24. Leaving You

200K 13.4K 925
                                    

Rindu pulang ke rumahnya, dengan rasa kesalnya pada Gama yang semakin memuncak. Sebenarnya apa maksud dan tujuan Gama? Rindu sama sekali tidak mengerti dengan maksud lelaki itu, apalagi dengan jalan pikirannya yang selalu mengaitkan segalanya dengan berang-berang.

Sebenarnya, apa maksud dari berang-berang yang selalu Gama bawa-bawa? Apa maksud dari cewek berang-berang? Apa memang ada yang, mengutus Gama untuk membuat Rindu jatuh cinta pada seseorang?

Ditambah lagi, yang membuat Rindu bingung adalah. Untuk apa Gama taruhan dengan Nino? Memangnya mereka punya urusan apa? Lalu mengapa Rindu yang menjadi bahan taruhannya?

Rindu memarkirkan motornya di halaman rumahnya, matanya terfokus kearah mobil yang sudah lama tak ia lihat. Iya, itu mobil papanya. 2 bulan ini papanya tidak pulang karena urusan pekerjaannya di luar negeri.

Rindu memasuki rumahnya seraya tersenyum senang.

"Papa!" teriak Rindu dengan wajah yang sumringah. Namun wajahnya seketika berubah ketika Papanya sama sekali tak menggubrisnya. Pria itu malah sibuk dengan laptopnya.

Rindu menghela napas berat. Ia menghampiri papanya. "Pa, Papa udah pulang? Kenapa nggak ngabarin Rindu?"

Rion, Papanya menoleh kearah Rindu sejenak seraya tersenyum. "Hai, Sayang. Iya Papa sibuk jadinya nggak ngabarin kamu, maaf ya."

Rion masih saja sibuk dengan laptopnya dikala ia berbicara dengan Rindu. Rindu menghela napas sejenak, ia benar-benar merindukan semuanya. Merindukan kehangatan dalam keluarganya, merindukan Mamanya, merindukan abangnya.

Namun sayang, tuhan sangat mencintai Mama dan Abangnya sehingga mereka harus kembali ke pelukan tuhan terlebih dahulu. Rindu memang masih mempunyai papanya, namun apakah papanya masih peduli dengan Rindu walaupun sedikit saja?

"Papa sibuk banget ya, Pa?" tanya Rindu lalu duduk disamping Rion. Papanya memang tengah mengurus tentang data-data yang tak dapat Rindu mengerti.

"Iya, Sayang." Rion masih sibuk dengan laptopnya.

Rindu mengangguk. "Papa udah makan? Makan bareng yuk, Pa? Kita 'kan udah lama banget nggak makan bareng."

Papanya masih tak melepaskan pandangannya pada layar laptopnya. "Kamu makan duluan aja, Cantik. Nanti Papa susul."

"Tapi Rindu maunya makan bareng sama Papa, Rindu udah lama banget nggak makan bareng sama Papa."

Suara ponsel Rion berdering. Papanya berdiri dan mengangkat panggilan itu. Rion meninggalkan putri kecilnya sendiri di ruang tamu.

Rindu menghela napas berat. Matanya menatap Papanya sendu. Matanya kini berkaca-kaca. Hatinya seakan kembali bersedih.

"Pa, Rindu kangen banget sama Papa."

"Andai aja Rindu bisa jadi client Papa, pasti Papa punya banyak waktu buat Rindu."

Rindu menghela napas berat, matanya mulai berkaca-kaca. Tak lama, air mata menetes di pipi lembut milik Rindu. Rindu memasuki kamarnya dan menatap foto dirinya bersama keluarganya saat semuanya masih ada disisinya. Waktu itu, Rindu masih 5 tahun.

"Mama, Rindu kangen banget sama Mama. Rindu kangen banget disuapin sama Mama, Rindu kangen banget dimarahin sama Mama kalo Rindu nggak mau makan, Rindu kangen diajarin belajar sama Mama, Rindu kangen banget main bareng Mama, nyanyi bareng Mama."

"Sekarang Papa nggak pernah punya waktu buat Rindu, Rindu kangen banget sama semuanya, Ma. Mama yang tenang ya disana, disini Rindu cuma bisa kirim doa."

Rindu menatap foto abangnya. "Bang, abang juga yang tenang ya disana. Rindu juga kangen banget deh sama abang. Waktu abang jahilin Rindu, waktu abang ngerebut makanan Rindu, waktu abang ngerebut mainan Rindu, tapi abang selalu marahin orang yang nakalin Rindu. Rindu kangen banget sama abang."

Tentang Rindu [Sudah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang