Selesai latihan theater, Rindu mengambil tasnya dan ingin segera menghampiri Nino.
Gama menatap Rindu. "Diluar hujan. Lo mau balik?"
"Iya."
"Sama siapa?" tanya Gama lagi. Rindu mendekatkan wajahnya kedekat telinga Gama.
"Cowok berang-berang, nggak usah kepo," bisik Rindu.
"Cewek berang-berang, berang-berang itu bisa jadi hewan langka yang harus dilindungi. Makanya, gue sebagai warga negara yang baik membantu tugas kepolisian untuk melindungi hewan langka," ujar Gama.
Rindu menatap Gama geram lalu menginjak kaki Gama tanpa aba-aba sehingga membuat Lelaki itu kesakitan. "Tapi—gue bukan berang-berang!"
"Assalamualaikum." Rindu melepaskan injakannya pada kaki Gama.
"Waalaikumsalam."
Rindu lalu pergi meninggalkan ruang theater, meninggalkan Gama yang kakinya habis ia injak.
Gama juga ikut keluar menatap langkah Rindu yang belum terlalu jauh dari ruang theater.
"Cewek berang-berang! Awas lo ya!" teriak Gama.
Rindu menoleh kebelakang dan hanya meledek Gama dengan wajahnya.
Rindu segera bergegas menuju lapangan basket untuk menghampiri Nino. Matanya membulat mencari keberadaan sosok Nino. Namun nyatanya ia tak menemukan siapapun disana. Padahal sekarang tengah hujan, sesungguhnya Rindu tak begitu menyukai hujan karena bisa saja petir datang menyertainya. Namun ia tetap disini untuk mencari keberadaan lelaki itu.
Seseorang menepuk bahu Rindu sehingga Rindu menoleh ke belakang. "Hai, Rin. Ngapain?"
Itu Rafa, salah satu anggota basket SMA Samudera juga. Lalu Nino dimana?
"Gue—nyari Nino, Raf. Lo tau Nino dimana?" tanya Rindu. Rafa mengerutkan dahinya.
"Nino kayaknya udah balik deh, Rin. Emangnya dia nggak bilang kalo mau duluan?" tanya Rafa. Rindu menggelengkan kepalanya lalu tersenyum kearah Rafa.
"Yaudah makasih ya, Raf." Rindu segera meninggalkan lapangan basket itu. Mungkin Nino sudah menunggunya di parkiran, Rindu berjalan cepat serta menerobos hujan menuju parkiran. Apakah ia terlalu lama berlatih theater sehingga Nino memilih untuk pulang duluan?
Hujan semakin deras membasahi SMA Samudera, Rindu memicingkan matanya. Di gerbang sana terlihat dua orang yang sedang berboncengan. Mereka tampak seperti Nino dan Feli. Namun derasnya hujan membuat Rindu tak terlalu dapat melihatnya dengan jelas.
Ketika Rindu ingin mengejar motor itu untuk memperjelas siapa pemiliknya seketika petir melengkapi hujan yang turun di kala senja itu. Rindu menutup kedua telinganya rapat-rapat, suara guntur yang bergemuruh juga memenuhi isi telinga Rindu sekarang. Sehingga pikirannya benar-benar kalut, kepalanya terasa sangat pusing, ia benar-benar sangat ketakutan sekarang. Apa yang ia lihat juga menjadi buram saat ini.
No, lo dimana? Gue takut.
Ia sangat berharap jika Nino ada disini bersamanya sekarang, Rindu benar-benar takut dengan suara bergemuruh yang terus memenuhi telinganya.
Semua hal itu seakan terulang kembali. Rindu memang punya kenangan buruk dengan gemuruh. Setelah Rindu bertemu dengan utusan monster baik hari itu, Rindu pulang kerumah namun tidak ada Mama dan Abangnya disana. Setelah Rindu tanya pada Papanya, pada awalnya Papanya tak mau menjawab. Namun, Papanya bilang jika Mama dan Abangnya meninggal ketika hari itu mereka pergi ke Surabaya.
Namun Rindu harus tetap dirumah karena ia masih harus sekolah. Papanya bilang, mereka meninggal karena kecelakaan pesawat. Cuaca buruk yaitu hujan petir dihari itu penyebab kecelakaan pesawat itu. Dan sampai sekarang, jasad mereka tak bisa ditemukan. Mulai hari itu, Rindu benar-benar benci ketika suara petir yang bergemuruh datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rindu [Sudah Diterbitkan]
Teen Fiction#1 in Teenfiction [26/09/2020] "Apa gunanya kehadiran gue kalo lo selalu anggep gue nggak ada?" "Bukannya lo yang nggak pernah anggep gue ada? Emang gue siapa buat lo?" Apakah kau pernah saling mencintai namun sama-sama menganggap jika kehadiranmu t...