33. Caraku mencintaimu

1.4K 46 0
                                    

Happy Reading 🖤🖤

**

Setelah terjadi insiden terlambat pagi tadi, Celine memutuskan untuk pergi ke UKS. Ia ingin beristirahat sejenak. Selain untuk menahan laparnya, ia juga ingin mengembalikan energinya yang sempat terkuras tadi.

Celine memang lemah. Ia bahkan lebih sering kelelahan akhir-akhir ini. Ia sendiri tak tahu apa penyebabnya. Padahal, ia bahkan tak melakukan aktifitas berat tadi pagi. Semua hukuman itu hanya dilaksanakan oleh Rasya. Tapi, mengapa tubuhnya terasa lemah saat ini?

"Aduuuhhh!!" Rintih Celine pelan, sambil memijat dahinya yang sedikit pusing.

Celine berusaha untuk memejamkan matanya dan tertidur. Namun, nyatanya hal itu sulit untuk dilakukan. Berkali-kali Celine mencoba untuk memejamkan mata, tapi tak kunjung tidur juga. Mungkin, tubuhnya perlu asupan energi yang belum terpenuhi sejak tadi pagi. Namun, tetap saja Celine tidak mempedulikan tubuhnya. Ia hanya ingin tidur dan semua akan kembali seperti semula saat ia bangun.

**

Rasya berlari menuju ke kelasnya dengan cemas. Ia khawatir akan keadaan Celine. Pasalnya, ia tak menemukan Celine saat ia sedang bertanding tadi. Rasa cemas bercampur khawatir mulai menggerogoti pikirannya.

Saat berada di dalam kelas, matanya menyapu seisi ruangan. Dan benar, Celine tak ada disana.

"Rasya... Celine kemana?" Tanya Zahra menghampiri Rasya di dalam kelas.

Rasya menatap Zahra lekat. Ia dapat melihat dari manik matanya bahwa terbesit kekhawatiran dalam diri Zahra.

Rasya pun menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaan yang Celine lontarkan.

"Haduh, kemana ya? Dari tadi nggak ada di kelas dia," Sahut Jessy yang berada di samping Zahra.

Pikiran Rasya mulai kacau. Ia membayangkan hal-hal yang mungkin terjadi pada Celine. Rasa khawatirnya sungguh tak bisa tergambarkan.

Rasya pun memutuskan untuk keluar. Meninggalkan Jessy dan Zahra yang kini mematung di tempat. Pikirannya hanya terfokus pada keadaan Celine.

Rasya mencari ke segala ruangan, dari perpustakaan, rooftop, koperasi, dan yang terakhir adalah.... UKS.

Rasya tersadar jika Celine adalah seorang PMR. Jadi, kemungkinan besar dia ada di UKS saat ini.

Pria berambut hitam legam ini membuka pintu UKS secara perlahan. Matanya tertarik untuk melihat seorang gadis yang sedang terlelap dalam tidurnya. Tidak salah lagi, itu pasti Celine.

Rasya pun menghembuskan nafas lega. Ia senang Celine baik-baik saja. Hingga akhirnya, Rasya pun melangkah menghampiri Celine.

Setelah berada di dekat Celine, Rasya dikejutkan dengan kondisi wajah Celine yang sudah seperti mayat hidup. Bibirnya memutih, pipinya memucat, dan sepertinya dia sangat kekurangan tenaga.

Apa Rasya sudah salah memakan bekalnya tadi?

Ah, kenapa Rasya baru peka mengenai hal ini? Dimana letak atitutnya sebagai seorang laki-laki?

Dengan berlari, Rasya pergi menuju ke kantin sekolah. Sesegera mungkin ia harus sampai disana. Lalu, ia membeli sebungkus nasi kuning dan sebotol air minum serta beberapa cemilan. Setelah itu, ia kembali berlari untuk menuju ke UKS.

Tidak butuh waktu lama untuk seorang Rasya dalam berlari, fisiknya sudah terlatih untuk melakukan aktivitas yang mengandung unsur fisik karena ia adalah seorang pemain futsal. Ia pun kembali duduk di bangku yang disediakan tepat disamping ranjang tempat tidur.

Ia meletakkan kantong kresek putih berisi makanan itu di atas nakas. Lalu, ia berusaha untuk membangunkan Celine perlahan.

"Cel, bangun!!!!" Ucap Rasya pelan, sembari mengoyang-goyangkan tangan kiri Celine.

