7| Penguntit

1.5K 61 4
                                    

Gara-gara hujan di sore hari tadi membuat suasana dimalam hari ini terasa sedikit dingin. Membuat cowok yang di ruang tv itu enggan untuk menyentuh lantai yang terasa dingin. Kedua kakinya terlipat rapi diatas sofa. Sejak beberapa puluh menit yang lalu dia berada di sana, tiada lain tiada bukan membaca buku komik lalu memainkan handphone miliknya.

"Satria makan dulu, dari tadi gak makan-makan." suara lembut khas yang selalu Satria dengar adalah suara Mama-nya, bukan suara cempreng nan cerewet milik Killa.

"Anterin ke sini Ma, Satria gak kuat ngerasain dinginnya lantai." Satria mengeluarkan kalimat terpanjangnya hanya untuk keluarganya saja.

"Yah, manja banget. Temen-temen kamu aja kuat ngadepin sikap dingin kamu."

"Ini beda Ma," elak Satria.

"Yaudah i---"

"BUAT AKU AJA MA!! AKU LAPERRRRRRRRR!!!!!!!!!!" teriakan itu datang dari lain arah, sambil merampas nampan yang berisi makanan.

Satria melempar tatapan sinisnya kepada makhluk yang baru saja datang menghancurkan mood-nya. "Bisa gak sih lo, gak hancurin mood gue?"

Adam tersenyum miring. "Lo moody-an? Kaya cewek deh."

"Bacot."

Satria yang tadi enggan mengijak lantai karena dingin, sekarang akhirnya ia memberanikan berjalan, dengan ekspresi wajah yang bertambah datar, akibat Adam-adiknya. Adam masih kelas 10 SMA yang jelas berbeda sekolah dengan Satria--Abangnya. Jika Satria adalah cowok yang pintar, bukan berarti Adam juga pintar. Adam berbeda dengan Satria.

"Lo mau kenapa oi?" teriakan Adam diabaikan Satria, saat ada Adam, Satria selalu naik darah karena kelakuan Adam. Walaupun begitu, Satria selalu menjaga adik laki-lakinya itu.

"Lo yakin gak mau sepiring berdua sama gue Bang Sat?"

Tanpa menoleh, Satria hanya menggeleng. Setelah berada di dalam kamar, Satria menutup rapat-rapat pintu kamarnya.

Satria merentangkan tubuhnya diatas kasur king size miliknya, dengan matanya yang sama sekali tak berkedip.

Ia sering kali termenung, menanyakan sesuatu hal yang belum pernah sekalipun terjawab oleh dirinya sendiri, apa lagi saat terlalu lama melihat adiknya--Adam.

Dari dulu, Adam yang selalu bercita-cita tinggi, bahkan dari kecil Satria selalu melihat Adam selalu tekun membaca buku, berbeda dengan Satria. Satria tidak pernah setekun Adam. Tapi herannya, mengapa Adam selalu mendapat peringkat terakhir dikelasnya? Satria merasa itu tidak adil.

Kadang Satria selalu mengutuk dirinya sendiri, mengapa kepintarannya tidak berada di diri Adam? Adam yang selalu mendambakan menjadi diri Satria.

Setelah lelah dengan semua pemikiran-pemikiran itu, mata Satria mulai tertutup, semua jiwa raganya berpindah ke alam mimpi.

***

"Bang Sat banguuuuuuuunnn???!!!!!!"

"Astagfirullah, bangun Bang Saaaaaaaaaattttttttt."

"Bangun, mama sama papa udah nunggu di luarrr."

Begitulah setiap paginya, Adam yang selalu berisik membangunkan Satria. Sudah tidak diherankan lagi.

"Nggghhhh, nantiiiii." dengan malas, Satria menarik selimutnya lagi, alhasil seluruh badannya kembali ditutupi selimut.

Adam mengigit bibir bawahnya, saat melihat jam dinding di kamar Satria, Adam sangat membenci kata terlambat, ya walaupun ia sering kali terlambat.

"Bangun!!! Bang! Bangunnnn." Adam terus mengguncang-guncang tubuh Satria dengan kuat, namun cowok itu diam tak bergeming.

"Belum bangun?" suara berat Sandy muncul dari balik pintu, terlihat ia masih memegang koran yang mungkin belum selesai ia baca.

My CoganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang