22. Weirdness

191K 13.1K 1.3K
                                    

Semenjak kejadian itu, Rindu benar-benar menjauh dari Gama. Hubungan mereka seratus delapan puluh derajat berubah dibandingkan sebelumnya. Sudah satu minggu ini juga Rindu tak masuk sekolah, hari ini ia masuk sekolah karena Bu Lia sudah menelpon orang tuanya karena Rindu sudah terlalu lama tak masuk sekolah.

Hari ini latihan theater, namun Rindu sangat malas untuk kembali bertemu Gama. Apalagi bermain peran bersama Gama. Rindu tahu jika dirinya seharusnya professional, tapi ia masih terlalu malas dengan Gama. Oleh karena itu, Rindu mengambil tasnya dan bergegas keluar dari kelasnya untuk pulang.

Namun sialnya, ketika Rindu berjalan Bu Jeni menghampiri Rindu. "Rindu!"

Rindu menoleh, ia menghela napas sejenak.

Sial, batin Rindu kesal. Padahal ia sudah cepat-cepat pulang sekolah agar Bu Jeni tidak mencarinya.

"Rindu, kamu sakit?" tanya Bu Jeni. Rindu menunjukkan deretan giginya.

"Enggak kok, Bu. Sekarang udah enakan," jawab Rindu seraya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Bu Jeni tersenyum penuh kemenangan. "Berita bagus, berarti hari ini kamu bisa latihan 'kan? Gama udah didalem."

Rindu menarik napas sejenak, mendengar nama itu membuat hatinya kembali bergejolak. Ia sudah terlalu kecewa dengan Gama. "Bu Jeni, saya boleh nanya?"

Bu Jeni mengangguk pelan. "Kenapa sayang?"

"Anak theater ibu 'kan banyak, yang lebih jago akting dari saya juga banyak. Saya akui theater SMA Samudera sangat berkualitas dan tidak sembarangan dalam memilih peran."

Bu Jeni kembali mengangguk. "Baik, lalu?"

"Menurut saya, mungkin banyak yang lebih pantas menjadi pemain utama sebagai Cinderella dibanding saya, Bu."

"Saya mengundurkan diri untuk menjadi pemeran utama di pentas theater," ujar Rindu. Ia berharap agar Bu Jeni memenuhi permintaannya.

Ia sungguh ingin menjauh dari Gama, ia sangat malas untuk bertemu dengan Gama apalagi untuk beradu peran dengan Gama.

"Nggak, saya yang akan mengundurkan diri." Suara itu membuat Rindu dan Bu Jeni menoleh kearah sumber suara itu. Iya, sosok itu adalah Gama. Ia menatap Rindu dengan tatapan lekat sebelum Rindu memalingkan wajahnya.

"Kalian ini apa-apaan sih?"

"Rindu, kamu bilang jika theater SMA Samudera tidak pernah sembarangan untuk memilih pemeran. Ibu memilih kamu sebagai pemeran utama juga tidak main-main."

"Tapi saya nggak bisa jadi pemeran utama, Bu." Rindu tetap bersikeras seraya menatap Gama tajam. Gama masih menatap Rindu dengan tatapan lekat.

"Bu Jeni bener, biar gue yang keluar."

Bu Jeni menatap Rindu dengan tatapan serius. "Baik, jika kamu bersikeras dengan kemauan kamu. Tapi jangan salahkan saya jika grafik nilai kamu benar-benar turun!"

Bu Jeni beralih menatap Gama. "—dan kamu Gama, jangan salahkan saya jika theater SMA Samudera akan dibekukan."

Rindu menggeleng. "Nggak, Bu. Theater Samudera sudah sangat berkualitas. Biar saya yang keluar. Toh, saya bukan anggota."

"Saya aja." Suara Gama terdengar dingin namun tetap terkesan menegaskan.

"Saya aja, Bu. Ketua theater harusnya lebih punya tanggung jawab yang tinggi akan organisasinya, jadi biar saya yang keluar." Rindu menyindir Gama, Gama menatap Rindu sejenak.

"Tapi orang yang sudah ibu pilih juga harusnya bertanggung jawab. Biar saya saja yang keluar!" Gama tak mau kalah.

Bu Jeni memegangi kepalanya. "Sudah! Sudah! Tidak ada yang akan ibu izinkan untuk mengundurkan diri."

Tentang Rindu [Sudah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang