42. After Jadian

1.4K 40 0
                                    

Happy Reading 🖤🖤

**

Jika saja rembulan dapat berbicara, mungkin Celine akan mengungkapkan secara terang-terangan kondisi hatinya saat ini. Senang, tentu saja. Gembira, bahagia, dan akan selalu begini hingga akhir nanti.

Gadis itu menarik anak rambutnya ke belakang dengan tangan. Angin yang berhembus malam ini sungguh membuat rambutnya berantakan. Namun, ia tetap menikmati setiap aliran udara yang menembus hingga tulang rusuk.

"Cel, masuk udah malem!!"

"Iya ma."

Detik selanjutnya, Celine melangkah menuju ke kamarnya. Ia sangat menikmati posisinya tadi, namun apalah daya hari sudah malam. Celine harus segera menuju ranjang dan tidur agar besok bisa bersekolah kembali.

Selimut itu terulur untuk menutupi tubuh Celine, dan pikiran itu terbuka untuk dipenuhi oleh Rasya, pria yang sudah berstatus sebagai kekasihnya sejak tadi.

"Goodnight, Rasya!!"

**

kring.... kring.... kring...

"Duh, bisa diem gak sih?" Celine menyingkirkan sebuah jam beker yang terletak di atas nakas menggunakan tangan kanannya. Refleks, beker itu pun terjatuh dan pecah.

Dengan kekuatan seribu aungan, Celine bangun dengan mata yang terlebar sempurna. Maniknya melotot tajam pada mayat beker yang tadi di jatuhkannya.

"Kok bisa pecah ya? Padahal, cuma kesenggol doang." Celine menghembuskan nafas pelan. "Yah, tinggal nama deh."

Kemudian gadis itu turun dari ranjang dan memunguti potongan-potongan beker yang terjatuh. Lalu, menaruhnya ke atas nakas.

Setelah selesai, ia beralih pergi ke kamar mandi. Ganti baju, dandan, dan menyiapkan buku menjadi kegiatan selanjutnya.

"Akhirnya selesai juga. Tepat jam setengah tujuh."

Celine melangkah ke bawah untuk menuju ruang makan. Disana sudah ada Papa, Mama, dan Abang kesayangannya.

"Pagi!!" sapa Celine dengan senyum yang merekah.

"Ceria amat," selidik Vareel. "Habis di tembak cowok?" lanjutnya kemudian.

Mendengar pertanyaan itu, gadis ini pun tersedak oleh roti yang baru saja masuk ke mulutnya. Melina yang nampak panik segera memberikan segelas air putih untuk Celine.

"Bang Vareel tuh apa-apaan sih, kita itu harus selalu tersenyum setiap hari. Senyum kan ibadah," cibir Celine.

"Tapi kalau kelewatan, ya gila lo ntar," tempat Vareel sambil memasukkan sepotong roti ke mulutnya.

"Terserah Abang aja deh." Celine memilih mengalah untuk berdebat dengan Abangnya yang menyebalkan ini. Ia tak mau mood-nya pagi-pagi harus rusak karena ulah Vareel. Harusnya, ia harus menunjukkan senyum kebahagiaan pada Rasya hari ini, sebagai tanda kesenangan hatinya yang tak pernah pudar.

Roti lapis coklat itu sedikit demi sedikit mulai berkurang, dan habis. Setelah itu, Celine meneguk segelas susu full-cream rasa vanila untuk melengkapi energinya.

"Ma, Pa, berangkat dulu ya!!" pamit Celine, lalu mencium punggung tangan dari Melina dan Handoko.

"Mau bareng nggak? Gua juga mau berangkat nih," tawar Vareel.

"Nggak usah, gua bisa sendiri," tolak Celine secara gamblang kepada Vareel.

"Yaudah, untung!!"

Celine menatap Vareel tajam. "Jahat!!"

Selanjutnya, ia berlari menuju ke luar untuk menunggu angkot atau kendaraan umum. Namun, seseorang dari arah berlawanan melangkah ke arahnya.

RACELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang