Hal yang menyakitkan adalah ketika aku mencintai seseorang yang tidak mencintaiku. Mencoba untuk selalu ada, namun mungkin nyatanya ia tak pernah menganggap jika aku ada. Mencoba untuk selalu ada, namun untuk apa? Kini, nyatanya kehadiranku tak dibutuhkan.
Mungkin bagimu cinta itu indah, mungkin juga sebagian bilang tidak. Namun bagiku cinta itu membingungkan, apakah aku harus percaya jika cinta itu memang ada?
Rasanya aku lebih percaya jika untaian kata cinta itu indah memang bukan untukku. Rasanya aku lebih percaya jika cinta itu menyakitkan dibandingkan indah.
Rindu, nama yang unik. Aku juga tidak tahu mengapa orang tuaku memberikan nama itu kepadaku. Apakah benar aku merindukan rasa percaya akan indahnya cinta?
Tuhan, ketika engkau mengirimkan dia. Apakah engkau membiarkan sang waktu untuk membuatku kembali percaya jika cinta itu memang ada? Atau malah membuatku semakin tidak percaya?
✏
Suara gemuruh memenuhi telinga gadis itu, yang membuat kedua tangan mungilnya menutup kedua telinganya rapat-rapat. Gadis berumur 5 tahun itu terus menangis tanpa henti-hentinya.
"Mama kok belum jemput Rindu?"
Gadis itu sendirian di depan halaman taman kanak-kanaknya. Suara gemuruh yang terus memenuhi telinganya membuat isak tangisnya semakin kencang.
"Mama." Gadis itu duduk seraya memeluk lututnya dengan kedua tangan mungilnya dengan air mata yang terus menerus mengalir dari matanya karena ia sangat ketakutan.
Duar. Suara petir paling besar menggelegar sehingga membuat gadis kecil itu benar-benar ketakutan, kepalanya terasa amat sakit, ia semakin erat memeluk lututnya.
Saat itu juga, sosok lelaki kecil seumuran Rindu yang tengah mengendarai sepeda meletakkan sepedanya tak jauh dari keberadaan Rindu lalu menghampiri Rindu yang tengah menangis sendirian.
"Kamu kenapa nangis? Ada monster yang gigit kamu?" tanya Lelaki kecil itu, Gadis itu mendongakkan kepalanya untuk menatap siapa yang berbicara, menghapus air matanya lalu menggeleng kuat.
"Mamaku belum datang, suara petirnya bikin aku takut. Kamu siapa?" tanya Rindu. Lelaki kecil itu tersenyum hangat.
"Kamu nggak perlu takut, petir nggak akan buat kamu celaka. Aku utusan monster baik," jawab Lelaki kecil itu. Rindu tertawa sejenak.
"Kamu bohong, mana ada monster baik?"
Tak lama kemudian suara petir besar itu kembali menggelegar dan tawa yang sempat hadir kembali hilang, Rindu kembali menangis.
"Kamu nggak usah dengerin suara petirnya, kamu dengerin aku aja."
Rindu menatap Lelaki itu yang sepertinya ingin menceritakan sesuatu.
"Aku utusan monster baik, soalnya kata Papaku aku baik hati, aku bisa diajak kerja sama buat bikin Mama aku nangis gara-gara ngasih Mama-ku kecoa."
"Kata Papaku aku juga baik karena aku udah abisin kue punya Mama."
Rindu tertawa mendengar cerita Lelaki aneh itu. "Kamu nakal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rindu [Sudah Diterbitkan]
Fiksi Remaja#1 in Teenfiction [26/09/2020] "Apa gunanya kehadiran gue kalo lo selalu anggep gue nggak ada?" "Bukannya lo yang nggak pernah anggep gue ada? Emang gue siapa buat lo?" Apakah kau pernah saling mencintai namun sama-sama menganggap jika kehadiranmu t...