Detik berikutnya, Celine nampak menggeliat. Lalu, perlahan ia membuka matanya.

"Rasya?" Kaget Celine setelah matanya terbuka sempurna. Celine terkejut, karena matanya melihat Rasya saat ia baru menyelesaikan aktivitas tidurnya.

Detik selanjutnya, Rasya tersenyum. Seakan-akan ia persembahkan senyumnya ini selalu hanya pada Celine, wanita spesial dalam hidupnya.

"Udah makan?" Tanya Rasya mengabaikan panggilan Celine.

Dahi Celine berkerut. Ia bisa mengartikan tatapan Rasya padanya saat ini, terlihat tulus.

"Lo kok bi-"

"Udahlah Cel. Gua tahu lo belum makan. Jangan pernah nyusahin diri lo buat gua. Gua benci hal itu," Potong Rasya dengan nada serius.

Celine terdiam. Ia nampak berpikir, darimana Rasya tahu jika dia belum makan? Lantas, apa maksudnya berbicara seperti itu?

"Sya, gua gapapa. Lo nggak perlu repot-repot ngurusin gua. Gua nggak papa kok," Sergah Celine sekali lagi dengan nada sedikit serak.

Rasya tidak mempedulikan perkataan Celine. Ia lantas membuka kantong kresek putih itu, dan menyiapkan makanan untuk Celine.

Celine yang melihatnya hanya pasrah tak berdaya. Tubuhnya lemah untuk digerakkan, hingga ia tak mungkin untuk mencegah Rasya.

"Nih, makan!!" Ucap Rasya sembari memberikan sepiring nasi kuning.

Dengan kekuatan seadanya, Celine menegakkan tubuhnya untuk duduk. Lalu, ia menerima piring pemberian Rasya tersebut.

"Yaudah, gua tinggal dulu. Minum sama cemilannya udah ada di kresek," Titah Rasya datar, lalu pergi meninggalkan Celine di ruangan itu.

Celine pun hanya bisa menatap punggung Rasya dari belakang. Semakin lama semakin menghilang hingga ia tak bisa melihatnya lagi.

"Rasya bisa nggak sih peduli dikit sama gua. Suapin kek, tungguin kek, ini malah pergi. Cowok macam apa!!" Gerutu Celine dalam hati.

**

Rasya pergi begitu saja ke kelasnya. Meninggalkan Celine yang masih tersakiti oleh raganya. Perginya bukan tanpa maksud. Namun, inilah caranya untuk mencintai Celine.

Membiarkan Celine sendirian tentu sebuah keputusan berat bagi Rasya. Namun, ia mengerti. Celine butuh waktu untuk sendiri, biarlah dia mengatur bagaimana kondisi tubuhnya yang lebih baik.

Setelah sampai di kelas X Mipa 5, Rasya langsung duduk di bangkunya bersama Dion. Ia memilih bermain game online yang mungkin akan sedikit menghiburnya.

"Sya??" Panggil Jessy setelah Rasya duduk dibangkunya dengan sempurna.

Rasya menoleh, mengangkat kedua alisnya di hadapan Jessy & Zahra.

"Celine dimana?" Tanya Jessy yang merasa peka dengan isyarat dari Rasya.

"Uks," Jawab Rasya singkat, datar.

"Kok bisa? Lo apaain dia?" Tanya Zahra dengan menaikkan suaranya beberapa oktaf.

Rasya hanya mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh.

"Udahlah Ra, percuma juga tanya sama Rasya. Dia nggak akan mau ngomong," Sahut Jessy pada Zahra yang sepertinya terbalut emosi.

"Dasar, es batu!!" Ejek Zahra tepat di hadapan Rasya.

Melihat Zahra yang sudah terbalut emosi, sebisa mungkin Jessy harus membawanya keluar saat ini juga. Ia tahu Zahra sedang salah paham saat ini.

"Udah ayo!!" Ajak Jessy sembari menarik tangan Zahra agar menjauh dari tempat itu.

Rasya pun kembali terfokus pada ponselnya. Ia tak akan memikirkan cibiran demi cibiran yang mengarah padanya. Biarkan semua orang membicarakan keburukannya. Toh, hanya Tuhan yang bisa menilai baik buruknya seseorang.

**

Vote

Vote

Vote

Vote

Vote

Jangan lupa tinggalkan vote ya:)

Kusayang kalian💕

RACELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang