☘ Little Pierce #37 ☘

1.5K 130 3
                                    

☘ ☘

"Budayakan VOTE sebelum membaca dan COMMENT setelah membaca."

• BAGIAN TIGA PULUH TUJUH •

"Dengan ilmu yang ia peroleh usai berkelana di berbagai negeri, si Putih mencoba merebut kekuasaan si Hitam."

☘ ☘ ☘

Kami mengayunkan kaki, masuk ke dalam bangunan asrama ini.

Begitu terkejutnya aku saat melihat isi dari bangunan ini.

Lihatlah! Bangunan ini seakan tidak memiliki gaya tarik yang menarik benda-benda jatuh ke bawah. Di atas, di bawah, di samping kanan dan kiri, semua benda terlihat menempel.

Isi bangunan ini berbentuk kubus dan setiap sisinya memiliki gaya gravitasi tersendiri.

Aku mendongak ke atas, nampak seperti tempat bermain anak-anak. Robot-robotan, bermacam bola, basket, sepak bola, dan bola bekel ada di sana. Juga dengan boneka dan rumah-rumahannya. Aku tidak dapat menyebut semua permainan itu. Semua terlihat, fantastik.

Menoleh ke kanan, sebuah kasur terlihat berjejer membentuk sebuah garis. Ada tiga baris dan tiga puluh deret tempat tidur.

Melihat dari motif seprainya, sepertinya tempat tersebut merupakan kamar anak laki-laki.

Kemudian, aku menoleh ke kiri. Nampaknya sisi tersebut merupakan kamar perempuan. Seprainya banyak bermotif bunga dan motif lainnya yang sangat tertuju ke perempuan.

Sedangkan sisi di depanku hanya ada lantai keramik berwarna putih mutiara. Tidak ada benda ataupun perabotan yang mengisi. Seperti lapangan kosong.

"Silakan duduk, anak-anak."

Nona Ra mengayunkan tangannya di udara. Dan dua detik setelah itu lima kursi dan meja yang terbuat dari kayu muncul. Seperti magic.

Tuan Hap dan nona Ra sudah berjalan ke kursi namun, tidak dengan kedua sahabatku.

Aku menoleh ke kanan-kiri, ke arah wajah mereka berdua.

Aku langsung tertawa melihatnya. Mulut mereka menganga dan mata mereka tidak berkedip lebih dari sepuluh detik. Aku yakin mereka sangat kagum dengan ruangan ini, sama sepertiku.

Aku menepuk tanganku di depan wajah mereka. Prok! Prok!

Mereka tersentak dan setelah itu mendengus kesal. "Bisa nggak sih, Na. Kamu nggak usah ngagetin aku?!" Sams berujar dengan nada kesal. Dia menyilangkan kedua tangannya dan menoleh ke arah lain. Ngambek.

"Ih, Anna. Kamu bisa nggak sih nggak usah usil?!" seru Sherly memalingkan wajahnya. Ikutan ngambek.

Aku hanya tertawa melihat tingkah mereka. "Kalian terlalu sibuk dengan lamunan kalian sampai-sampai kalian lupa dengan apa yang ada di sekitar kalian."

"Eh?" Mereka gelagapan sendiri. Menoleh ke kanan-kiri.

Tuan Hap yang melihat tingkah kami segera menggerakkan tangannya, memberi isyarat untuk bergabung.

"Benar, bukan? Begitu kagumnya ya, kalian dengan isi ruangan ini?" Aku terkekeh, menutup mulutku agar tidak terdengar mengejek mereka.

Kami bertiga segera berjalan, duduk di kursi yang tersisa.

Nona Ra menjentikkan tangannya. Satu detik setelahnya, sepiring makanan muncul di depan kami. Emejing!

"Kalian bisa menjelaskan kedatangan kalian sembari menikmati cemilan. Aku siap mendengarkannya," ujar nona Ra mempersilahkan kami berbicara.

Tuan Hap berdehem, kemudian berkata. "Maksud kedatangan kami adalah untuk berlindung. Berlindung dari kejaran Perdana Menteri, si Flens. Awalnya kami sedang menikmati waktu jalan-jalan kami di negeri Samesa, karena mereka bertiga bukan berasal dari negeri ini."

Aku, Sams, dan Sherly mengangguk.

"Tunggu, kalian bukan dari negeri ini?" sela nona Ra menunjuk kami bertiga.

"Yups, benar sekali, nona." Sams menjawabnya dengan semangat.

"Lalu, dari manakah kalian berasal?"

"Kami dari planet bumi, nona Ra." Kini aku yang menjawab pertanyaan wanita tua itu.

"Apa? Planet-"

Tiba-tiba tuan Hap berdehem. "Bolehkan aku melanjutkan ceritaku?" potong tuan Hap.

"Ups, maaf. Baiklah. Silakan dilanjutkan, Hap. Maafkan wanita tua ini yang suka menyela perkataan orang lain."

Tuan Hap mengangguk, dan setelah itu dia melanjutkan ceritanya.

"Mereka pikir ketiga anak ini merupakan keturunanku. Mengingat peraturan yang dibuatnya. 'Barang siapa yang melanggar peraturanku, kalian akan menerima imbalan yang setimpal dengan perbuatan yang sudah dikerjakan.'

Dia pasti akan menangkap kami, dan setelah itu kami akan dijebloskan ke penjara, atau yang lebih parah lagi kami akan dihukum mati. Dia menganggap aku sudah melanggar peraturannya. 'Barang siapa yang memiliki anak lebih dari tiga, dia akan dimasukkan ke penjara. Selamanya."

Tuan Hap berhenti berkata, ia menghirup napas dan menghembuskannya perlahan.

"Aku tidak mau itu terjadi. Aku tidak mau negeri kita dicap negeri yang kasar oleh tiga anak ini. Oleh karena itu, aku membawanya ke sini, melindunginya. Hanya tempat inilah yang bisa menyelamatkan mereka bertiga."

"Aku tahu itu. Flens sangat kejam. Dia tidak pernah memerhatikan keadaan rakyatnya. Pemimpin yang sangat busuk! Dan hey, kamu benar, nak. Tempat ini tidak pernah di datangi oleh pria itu, bagaimana kamu tau?" Nona Ra menyomot kue berbentuk daun maple dan memakannya. "Dia bahkan sudah melupakan tanggung jawabnya dengan asrama ini."

"Aku ..."

To be Continued

A/n : Jangan banyak-banyak ya, takut bosen. Jadi aku cut deh. Wkwkw...

Tunggu lanjutannya ya ...

Thank you and See you...

Salam

Nu_Khy

*Jangan lupa mampir ke work aku yang lain ya. Baca ceritaku yang lain. Judulnya Please Don't Forget ME. Cerita baru. Cuss langsung cek sendiri aja. Di jamin gak kalah seru.

Little Pierce [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang