mas Fawwaz seharusnya sedang melangsungkan pernikahan. Meskipun kejadian waktu itu mengubah segalanya, tapi aku tahu bahwa Allah punya rencana baik untukku. Tetapi ada rasa yang mengganjal, tanpa pikir panjang lagi aku langsung mengambil handphoneku dan mengetikkan pesan untuk seseorang.

To: Mas Fawwaz
Assalamualaikum, Mas. Mungkin aku gak pantas kirim pesan ini ke kamu. Aku mau minta maaf, jikalau dulu aku pernah mengganggu hubungan kamu dan Mbak Hawa. Sebenarnya gak ada niat apapun, tetapi aku mohon sampaikan pesan maafku untuk mbak Hawa.
Semoga kalian selalu berbahagia, ya.
Wassalamualaikum.

Ada rasa ragu yang menghampiriku saat menekan tombol send, tapi aku ingin sekali meminta maaf pada Mas Fawwaz dan Mbak Hawa karena rasa bersalahku terlalu besar untuk mengganggu hubungan mereka.

"Lekha?" panggil Umi. "Ini ada nak Naila sama nak Nova ke sini."

"Iya, Umi. Suruh mereka ke sini saja, Mi," balas Nalekha.

Tok, tok!

"Masuk aja gak dikunci," pintaku.

"Assalamualaikum," salam Naila dan Nova kompak.
"Waalaikumsalam."

"Ini punyamu, Lekha," Naila menyodorkan paperbag berwarna kuning.

"Apa ini? Astaghfirullah ini topi buat Mas Fawwaz. Kalian dapat darimana?" Nalekha memperhatikan topi waran biru dengan merek chanel yang tercantum di topi itu.

"Kamu itu yang kelupaan pas kamu lari topinya jatuh. Sudahlah jangan dibahas lagi, Nalekha. Kamu harus melupakan dia," saran Naila dengan sedikit marah.

Nalekha [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang