17. Different

201K 14.2K 1.1K
                                    

Akhirnya Rindu memutuskan untuk kembali pulang, karena Gama memang tak akan datang. Ia duduk di sofa rumahnya dan mengambil ponselnya. Ia membuka notifikasi yang terus menerus masuk di ponselnya. Yang lebih membingungkan lagi, sosok pengirim yang ia tak tahu siapa itu mengirimkannya pesan kembali setelah hampir sebulan ia tak menghubungi Rindu.

Unknown: Rindu, aku tak mau air matamu menetes lagi. Andai saja aku cukup berani, pasti sudah ku habiskan orang yang membuatmu kembali menangis. Aku sayang kamu, semoga kita cepat berjumpa.

Rindu mengerutkan dahinya. Ia mengubah posisi duduknya. Sebenarnya, siapa sosok misterius itu? Dan apa maksudnya mengirim pesan itu kepada Rindu?

RinduPressila: Lo siapa sih?

Unknown: Nanti kau juga tahu. Yang terpenting hapus dulu air matamu. Atau keberanian ku akan datang dan ku habiskan dia yang membuatmu menangis.

Rindu berdecak kesal. Nanti kau juga tahu? Namun kapan? Lagi juga siapa dirinya? Mengapa ia tahu jika Rindu tengah bersedih? Apakah itu Gama? Bukankah rasanya mustahil?

Namun siapa yang mengetahui jika Rindu tengah bersedih kalau bukan Gama? Waktu terakhir pesan itu Rindu terima pun, katanya Rindu akan mengetahui dirinya setelah mengobati lukanya. Ketika Rindu pergi ke UKS untuk mengobati lukanya, yang ia temui adalah Gama. Apakah mungkin jika pengirim misterius itu adalah Gama?

RinduPressila: Nanti kau juga tahu? Sampai kapan? Sampe monyet bertelur? Sampe berang-berang bisa terbang? Sampe gorengan di kantin sekolah gue gratis semua?

Unknown: Sampai pada waktunya, berbahagialah.

Kepala Rindu terasa pusing karena terus menerus menangis. Apalagi ditambah dengan pesan aneh yang tak tahu siapa pengirimnya.

Rindu memejamkan matanya sejenak untuk sekadar menenangkan dirinya, namun ada saja yang mengganggunya lagi. Bi Minah datang dan menepuk pelan pundak Rindu.

"Non."

Rindu membuka matanya malas.

"Di depan ada pacar Non Rindu."

Rindu mengerutkan dahinya. Ia beranjak mengubah posisi duduknya dan menatap Bi Minah. "Siapa?"

"Ih Si Non, sama pacar sendiri masa lupa?"

"Aden ganteng yang waktu itu main kesini loh, Non."

Rindu menghela napas sejenak. "Gama?"

Bi Minah mengangguk seraya tersenyum penuh arti. "Ngakuin juga, Non."

"Samperin atuh. Kasian hujan-hujan kesini."

Rindu memutar kedua bola matanya malas. "Suruh pulang aja."

"Bilang sama dia, Rindu lagi tidur." Rindu bergegas memasuki kamarnya dan meninggalkan Bi Minah di ruang tamu.

Bi Minah menggaruk belakang kepalanya yang tidak terlalu gatal. "Aih gimana atuh barudak."

Rindu memasuki kamarnya lalu merebahkan tubuhnya diatas kasur dan menutup telinganya rapat-rapat dengan bantalnya agar ia bisa tertidur, agar suara hujan yang masih berjatuhan tak terdengar lagi di telinganya.

Entah mengapa, ia sudah malas untuk membahas dialog bersama Gama. Ia malas. Ia sudah terlalu kesal sehabis berhadapan dengan gemuruh petir yang memenuhi isi telinganya. Andaikan Gama datang lebih cepat, pasti kejadiannya tak akan seperti itu.
Suara ketukan pintu kembali mengganggu ketenangan Rindu. "Non."

"Non Rindu."

Suara Bi Minah yang disertai dengan suara ketukan pintu terus memenuhi isi telinga Rindu. Rindu berdecak kesal lalu menuruni tempat tidurnya, ia membuka pintu kamarnya.

Tentang Rindu [Sudah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang