☘ Little Pierce #14 ☘

2.7K 270 4
                                    

☘ ☘

"Budayakan VOTE sebelum membaca dan COMMENT setelah membaca."

BAGIAN EMPAT BELAS

"Mereka sangat tampan, seperti ayahnya dahulu.

Namun sifat mereka berlawanan, si Putih yang angkuh dan si Hitam yang ramah.

Dan hal inilah yang membuat kedua orang tuanya lebih menyayangi si Hitam."

☘ ☘ ☘

"Oke, Pasti kalian bingung kan dengan warna lampu yang menyala di rumah kami?" tanya tuan Hap yang mungkin bisa membaca raut wajah kami.

"Mereka sangat terang, berbeda dengan lampu-lampu yang kalian lihat saat ini. Jawabannya simpel, semakin terang maka semakin tinggi pula kebahagiaan yang sedang mereka alami," sambung tuan Hap menjelaskan kepada kami.

Aku mengernyitkan dahi. Apa maksud dari perkataannya itu? Apakah rumah tuan Hap sangat bahagia? Tapi apa alasannya? Entahlah, mungkin aku tidak tahu apa maksud dari warna plamp yang ada di rumahnya. Begitu terang.

Tuan Hap  tersenyum. "Kedatangan kalian-lah yang membuat plamp milikku bersinar sangat terang. Kalian-lah sumber kebahagiaan yang ada di rumah kami," jelasnya lagi.

Aku mulai paham dengan perkataan tuan Hap. Jadi dengan kami datang ke rumah atau lebih tepatnya tersesat di negeri Samesa dan masuk ke rumah tuan Hap membuat plamp tuan Hap menyala begitu terang? Semudah itu? Astaga.

Aku mengembuskan napas, bersyukur. Untunglah kami tidak merepotkan tuan Hap. Pikiranku terlalu negatif hingga aku mengira kalau kedatangan kami hanya menjadi sampah bagi tuan Hap.

Beberapa detik lengang hingga tuan Hap memecahkan keheningan itu. "Pasti kalian belum tau peraturan yang ada di negeri ini. Peraturan yang membuat kami seperti ini. Lampu-lampu kami berwarna gelap atau bahkan mati itu semua karena kami hanya diperbolehkan memiliki satu anak."

What?! Aku heran bagaimana bisa seperti itu? Apakah pemimpin negara negeri ini tidak pernah berpikir jika kebahagiaan seseorang itu bisa dilihat dari kebahagiaan anaknya? Siapapun dia, pasti dia sangat tidak berperi kemanusiaan.

"Kenapa dia membuat peraturan seperti itu?" tanyaku tidak mau ambil pusing memikirkan semuanya itu.

Tuan Hap tersenyum. "Entahlah, aku juga tidak tahu. semenjak menjabat sebagai Perdana Menteri Negeri Samesa, dia membuat peraturan seperti itu. Peraturan yang sangat tidak kami sukai."

Dia bilang apa, Na?" Sams bertanya kepadaku.

Aku mendengus. Sudahlah! Kamu diam dulu. Nanti aku jelaskan semuanya kepada kalian."

Sams melipat kedua tangannya di depan dada. Kesal? "Dari tadi kamu bilangnya begitu tapi nyatanya, kamu nggak pernah jelasin. Kamu asyik ngobrol dengan tuan Hap. Sedangkan kami di anggurin gitu. Sakit tau, Na."

Aku tertawa pelan, kemudian kembali menatap tuan Hap. Manik matanya tertuju kepada plamp yang menyala sedikit gelap. "Janganlah kamu bersedih, tuan Hap. ada kami disini," ujarku, mencoba menghiburnya.

Tuan Hap menolehkan kepalanya ke arahku, dia tersenyum kecil. "Terima kasih, berkat kedatangan kalian kami merasa sangat bahagia, kami belum pernah merasakan kebahagiaan yang seperti ini, atau mungkin-" Tuan Hap tiba-tiba menghentikan ucapannya.

Aku menatapnya heran. Atau mungkin, apa? "Kenapa Anda menghentikan ucapan Anda? Apakah ada yang salah dengan saya?" 

Cepat-cepat tuan Hap menggelengkan kepala. "Sebenarnya bukan hanya Ow putra yang kami punya," ujar tuan Hap mulai bercerita.

"Maksudnya, tuan?" Tku merasa bingung, jujur aku masih belum bisa memahami perkataan yang tadi diucapkan olehnya. Entah karena aku yang tidak tau atau memang perkataanya yang membuat kepalaku pusing.

"Sebenarnya kami memiliki dua putra. Tapi sayang, Flens mengambilnya dan mengasingkannya entah kemana. Memang kami yang bersalah, tapi apakah dia tidak pernah berpikir bahwa kebahagiaan kami itu sangat terganggu karena peraturan yang dibuatnya?!"

Aku hanya manggut-manggut, jadi tuan Hap memiliki 2 orang anak, tapi adiknya diambil paksa oleh Flens? Tapi kemana Perdana Menteri membawa anak-anak itu? Tidak mungkin kan dia membunuh anak kecil yang tak berdosa? Sungguh itu bukan Perdana Menteri yang aku pikirkan.

Tuan Hap melangkahkan kakinya ke depan, kemudian tangannya ia letakkan di atas pembatas balkon rumahnya.

"Kalian lihat itu?" Tangan tuan Hap menunjuk sebuah plamp dengan cahaya paling terang. Bahkan cahaya yang terlihat melebihi cahaya yang dipancarkan oleh rumah tuan Hap. Dugaanku salah. Ada yang lebih bahagia daripada rumah tuan Hap.

Aku memicingkan mata melihat plamp itu. Letaknya sangat jauh atau bahkan sangat terpencil dari plamp-plamp lainnya.

"Kenapa dengan plamp itu?" tanyaku heran. Aku menjukurkan tanganku untuk memberi tahunya.

Tuan Hap melihat ke arah telunjukku mengarah. "Di situlah anak-anak kami disandra dan dirawat, entah apa yang direncanakan oleh Flens. Tapi yang jelas anak-anak kami di sana," jawabnya. Tatapan matanya berubah sendu.

"Tapi, kenapa Anda tidak mencoba untuk mengambilnya?" tanyaku lagi. Dasar anak kudet!

Tuan Hap menggelengkan kepalanya pasrah. "Tidak semudah dengan apa yang kamu katakan, jika kami melanggar peraturan yang telah dibuat oleh Perdana Menteri, sama halnya kami menyerahkan diri ke dalam kandang singa. Mereka akan menghukum mati siapa pun yang berani melawan ataupun melanggar perintahnya."

Bagaimana bisa Perdana Menteri memiliki peraturan yang sangat kejam?! Pasti Perdana Menteri itu menyembunyikan sesuatu. Entah apa itu, Aku tidak tahu.

To be Continued

Terima kasih sudah membaca ceritaku sampai part ini. Semoga kalian suka.

See you on next chapter :)

Salam,

Nu_Khy

*Jangan lupa mampir ke work aku yang lain ya. Baca ceritaku yang lain. Judulnya Please Don't Forget ME. Cerita baru. Cuss langsung cek sendiri aja. Di jamin gak kalah seru.

Little Pierce [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang