[25] the regret

960 58 2
                                    

"Aku bukan lah sosok yang terhebat untuk kamu, tapi yakinlah bahwa aku ingin mengusahakan nya."

•••

"Ver, kamu tau dimana Farah?" tanya Rea setiba nya Vera di kelas, dengan wajah penuh kecemasan.

Vera mengangkat kedua alis nya, "Ya enggak lah, gue baru sampe gini."

"Itu anak kemana ya? Masa absen kelas, sih?" gumam Rea. "Mana waktu nya test olahraga lagi, nggak mungkin absen kayak nya."

Vera menggendikan bahu nya, seolah tidak tertarik untuk menggubris ucapan Rea. Vera lebih memilih untuk duduk di bangku nya, lalu memasang earphone putih nya, tidak lama menggerakan kepala nya dengan gerakan berirama dan mulut bersenandung kecil.

Rea menahan napas, lalu menghembuskan nya kasar. Kejadian kemarin dengan Farah itu, membuat pikiran nya berkecamuk. Sebenar nya Rea sudah cukup lelah memikirkan masalah, belum tentang Ken, Kasa, Desi, dan sekarang ditambah dengan masalah baru, Farah.

"Ver, kamu kok bisa setenang itu?" usik Rea, seraya mengulurkan tangan nya untuk menyentuh bahu vera, hingga sang empu nya menoleh sebentar lalu melepaskan sebelah earphone nya dengan alis terangkat.

"Sori, apa tadi?"

"Kamu nggak mau coba telpon dia?"

"Siapa?"

Rea mendengus, geram. "Ya Farah!"

"Oh," Vera kemudian memasangkan lagi earphone nya. "Enggak, tuh." ucap nya lalu mengalihkan wajah nya kearah lain, menghindari hubungan kontak mata dengan Rea.

Rea mengangkat kedua alis nya, kenapa semua menjadi begini sih?

Akhir-akhir ini, Rea merasa masalah datang beruntun tanpa jeda. Sejujur nya Rea sudah cukup menjalani segala hal yang tidak ia ingin kan, Rasa bersalah nya dengan keluarga Kasa, masalah perasaan Ken kepada nya, tentang Farah, dan sekarang Vera ikut-ikutan membuat kepala Rea pusing.

Heran, Rea tidak pernah membayangkan akan menjadi serumit ini sepulang nya di Indonesia. Dibanding Indonesia, Seperti nya Perancis memang lebih baik untuk nya. Negara yang memiliki ciri khas sebuah menara Eiffel itu kini ia rindukan.

Tetapi, kembali ke Perancis pun tidak semudah itu. Lagipula, Rea ingin lebih dahulu menyelesaikan masalah dan urusan nya di sini. Ia tidak mau lari dari masalah nya, Rea tidak ingin masalah nya di Indonesia malah menghantui nya kemanapun.

"Permisi bentar dong, Rey?" Dinda yang sedang menata meja kelas menghentikan pekerjaan nya, berganti menatap Rea yang berdiri menghalangi jalan nya.

Rajin nya Dinda memang tidak membuat banyak orang berdecak kagum, itu sudah lumrah dan wajar. Maka dari itu, Dinda adalah pencetak rekor dengan menjabat 11 tahun di masa sekolah nya menjadi ketua kelas. Selain terkenal tertib dan disiplin, Dinda juga mudah dipercayai dan bertanggung jawab.

Bahkan Dinda pernah menggantikan enam orang piket kelas sendirian, karena keenam siswa/i itu enggan menjalankan pekerjaan nya. Alasan mereka cukup masuk akal, karena saat itu kelas mata pelajaran pertama sedang kosong. Jadi mereka merasa tidak perlu menyapu lebih awal.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang