Setelah itu Gama mengantar Rindu untuk pulang.
"Cewek berang-berang, lo tau nggak kalo berang-berang suka makan ikan?" tanya Gama, Rindu sama sekali tak bergeming. Tak ada sahutan sama sekali.
"Padahal ikan mahal, coba aja dia suka tempe," lanjut Gama. Namun masih tak ada jawaban dari Rindu.
"Rumput lebih murah, tapi nanti dia kayak kambing."
Rindu masih terdiam, tak lama kemudian yang terdengar oleh Gama hanya napas terisak. Tak lama kemudian ia mendengar suara tangisan Rindu yang lalu meletakkan kepalanya di punggung Gama.
Gama terdiam sejenak, mengapa gadis itu menangis? Gama melihat wajah Rindu dari kaca spion, gadis itu benar-benar menangis. "Lo nangis?"
"Cewek berang-berang, lo mau besok di mading sekolah ada kabar kalo berang-berang bisa nangis?" tanya Gama. Rindu masih terisak.
Rindu terus menangis, air mata Rindu yang mengalir dapat Gama rasakan karena gadis itu meletakkan kepalanya di belakang punggung Gama. Entah mengapa, Gama tak ingin melihat gadis itu menangis. Lebih tepatnya lagi ia tak ingin gadis itu menangis. Gama pun tak tahu perasaan aneh apa itu? Biasanya ia tak peduli seberapa banyak gadis yang menangis karena Gama menolak cinta mereka.
"Rin, kenapa?" tanya Gama. Bahkan kali ini Gama memanggil Rindu dengan namanya.
"Gue kesel sama lo," jawab Rindu semakin menangis.
"Lo pasti besok bakal bilang ke Nino 'kan kalo gue suka sama dia?"
"Besok pasti lo bakal malu-maluin gue 'kan karena gue kalah setelah nantangin lo balapan?!"
"Besok lo bakal ngasih tau ke satu sekolah 'kan?" tanya Rindu seraya menangis.
Gama menghela napas sejenak. "Enggak, Rin."
"Terus lo bakal ngundurin diri dari pentas theater?" tanya Rindu. Gama menatap Rindu dari kaca spionnya.
"Enggak, asal lo ikutin kesepakatan gue."
"Apa?" tanya Rindu yang masih sesenggukan karena menangis.
Karena penasaran, Rindu menatap Gama dari kaca spion motor Gama. Gama menatap balik Rindu dari kaca spionnya, lelaki itu tersenyum hangat. Senyuman sehangat itu tak pernah ia lihat dari wajah Gama.
"Jangan nangis ya?" tanya Gama dengan suara yang sangat lembut. Rindu menghela napas sejenak.
"Cowok berang-berang. Iya apa kesepakatannya?" tanya Rindu balik.
Gama kembali tersenyum hangat dengan tatapan teduh yang membuat siapapun ingin terus menatapnya.
"Jangan nangis lagi," jawab Gama. Suaranya sangat menenangkan perasaan Rindu yang sudah tak karuan sekarang, rasanya sama seperti setiap monster baik menenangkannya dahulu.
"Iya apa?" tanya Rindu yang masih tak mengerti dengan ucapan Gama.
Gama menghela napas kesal lalu memberhentikan motornya di tepi jalan. "Kenapa malah berhenti? Lo mau ngapain?"
Gama turun dari motornya, Rindu juga jadi turun dari motor Gama. "Kesepakatannya apa?"
"Lo mau gue balik sendiri?" tanya Rindu lagi seraya menatap Gama dengan air matanya yang masih mengalir.
Gama menatap Rindu lekat. "Jangan pernah nangis didepan gue lagi, Rindu."
Gama menyeka air mata Rindu yang mengalir deras di pipi Rindu. "Gue nggak mau liat lo nangis."
"Kurang jelas?" tanya Gama dengan suara rendah namun membuat Rindu langsung mengerti dengan maksudnya.
Rindu mengangguk lalu menyeka air matanya sendiri juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rindu [Sudah Diterbitkan]
Teen Fiction#1 in Teenfiction [26/09/2020] "Apa gunanya kehadiran gue kalo lo selalu anggep gue nggak ada?" "Bukannya lo yang nggak pernah anggep gue ada? Emang gue siapa buat lo?" Apakah kau pernah saling mencintai namun sama-sama menganggap jika kehadiranmu t...