25. Rather Far

186K 13.5K 865
                                    

[Kalau bisa bacanya sambil dengerin multimedia ya]

Setelah kejadian itu, Rindu merasa memang ada yang berbeda diantara dirinya dan Gama. Rindu sadar jika Gama benar-benar membuktikan ucapannya jika dirinya akan menjauhi Rindu. Semenjak itu, tak ada lagi yang memanggil Rindu dengan sebutan cewek berang-berang, tak ada lagi Gama yang mendadak muncul dihadapannya tanpa diundang, tak ada lagi Gama yang kadang jahil padanya, tak ada lagi Gama yang selalu ada untuk Rindu, tak ada lagi Gama yang selalu menyeka air matanya dikala Rindu menangis, tak ada lagi Gama yang selalu membuat Rindu tersenyum dan tertawa. Gama memang berubah, Gama menjadi dingin. Sikap Gama terhadap Rindu menjadi sama seperti sikap Gama dengan yang lain, Gama menjadi sangat dingin.

Anehnya, Rindu merasa seperti ada yang hilang didalam kehidupannya. Padahal apa yang hilang? Menggelikan bukan jika Rindu mengatakan hilangnya Gama yang membuat ada yang berbeda didalam hidupnya? Bukannya itu yang Rindu mau? Harusnya Rindu senang, dirinya sekarang bebas, tak akan ada lagi Gama yang mengganggunya.

Sialnya, hari ini seperti biasanya Rindu kembali telat. Namun ketika dirinya memanjat pagar kakinya sedikit terluka, tetapi Rindu tak terlalu mempedulikan itu. Rindu bergegas menuju kelasnya melalui koridor lapangan, matanya membola kearah seorang siswa kelas XII yang tengah bermain basket ditengah lapangan. Iya, itu Gama.

Gama yang dulu selalu tersenyum hangat padanya, Gama yang selalu menatapnya dengan tatapan teduh, Gama yang selalu membuatnya tertawa, Gama yang pernah membuatnya sedih karena ternyata dirinya hanya sebatas taruhan. Tetapi bukan Gama yang sekarang, Gama yang sangat dingin.

Gama mencoba melemparkan bola basket kearah ring basket, namun lemparannya meleset. Basket itu malah terarah kearah Rindu. Rindu menatap bola basket yang mendekat kearahnya dan mendekati kakinya sebelum ia menatap pemilik bola basket itu. Gama menatapnya dengan tatapan dingin, bukan tatapan hangat seperti dahulu lagi.

Rindu menatap Gama lekat, entah mengapa seperti ada perasaan sesak yang menghantui perasaannya. Mulutnya berkata pada Gama agar Gama menjauhinya, namun hatinya seakan berkata jika ia tak ingin Gama jauh namun ia tak mau dirinya hanya dijadikan sebagai bahan taruhan.

Apakah Rindu mulai mencintai Gama?

Gama menatap Rindu dingin, Rindu mengambil bola basket itu. Tetapi Gama malah memalingkan wajahnya dari Rindu lalu bergegas pergi menghampiri Alvaro, salah satu anggota theater juga ditengah lapangan. "Ro, mau gantian main basket?"

Alvaro mengangguk. "Iya, mana bolanya?"

"Di sana." Mata Gama menyorot kearah Rindu dengan tatapan yang masih mendinginkan.

"Kenapa nggak lo aja? Itu Rindu si berang-berang betina lo, 'kan?"

"Lo aja."

Setelah itu Gama meninggalkan lapangan dan juga meninggalkan Rindu yang tengah berdiri disana.

Alvaro menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Ia menghampiri Rindu di pinggir lapangan. "Berang-berang jantan sama betina lagi berantem?"

Rindu tersenyum parau. "Ini, Kak."

"Rin, kalo suka nggak usah saling gengsi. Kalo suka nggak usah saling ngejauh, malah nyakitin perasaan masing-masing. Gue tau, lo berdua saling suka 'kan?" tanya Alvaro. Rindu tak menghiraukan Alvaro, ia meninggalkan koridor itu lalu segera bergegas memasuki kelasnya.

Apa mungkin benar kata Alvaro? Mengapa ia seolah merasa kehilangan Gama? Mengapa ia seolah tak ingin Gama menjauh? Ada apa dengan perasaannya?

Setelah melalui hari yang sungguh melelahkan, Rindu kini harus berlatih theater dengan Gama. Rindu memasuki ruang theater itu, sudah ada Gama disana yang tengah memegang naskah.

Tentang Rindu [Sudah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang