6. Cemburu?

3K 83 0
                                    

Happy Reading.....

Suara klakson motor itu sudah terdengar. Pertanda pria itu sudah kembali ke rumahnya. Rasya berjalan gontai melewati pintu rumahnya, hingga ia bertemu dengan Ana di ruang tamu.

"Nak, kamu sudah pulang? Gimana sekolahnya tadi?" tanya Ana saat Rasya berjalan ke arahnya.

Rasya pun duduk di salah satu kursi ruang tamu, lalu menjawab, "lancar kok Ma, Seminggu lagi Vero mau ada Ujian Semester."

Rasya memang tergolong pria bersifat dingin. Jika bertemu dengan orang lain, dia mungkin bisa irit bicara. Namun, tidak saat bersama Ana. Hanya dialah yang bisa mengerti segala keluh kesah yang di alami oleh Rasya.

Setelah berbincang-bincang sedikit dengan bundanya, Rasya memutuskan untuk pergi ke kamar dan istirahat.

Rasya mengambil figura itu. Figura yang terletak di atas meja belajarnya. Disitu, tercetak sebuah foto antara dirinya dan sesosok gadis kecil sedang bermain ayunan. Terlihat jelas dari raut wajahnya jika kedua anak kecil ini sedang berbahagia.

Flashback on

"Vero, kita main ayunan yuk!!" ajak gadis itu, lalu berlari mendahului pria kecil yang diajaknya.

Pria itu pun mengangguk, mengikuti langkah gadis kecil di depannya. Wajahnya terlihat bahagia, melihat gadis periang yang ada di depannya sedang tertawa lepas bersamanya.

Keduanya pun menaiki ayunan di taman itu. Sedetik berikutnya, gadis itu tersenyum.

"Aku mau kita kayak gini terus. Sampai nanti kita harus bareng-bareng Vero, kamu jangan pernah lupain aku ya!!" mohon gadis kecil itu dengan suara parau.

"Kita akan selalu bersama kok, Tuhan sayang sama kita. Tuhan gak akan misahin kita Cher," jawab pria itu, lantas tersenyum.

"Janji?" Gadis itu nampak menunjukkan jari kelingking mungilnya pada pria kecil di depannya. Tak lupa, ia turut melukiskan senyum dari bibir indahnya.

"Iya janji," balas pria itu lantas tersenyum, lalu menggandeng jari kelingking gadis di depannya.

Flashback off

"Arghhhhhh!!" teriak Rasya frustasi. Ia menatap-natapkan kepalanya pada tembok agar ingatannya itu hilang. Padahal, itu adalah cara bodoh menurut beberapa orang.

Mengapa hingga kini Rasya tidak bisa melupakan dia? Seseorang yang telah pergi entah kemana. Seseorang yang dulunya menjadi mentari untuk Rasya. Seseorang yang selalu membuat Rasya tersenyum. Ah, hidup ini benar-benar tidak adil.

Rasya pernah terluka oleh seseorang. Hingga, walaupun saat ini luka itu telah sembuh, tetap saja membekas. Meninggalkan retakan yang masih sakit untuk diingat. Karena itulah, sikap Rasya berubah 180 derajat. Menjadi seseorang yang dingin, sulit mengenal cinta, dan ketus terhadap perempuan. Ia tak ingin berbuat baik kepada orang lain jika akhirnya yang didapatkan hanya kekecewaan.

Setelah berlapang kabut dengan pikiran dan masa lalunya, Rasya memutuskan untuk mandi dan tidur. Mungkin bagi sebagian orang, tidur adalah cara yang tepat untuk menghilangkan stres. Termasuk Rasya.

**

Pagi itu, suasana kelas terlihat ramai. Mereka melakukan banyak hal, dari ngerumpi, mengerjakan tugas, menonton film, dll. Ada sebagian juga yang keluar kelas untuk sekedar ke kantin atau ke lapangan basket dan futsal.

Celine terdiam di bangkunya. Sesekali ia menoleh ke belakang, melihat sesosok pria tampan yang sedang memainkan ponsel di bangku belakangnya. Celine ingin menyapanya, namun hal itu selalu diurungkan akibat ia yang selalu salah tingkah.

Beruntung, setiap kali dia menoleh, pria itu tak melihatnya. Dirinya hanya melihat ponsel, ponsel dan ponsel. Mungkin, ponsel adalah hidupnya.

Akhirnya, setelah berdebat dengan pikirannya, Celine pun memberanikan diri untuk menyapa Rasya. Keberanian yang sedari tadi ia kumpulkan harus cukup untuk bisa bercakap dengan Rasya.

"Mmm... Hai!!" sapa Celine pelan, tapi mungkin Rasya mendengarnya. Karena jarak mereka yang hanya sepanjang meja.

Rasya diam. Dia mendengar sapaan gadis di depannya ini. Namun rasa malas menjalar di pikirannya, hingga ia memilih diam, bahkan untuk menoleh saja rasanya mahal.

"Rasya!! Gua tuh bicara sama lo, tapi kesannya lo tuh nggak ngehargain gua tau gak sih?" omel Celine sambil menaikkan suaranya beberapa oktaf.

Rasya menoleh ke depan, menatapnya. Dan sukses hal itu membuat Celine gugup.

Rasya mengangkat kedua alisnya, memberi isyarat "ada apa?" padanya. Pria ini memang tidak ingin mengeluarkan suaranya, terkecuali itu hal yang sangat penting.

"Mmmm.. Makasih buat tebengannya kemarin, gua nggak bisa bayangin gimana nasib gua kalo ngggak ada lo," kata Celine terbata bata.

"Iya," jawabnya singkat padat dan jelas, lalu kembali fokus pada ponselnya.

"Ihhh nyebelin banget, banget, banget.
Ada aja sih spesies makhluk yang sifatnya udah kayak es batu gini.
Sebeellllll, sebel sebel sebel,
Coba aja bunuh orang itu nggak dosa, pasti dah gua bunuh nih orang." gerutu Celine dalam hati

Celine pun kembali menghadap papan tulis, males banget ngeliat es batu pagi pagi. Bukan pagi sih, udah siang.

Hari ini, Seluruh siswa SMA Garuda mengalami satu hal yang menyenangkan, yaitu jamkos. Hal ini dikarenakan besok ada ujian semester dan pastinya seluruh siswa diistirahatkan dari pelajaran yang menguras pikiran serta tenaga.

"Hai adek adek, minta perhatiannya sebentar. Kami akan membagikan nomor ujian untuk kalian, dimohon duduk sesuai tempat duduknya ya?" titah Kak Vino, salah satu pengurus OSIS.

Semua siswa yang ada di kelas itu pun kembali ke tempat duduknya masing masing. Takut jika nanti Kak Vino marah, karena Kak Vino terkenal galak sebagai anggota OSIS.

"Oke, makasih. Yang saya panggil silahkan maju ke depan," ujar Kak Vino sambil memberikan isyarat dengan tangannya.

"Jessy Angeline."

Jessy maju ke depan kelas sesuai perintah dari Kak Vino.

"Celine Velycia."

Celine pun melakukan hal yang sama. Namun, saat Celine akan mengambilnya, benda itu jatuh diantara mereka berdua. Celine pun segera mengambil kartu itu takut Kak Vino marah karena dia kurang hati-hati.

Secara tidak sengaja, Vino pun ikut mengambil benda itu di bawah. Dan,  tanpa sadar kedua bola mata mereka saling bertemu. Cukup lama, hingga Celine membubarkan acara tatap-tatapan ini.

"Aduh, Kak Vino ganteng banget," Kata itu tiba tiba terucap dalam benaknya Celine, astaga.

"Eh... Kak," ucap Celine merasa tak enak.

"Oh iya, nih kartunya," ujar Vino memberikan kartu itu, lantas tersenyum.

"Iya makasih," balas Celine sambil tersenyum singkat.

Tiba-tiba saja, Rasya melangkah keluar kelas dan pergi entah kemana. Tak ada angin dan hujan, ia pergi ke luar tanpa alasan  yang jelas. Namun, dia sudah berpesan pada Dion untuk mengambilkan kartu untuknya.

Rasya benar benar badmood hari ini, entah mengapa ia tidak bisa mengontrol emosinya saat melihat Celine bersama Vino.

Apakah ia cemburu? Ah rasanya tidak mungkin. Perasaan itu sudah ia pendam dalam-dalam. Ia tak mau lagi terjatuh dalam sebuah perasaan yang akan membuat hatinya tergores. Perasaan itu basi. Hanya bisa membuat orang sakit hati.

Lantas mengapa ia merasakan perasaan ini? Mengapa harus Celine?

Lalu, Rasya mengacak rambutnya frustasi. Ia sendiri bingung, mengapa tidak bisa mengontrol emosinya tadi. Padahal, hal itu sungguh sesuatu yang sama sekali tidak penting.

Akhirnya, Rasya memutuskan pergi ke Perpustakaan, menenangkan pikirannya dan menetralkan emosinya.

**

RACELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang