"Ini antara aku dan kamu, bukan dia atau mereka. Lupakan segala nya, datang lah kepada ku. Jangan menolak! Ini perintah dari aku, jodoh mu.." -Ken.
•••
"Ma?"
Desi menegakkan tubuh nya, sengaja menjauhkan badan nya dari Laki-laki di samping nya, Willy. Desi menyeka sudut mata nya yang masih sembab dengan tisu diatas meja, lalu menatap Rea yang baru pulang dari taman sore ini.
Willy tersenyum nyengir, lalu menggaruk kepala nya yang tidak gatal salah tingkah. Laki-laki berkemeja lengan sepertiga itu menatap ramah Rea yang kini menatap nya dan Desi bergantian.
".. Rea? K-kok udah pulang?" tanya Desi memecah keheningan, ketika atmosfer berubah menjadi dingin.
Rea memutar bola mata nya, lalu duduk di sofa yang berseberangan dengan tempat duduk Desi dan Willy sekarang. Dengan santai, Rea meraih sebuah bantal kecil yang tertata di senderan Sofa, lalu memangku nya untuk mencari posisi duduk yang nyaman. "Pengen banget gitu Rea pulang lama?"
"Apa, sih? Mama tadi--"
"Tadi saya kesini mau singgah sebentar aja sekaligus bawa martabak asin, kebetulan kelebihan. Terus saya nggak sengaja nge-ciduk dia nangis sendirian, saya kira kenapa-kenapa.. Saya minta dia buat cerita. Ternyata Mama kamu cengeng gini, ya?" Kalimat terakhir Willy diucapkan setengah berbisik, mencondongkan kepala nya ke depan tepat kearah Rea.
Hal itu membuat Rea mengangguk cepat, menyetujui ucapan Willy. "IYA, BENER BANGET ITU MAH!"
"Tos dulu kalo setuju?" Willy mengangkat telapak tangan kanan nya kearah Rea dengan semangat.
"Tos!"
Rea membalas 'tos' Willy dengan tidak kalah antusias. Setelah telapak tangan Rea mendarat ke telapak tangan Willy, Laki-laki itu beralih kearah Desi dengan senyuman bangga.
"Tuh, anak kamu udah jadi pendukung ku sekarang. Kamu mau apa?" Tantang Willy, membusungkan dada nya.
Desi mencibir, menyeka sudut mata nya kembali. Wanita itu diam-diam senang, melihat Willy dengan mudah sedikit meluluhkan hati Rea. Karena seperti nya, Desi merasakan getaran di dada nya saat Ia melihat Willy untuk yang pertama kali nya. Getaran yang sama, seperti yang ia rasakan setiap ia bersama Daniel.
Desi menyimpan harapan kepada Willy, walaupun Desi tahu bahwa Willy sudah tidak asing lagi dengan yang namanya 'wanita'. Bahkan saat pementasan drama di Sekolah Rea dulu, Willy dan Desi tidak terpusat kan oleh penampilan yang tersaji didepan nya. Desi seperti nya tertarik dengan obrolan ringan mengenai Willy yang keluar dari mulut laki-laki itu sendiri. Willy tidak sungkan menceritakan berapa jumlah wanita yang ia dekati dalam per-minggu, atau berapa jumlah wanita yang pernah ia pacari, juga bagaimana perasaan Willy kehilangan Ibu dari Ken.
Bagi Desi, Willy bukan lah tipe laki-laki yang buruk. Mengingat Willy tipikal laki-laki yang cenderung terbuka dan apa ada nya, walau pun bahkan tentang aib nya sendiri.
"Iya, tuh! Sekali-kali dua lawan satu," tambah Rea.
Desi terkekeh geli. "Dua lawan satu? Emang pertandingan tinju apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Ficção Adolescente"Kasa, Hati kamu sebuta mata kamu ya?" Rea menyeka air mata nya yang turun, memejamkan mata nya seolah enggan menatap laki-laki tunanetra didepan nya. Kasa tersenyum tipis, beranjak dari kursi panjang ditengah-tengah taman yang mereka duduki. "Gue n...