47. Pengumuman Kenaikan Kelas

1.2K 35 0
                                    

Happy Reading 🖤🖤

**

"Diumumkan kepada seluruh siswa harap berkumpul di aula sekarang."

Suara spiker itu bergema pada setiap kelas di SMA Garuda. Pengumuman yang disampaikan oleh Pak Farhan membuat seluruh siswa harus pergi berbondong-bondong ke aula demi melihat hasil belajarnya.

Memang, cara pengumuman kenaikan kelas disini dibuat sedikit berbeda dibanding sekolah lain.

"Jessy, Zahra, cepetan ah!! Udah nggak ada orang nih," ujar Celine sembari menatap para siswa yang sedang berlarian.

"Iya bentar, gua masih nyari charger laptop gua nih," kata Jessy. Tangannya masih meraba setiap laci yang ada di kelas ini untuk menemukan barangnya yang hilang.

Celine bersendekap. "Terakhir lo taruh mana?"

"Ya kalau gua tahu, gua nggak akan bingung gini, Cel."

"Tadi sih habis dipinjam sama Sherly. Lupa nanya ditaruh mana. Coba lo cari di meja guru Cel," ucap Zahra sembari menunjuk pada sebuah meja yang terletak di depan kelas.

"Oke." Celine bergerak cepat untuk mencari barang itu.

Butuh waktu sekitar 5 menit untuk Celine berhasil menemukan benda itu.

"Ah.... Akhirnya ketemu juga."

Ternyata, benda itu terselip di bawah meja guru. Pantas saja Jessy kebingungan mencarinya.

"Yaudah ayo!!" ajak Zahra sembari menggandeng Celine dan Jessy.

Mereka bertiga berlari menuju ke aula.

**

"Sya, lo yakin naik nggak sih?" Dion menoleh ke arah Rasya.

"Yakin," jawab Rasya datar.

"Gua kok gak yakin ya. Gimana kalau misalkan gua nggak naik kelas? Gimana kalau nilai gua jelek? Gimana kalau–"

"Kalau lo bayangin, pasti kejadian," sergah Rasya cepat.

"Ih, lo kok gitu sih sama sahabat sendiri," decak Dion, setelah menyenggol pundak Rasya pelan.

Ya, Rasya dan Dion yang awalnya duduk sebangku, kini menjadi semakin dekat bahkan sudah menjadi sahabat. Keduanya merasa nyambung sebagai teman dekat. Terkadang, Dion juga tak jarang bermain di rumah Rasya saat ada tugas yang mungkin tidak bisa dikerjakan sendiri.

"Ngomel mulu sih."

"Ya, lo enak jadi anak kesayangan. Nah, gua? Apalah daya gua yang cuma anak buangan."

Seketika Rasya ingin tertawa sekencang-kencangnya saat itu. Ucapan Dion begitu amburadul dengan logat bicara seperti seorang pelawak.

Namun, Rasya menahan itu semua dan memilih hanya tersenyum singkat untuk menanggapinya.

"Kenapa senyum-senyum?" tanya Dion, karena melihat Rasya seperti orang gila. "Kalau mau ketawa, ketawa aja kali. Gengsinya diturunin dikit Bang."

Rasya kembali menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Sedangkan Dion, tertawa terbahak-bahak melihat sikap Rasya yang mungkin lucu.

**

Seluruh siswa sudah berkumpul di aula sekarang, terkecuali kelas XII karena mereka sudah lulus.

"Bapak ingin sampaikan berita menyenangkan dan juga menyedihkan," ujar Pak Farhan sebagai awalan untuk melakukan pidato.

Semua murid tercengang. Dag-dig-dug tak karuan, takut jika ternyata mereka tidak bisa naik kelas. Tidak begitu mengerikan memang, namun, sangat mengerikan bagi siswa yang memang serius belajar di tempat ini.

"Ada beberapa orang yang tidak bisa kami berikan toleransi untuk naik ke kelas yang lebih tinggi pada tahun ini." lanjut Pak Farhan.

Celine membulatkan mata hebat. Tak percaya jika ucapan Pak Farhan itu benar terjadi. Bagaimana jika ia sendiri yang tidak naik kelas?

Gadis ini pun menyapu pandangan pada seisi aula. Mencari sesok penyemangat sekaligus penguat diri agar nanti ia bisa menerima semuanya walau berat.

Itu Rasya. Dia tersenyum cerah ke arah Celine. Senyum yang mungkin jarang Celine dapatkan dari seorang Rasya. Celine mengamati senyum itu. Menatap setiap inci nya dengan lihai. Ternyata, Rasya sangat tampan.

"Apa perlu saya bacakan, siapa saja yang tidak bisa naik kelas, di tempat ini?" tanya Pak Farhan disela-sela pidatonya.

"Jangaaaannnn, Pak." Semua siswa serentak menjawab 'jangan'. Padahal, hal itu berbanding terbalik dengan hati mereka yang merasa kepo ingin mengetahui hal itu.

Zahra menggenggam erat tangan Celine, begitupun Jessy. Keduanya terasa sangat deg-degan dengan hasil yang akan diumumkan oleh Pak Farhan.

"Duh, gua takut nih," kata Jessy. Tubuhnya sudah gemetaran mulai tadi.

"Udah, tenang aja. Semua akan baik-baik aja kok," ujar Celine mencoba untuk menenangkan Jessy.

"Tapi, saya akan tetap mengumumkan kepada kalian siapa saja yang tidak naik kelas dalam tahun ini. Semua bertujuan agar kalian memiliki efek jera untuk tidak mengulanginya lagi tahun depan. Mengerti?"

"Mengerti, Pak." Bahkan sangat sedikit siswa yang menjawab pertanyaan itu. Pertanyaan itu sangat berat untuk dijawab bagi siswa yang sudah putus asa seperti Celine, Jessy, dan Zahra.

"Siswa yang tidak lulus adalah siswa yang keluar dari tempat ini," ucap Pak Farhan dengan nada yang sangat dramatis. Membuat sebagian siswa lebih memilih untuk menutup kedua telinga mereka.

Ada beberapa siswa yang sudah tidak tahan dengan hal ini. Ia memutuskan untuk keluar dari aula. Namun, setelah mendengar bahwa siswa yang keluar adalah siswa yang tidak lulus, seketika semua berhenti. Lalu, kembali ke tempat semula. Mungkin, mereka takut jika nyatanya merekalah yang dimaksud Pak Farhan.

"Maksudnya gimana, Pak?" Salah seorang siswa memberanikan diri untuk bertanya pada Pak Farhan.

"Maksudnya, yang keluar lebih dulu dari sekolah ini dan tidak menyelesaikan pendidikan selama dua semester penuh," terang Pak Farhan.

"Jadi, kita semua naik Pak?" Kini, giliran Zahra yang bertanya pada Pak Farhan.

"Iya," jawab Pak Farhan sembari tersenyum.

Prank!!

"Ih, Pak Farhan bikin kaget aja deh. Gimana kalau misalnya gua udah jantungan duluan coba?" omel Zahra, lalu memeluk kedua sahabatnya erat.

"Guys, kita naik bertiga," ucap Jessy sembari menahan air matanya yang hampir terjatuh.

Hampir semua menangis. Membayangkan hal-hal yang mungkin akan menyakitkan bila terjadi. Namun, setelahnya, air mata itu berubah menjadi air mata bahagia.

"Guys, oke, udah nangis-nangisnya. Kita itu cewek strong. Jangan cengeng gini ah." Celine melepas pelukan itu, lalu menghapus air matanya dengan kasar.

"Ih, orang lo juga ikutan nangis," sela Zahra sembari tertawa pelan.

Celine tersenyum semangat. "Gimana kalau kita liburan bareng?"

"Usul yang bagus Cel," potong Jessy.

"Gua juga setuju," ungkap Zahra.

"Yaudah, habis ini kita ke rumah aku aja. Kita rundingin semuanya ya?"

"Oke." jawab Jessy dan Zahra bebarengan.

**

Yuhu, jangan lupa vote dan komen!!

See you💕

RACELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang