38. EKSTRA PART A

812 80 10
                                    

Aryani's pov

"Bangun, sayang?"

"Bangun"

"5 menit lagi" Pintaku menunjukkan kelima jariku. Aku menaikkan selimutku hingga menutupi seluruh tubuh polosku. Setelah itu tidak ada lagi suara yang terdengar. Aku kembali tertidur. Bahkan Dito yang sedari tadi membangunkanku itu tak lagi terdengar.

Beberapa jam setelah Dito membangunkanku. Aku sekarang merasakan sesuatu yang lembut dan kenyal menyentuh wajahku. Pipi, kening, mata, dan.. bibir. Pelan-pelan aku membuka mata dan melihat suamiku yang menatapku dengan senyuman tulus. Sangat.

"Selamat siang, mbak" sapanya lalu kembali mengecup bibirku

Aku terdiam sesaat, lalu berkata, "siang?"

Dito mengangguk, "jam sebelas." Singkatnya melihat jam yang melingkar di tangannya.

Aku terbatuk. Mengingat apa yang terjadi, "tadi kamu mangunin kan? Jam berapa?"

"Jam tujuh" Dito bergerak menuju nakas, dan meminum air putih di sana.

Aku duduk, dan otomatis selimut yang menutupi tubuh bagian atasku terbuka. "Aaaa!" Teriakku lalu kembali menutupi selimut itu dengan melilitkannya. Dito malah tertawa melihatku

"Aku udah melihat semuanya kok." Jelas Dito lanjut tertawa.

Dengan perasaan malu. Aku berniat menuju kamar mandi. Namun, akh! Kewanitaanku sakit sekali! Aku tidak bisa berjalan. Dengan usaha sekuat tenaga aku kembali bangkit. Tapi tetap saja. Memang kami melakukan hubungan suami istri baru kemarin malam. Sudah 2 minggu menikah. Lama bukan? Itu karena kemarin-kemarin aku sedang 'kedatangan tamu bulanan'. Maaf Dito. Mau gimana lagi, kan udah jadwalnya gitu :'). Btw, aku sama Dito gak jadi liburan honeymoon. Karena kesibukan Dito di kantor. Dan yang pergi cuma Bang Andre sama istrinya. Kita honeymoonnya di apartemen aja. Itulah kenapa aku bangunnya kesiangan 😅.

"Sini"

Dito menggendongku dan berjalan menuju kamar mandi.

"Jangan macem-macem, aku masih sakit" pintaku lirih

Dito mengangguk tersenyum. Mengerti keadaanku, ia meninggalkanku di bath tube yang telah terisi air hangat. Sakitku berkurang. Ah, syukurlah.

"Aku buatin kamu nasih goreng!" Teriak Dito dari luar kamar mandi

"Iya!!" Balas teriakku.

•••

3 minggu kemudian...

"Sayang, nih. Sarapan dulu. Bekalnya juga udah aku siapin" ucapku menyajikan nasi goreng buatanku. Hehe kali ini aku udah bisa masak loh, meskipun gak terlalu enak, tapi Dito selalu bilang kalo masakan aku adalah yang paling enak. Waw! Segitunya banget muji. Kaya nyindir sih. Tapi biarin aja. Yang penting Dito selalu makan masakan aku.


"Iya, makasih, sayang" ucapnya mengecup pipiku. Aku kembali ke kursiku.

"Enak gak?" Tanyaku basa-basi saat Dito mulai memasukkan sesendok nasi gorengnya

Dengan senang hati Dito bilang,"Enak banget." Ucapnya kembali melahapnya

Aku ikut memakan nasi goreng, sekali masuk, "huek!!" Seakan perutku menolak memakan masakanku sendiri

"Kamu kenapa?" Tanya Dito terlihat kahwatir. Ia menggenggam tanganku.

Aku menggeleng kuat, meyakinkan kalau aku baik-baik saja. "Aku baik kok"

"Kita ke rumah sakit aja ya?" Suruh Dito.

"Gak perlu. Aku gak papa" kataku bersikeras

"Yaudah, kamu makan yang banyak aja. Sini aku suapin"

Dito mulai menyuapiku makan. Tapi perutku kembali menolak. Aku berlari ke toilet dekat dapur dengan menutup mulutku, agar muntahan yang ingin memberontak keluar itu tidak tumpah ke lantai. Aku memuntahkan segala macam yang ada di perutku.

"Yani!! Sayang!! Kamu kenapa?" Teriak Dito di luar toilet.

Astaga, perutku terasa diaduk, dililit, dan rasanya sangat tidak nyaman. "Huekk! Huekk!" Muntahanku semakin menjadi.

"Kamu kenapa, sayang?" Tanyanya khawatir saat aku membuka pintu. Dito memegang kedua bahuku. Keadaanku sangat lemah. Hingga penglihatanku mengabur dan akhirnya tak ada apa pun yang kulihat selain gelap dan hitam

•••

"Sayang? Kamu udah sadar?" Dito bersuara saat aku membuka mata. Ini masih di kamar. Entah sudah berapa lama aku pingsan.

"Hmm, ya" sahutku merasa masih pusing

"Makasih, ya, sayang. Kamu yang terbaik. Makasih banget" ucap Dito membuatku semakin bingung

"Ke..kenapa?"

Dito memegang perutku, "Di sini. Ada anakku. Anak kita"

Anak? Aku hamil? Rasanya sakit kepalaku hilang entah ke mana, saat mendengar tutura Dito.

"Aku hamil?" Tanyaku memastikannya

Dito mengangguk kuat, dan bergerak mencium keningku lama.

•••

3 bulan kemudian..


"

Sayang!! Es krimnya mana?!!!" Teriakku menggelegar di dalam kamarku. Ups, kamarku dan Dito

"Sayang!!" Panggilku lagi

"Eh, jangan teriak. Nanti bayi kamu jadi suka teriak juga" teriak Andre. Hehe, oke, bang Andre.

"Dito lama!" Serahku kesal dengan melipat tangan di dada

"Kasian Dito" iba bang Andre

"Kamu harus siap-siap ya, sayang?" Sahut Kak Sarah yang duduk di sebelahku

Bang Andre melotot, "janganlah, sayang. Kan serem"

"Lo ngatain gue serem?" Marahku kesal

"Hehe gak gak. Takut gue kalo berurusan sama bumil" serah Bang Andre mengalah, ini yang gue suka. Bang Andre udah gak lagi nyudutin gue.

Cklek...

Pintu terbuka pelan-pelan. Nah, tukang es krimnya lama pemirsa. Dito datang dengan segala rasa es krim. Ada yang rasa vanilla, coklat, strowbery, mangga, alpukat. Nah, suami idaman. Dia bikin sendiri. Eh, tapi ada satu yang beda.

"Itu es krim apaan?" Tunjukku dari jauh.

"Yang mana?"

"Itu yang warna kuning" tunjukku lagi.

"Oh, ini es krim nanas" ucap Dito tanpa rasa bersalah.

"Dito!! Kamu jahat!!!!"

"Eeh, kenapa?" Tanyanya

"Dit, lo tau gak. Orang hamil itu, gak boleh makan nanas. Apa lagi kalo nanas muda" ucap Bang Andre menjelaskan.

"Emangnya kenapa?" Astaga, naudzubillahi minzalik. Suami gue!!! Kok bego banget.

Bang Andre mendekatkan wajahnya ke telinga Dito dan berbisik sesuatu.

Dito membelalakkan matanya, "Gak, gak, gue gak mau. Gue masih sayang sama istri dan anak gue"

•••

Tbc*

Soul Mate (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang