Bel pulang sekolah belum berbunyi, namun Rindu sudah keluar dari kelasnya. 1 jam terakhir memang tidak ada guru, Pak Deni, guru pelajaran Bahasa Indonesia tidak masuk karena satu dan lain hal.
Rindu berniat untuk pulang lewat pintu belakang sekolah, disana ada beberapa siswa yang tengah bergerombol disana. Salah satunya adalah Gama yang berada di ujung kiri. Mungkin mereka bolos pelajaran, Rindu tak terlalu peduli.
Rindu menatap Gama dengan tatapan yang tak biasanya, tatapan Rindu sangat tajam. Gama membalas tatapan Rindu, ia terbingung mengapa Rindu ada disini? Apakah Rindu ingin bolos pelajaran juga?
Melihat Rindu hendak memanjat pagar, Gama menghampiri Rindu. "Cewek berang-berang."
"Lo mau cabut pelajaran?" tanya Gama. Mendengar Gama memanggilnya dengan sebutan cewek berang-berang, rasa sesak yang menyelinap didalam perasaannya semakin menjadi-jadi.
Rindu menatap Gama tajam. "Bukan urusan lo."
Suara Rindu juga terdengar sangat dingin, Rindu sangat berbeda. Rindu tak seperti biasanya saat berbicara dengan Gama. Gama mencoba untuk tetap tenang. "Cewek berang-berang, kata berang-berang kalo belom profesional nggak usah sok-sokan cabut."
"Gue nggak peduli," ujar Rindu ketus lalu melanjutkan niatnya untuk memanjat pagar. Rindu yang terlihat sangat aneh membuat Gama resah, ia ikut memanjat pagar itu dan menatap Rindu bingung.
"Cewek berang-berang, lo mau kemana sih?" tanya Gama bingung.
"Udah gue bilang, bukan urusan lo!" sentak Rindu. Gama mengerutkan dahinya.
"Lo kenapa?" Gama menahan tangan Rindu yang tak terlalu menggubrisnya. Ada apa dengan gadis itu?
"Lo nggak bisa denger? Bukan urusan lo, Gama!" Rindu hampir berteriak karena ia sudah kehilangan kesabarannya. Kini matanya tampak berkaca-kaca lalu menepis tangan Gama.
"Cewek berang-berang, urusan lo juga urusan gue. Lo mau gue dimakan berang-berang karena nggak jalanin tugas negara?" tanya Gama.
"Berang-berang nggak mau calon pacarnya sedih gini."
Rindu tersenyum getir, nyatanya berang-berang, utusan, dan segala tugas-tugasnya hanya sebatas untuk bahan taruhan.
Harusnya Rindu sadar, mana mungkin seorang Gama yang terkenal dingin dan menyeramkan tiba-tiba datang padanya sebagai seseorang yang sangat hangat dan menyenangkan? Ia pikir dirinya siapa?
Harusnya Rindu sadar, jika indahnya cinta memang bukan untuknya. Harusnya Rindu tak banyak berharap. Harusnya Rindu tak termakan oleh ucapan sang cowok berang-berang yang ternyata adalah seorang pembual.
"Nggak usah panggil gue cewek berang-berang," tegas Rindu. Ia mencoba untuk menunjukan kemarahannya, namun yang menjadi pusat perhatian Gama adalah mata Rindu yang semakin berkaca-kaca.
"Lo kenapa sih, Rin?" tanya Gama.
"Lo juga udah tau jawabannya, Gam."
"Ya kenapa?" Gama masih tak mengerti. Rindu kembali tersenyum getir. Sandiwara Gama ternyata bagus juga ya.
"Gue kecewa sama lo." Rindu menatap Gama tajam tetapi Gama tetap menatap Rindu dengan tatapan teduh seperti biasanya.
"Ya lo kenapa, Rin?"
"Lo brengsek, Gam!"
Rindu tertawa sinis. "Mending lo jauhin gue."
Tak lama Rindu meninggalkan Gama sendirian dengan perasaan yang tak ia mengerti sama sekali.
Untungnya tadi Rindu tak parkir di dalam sekolah, ia parkir di tempat penitipan motor yang ada di seberang sekolahnya. Jadi, ia dapat bolos dengan mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rindu [Sudah Diterbitkan]
Novela Juvenil#1 in Teenfiction [26/09/2020] "Apa gunanya kehadiran gue kalo lo selalu anggep gue nggak ada?" "Bukannya lo yang nggak pernah anggep gue ada? Emang gue siapa buat lo?" Apakah kau pernah saling mencintai namun sama-sama menganggap jika kehadiranmu t...