11. Heartbreak

207K 14.7K 2K
                                    

Rindu memasuki kelasnya, ketika Rindu hendak duduk di bangkunya. Nino yang ada di kursi depannya menatapnya dengan tajam. Matanya mengikuti arah langkah Rindu.

Ketika Rindu menatapnya balik, Nino mengalihkan pandangannya. Sedangkan Feli, sedang berada diantara teman-temannya yang notabene adalah biang gosip.

Rindu menghela napas sejenak lalu duduk di kursinya.

Seharian Nino tak bicara dengannya, seharian Nino hanya menatapnya dengan tatapan datar, seharian juga Feli melemparkan tatapan sinisnya pada Rindu, seharian juga teman-teman Feli menyindir Rindu dengan sindiran halus.

Bel pulang sekolah seakan surga bagi Rindu, Rindu merapikan seluruh barang-barangnya dan keluar dari kelasnya.

Rindu menyusuri koridor dengan tatapan kosong dan dengan perasaan yang masih tak bisa dijelaskan. Rindu duduk di kursi yang ada di tepi koridor seraya memejamkan matanya.

Apakah mencintaimu sesakit ini? Apakah mencintaimu harus tanpa belas kasihan seperti ini?
Aku tahu mungkin dia hancur dengan kenyataan ini.
Aku tahu mungkin kau kecewa dengan hal yang kau dengar.

Lalu, bagaimana dengan aku?
Apa kau pikir selama ini aku baik-baik saja?
Bagaimana tentang aku yang memendam rasa sendirian selama ini?
Bagaimana tentang aku yang tak ingin engkau tahu tentang perasaanku agar kau terus bahagia?

Bagaimana luka yang tertoreh didalam hatiku hanya untuk melihat seukir senyuman di bibirmu?
Bagaimana tentang luka dihatiku yang tak jua kering?

Jika mencintaimu adalah sebuah kesalahan, tolong ajarkan aku untuk berhenti melakukan kesalahan yang sama.
Karena aku tak tahu mengapa perasaan ini hanya untukmu.

Jika aku bisa, mungkin aku akan biarkan hatiku memilih pada siapa ia akan berteduh.
Tolong, sekali lagi aku tanyakan padamu tentang ini.

Apakah aku salah karena aku mencintaimu?
Mengapa mencintaimu harus sesakit ini?

Rindu meraup kedua wajahnya dengan air mata yang terus mengalir sedari tadi. Ia menghela napas berat, mengapa? Mengapa harus seperti ini? Ia tak mempermasalahkan jika ia tak dapat memiliki Nino, namun mengapa harus seperti ini?

Seketika saja, sosok Feli datang dengan mata yang menajam dan mata yang melebam. Sepertinya gadis itu habis menangis. Ia menghampiri Rindu yang tengah duduk di pinggir koridor.

"Rin, maksud lo apa?" Feli berteriak tepat di depan wajah Rindu.

"Gue nggak pernah ya ngelarang Nino buat tetep sahabatan sama lo. Tapi bener 'kan, ujung-ujungnya lo juga suka sama Nino!"

"Lo kenapa sih nggak bisa sadar diri? Nino itu udah jadi milik gue, Rin!"

"Harusnya lo sadar diri kalo dia nggak anggep lo lebih dari seorang sahabat. Dia nggak suka sama lo! Lo nggak usah kegatelan deh!"

Iya, memang seharusnya Rindu tahu diri.

"Gue nggak ada niat rebut Nino dari lo, Fel."

"Terus? Maksud artikel itu apa?"

"Emang dasarnya lo murahan kan, Rin? Cepat atau lambat juga lo bakal rebut Nino dari gue!"

"Emang dasarnya lo murah, Rindu," ujar Feli seraya membulatkan matanya kearah Rindu. Rindu yang posisi awalnya duduk akhirnya berdiri, ia menatap Feli yang ada didepannya dengan tatapan geram.

"Fel, gue nggak masalah dengan apa yang lo omongin tadi. Tapi tolong, jaga mulut lo!"

"Tapi emang faktanya lo murahan, Rindu!"

Tentang Rindu [Sudah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang