☘ Little Pierce #29 ☘

1.7K 160 7
                                    

☘ ☘

"Budayakan VOTE sebelum membaca dan COMMENT setelah membaca."

BAGIAN DUA PULUH SEMBILAN

"Setelah kami selamat, masalah lain datang. Bukan pertempuran melainkan pelatihan kesabaran."

☘ ☘ ☘

Rednilis sempurna berhenti di ruangan yang di dominasi oleh warna hijau.

Tuan Hap mengembuskan napas lega. "Syukurlah kita bisa selamat dari kejaran robot-robot itu." Dia mengelap pelipisnya yang mengeluarkan keringat.

Aku melepas sabuk pengaman, dan mengatur napas yang sedikit memburu. "Aku kira kita akan ditangkap oleh robot-robot itu dan dibawa ke ruangan mereka."

"Wow! Itu tadi permainan yang sangat seru, Na. Mirip dengan permainan yang pernah aku mainkan di gadget."

Aku mengangkat alis ketika mendengar perkataan Sams. Apa dia bilang? Permainan? Cepat-cepat aku menjitak kepalanya agar dia bisa kembali sadar. Sadar bahwa kitalah yang ada di dalam game itu. "Kamu kira ini game apa?! Yang bisa me-restart sesuka hati dan memiliki nyawa lebih dari satu?!"

"Sudahlah, Na. Yang penting kita selamat, tanpa lupa sedikitpun. Tapi rednilis tuan Hap?" lerai Sherly mengelus pundakku.

Aku ingat dengan rednilis itu, ada sedikit kerusakan di bagian belakang benda itu. "Apa rednilis Anda baik-baik saja, tuan Hap?"

Tuan Hap malah tertawa. "Ayolah. Yang terpenting sekarang adalah nyawa kalian. Lagipula teman si Kakek tua itu bisa memperbaikinya."

"Kakek tua?" Sams bertanya, alisnya dia naikkan sebelah.

Tuan Hap mengangguk, kemudian menekan tombol di kemudinya. "Si Same. Sudahlah, mari kita menemuinya. Aku sudah lama tidak berkunjung ke kediamannya. Semoga saja dia masih ingat denganku."

Tuan Hap melangkah keluar yang kemudian diikuti oleh kami.

Pemandangan yang pertama aku lihat adalah area persawahan. Sama dengan sawah yang ada di bumi. Dialiri oleh air sungai, padi menguning sempurna dan satu dua nampak siap dipanen.

Matahari menggantung sempurna di ujung timur, awan-awan terlihat menggerombol membentuk lukisan alami.

Di sebelah kiri petak-petak sawah itu, nampak sebuah air terjun dengan bebatuan membungkus rapi di sekitarnya. Satu dua aliran air itu menuju ke dalam area persawahan, membantu proses pertumbuhan padi.

Sedangkan di sebelah kanan persawahan, sebuah gubuk kecil dengan dinding kayu berdiri kokoh, sekitarnya dipenuhi oleh pohon buah dan ladang sayur.

"Itu dia orangnya." Tuan Hap menunjuk seorang yang sedang membawa bakul, entah apa isinya.

"Hay Pet! Pet!" Tuan Hap melambaikan tangannya untuk memberi tahu bahwa ada dirinya disini.

Tunggu! Pet? Nama pria itu Pet? Hewan peliharaan? Yang benar saja.

"Apakah nama pria itu Pet? Lucu sekali," komen Sams setelah mengetahui nama sahabat dari tuan Same.

Aku memukul lengannya pelan. " Tidak baik menjelekan-jelekkan nama orang." Meskipun itu lucu sekalipun.

Sams menggaruk pipinya, salah tingkah. "Iya maaf."

Pria bertudung itu berhenti melangkah, dia menoleh ke arah kami.

Terlihat wajahnya sudah berkeriput dengan bulu tipis membungkus dagunya. Tingginya sekitar seratus delapan puluh senti, dan pakaian yang dikenakan sangat berbeda dengan kebanyakan penduduk negeri Samesa.

Dia mengenakan pakaian biasa seperti penduduk bumi, celana pendek dan baju lengan panjang. Pet berseru. "Hey! Wahai siapa dirimu hah?! Untuk apa kalian datang kemari?!"

Usai berkata, Pet melanjutkan jalannya dan kembali berkutik dengan tanaman di ladangnya.

"Sudah aku duga," ujar tuan Hap seakan mengetahui skenario yang akan terjadi. "Mari anak-anak kita temui pria pikun itu."

Tuan Hap melangkah menuju pria bernama Pet itu, dia sedang memanen sayur mayur yang telah menua. Kami membuntutinya.

Tuan Hap memukul pundak Pet dan hampir saja pemilik pundak itu tersungkur ke tanah gambut di depannya. "Hey Pet! Kamu lupa denganku?"

Dia menoleh, kemudian berdiri. Tak lama setelah itu dia memeluk Sams. "Oh hey Hap? Lama tidak bertemu denganmu. Dua abad? Atau dua setengah abad kamu tidak pernah mengunjungi ruanganku ini."

Sams bingung sendiri, dan tuan Hap menepuk dahinya, kesal dengan tingkah pria pikun itu. "Aku disini, tuan pikun. Yang kamu peluk itu bukan aku."

"Astaga, bahkan aku ke sini dua puluh tahun lalu. Bukan dua abad,"gumam tuan Hap.

Pet melepas pelukan itu, dan menatap ke sumber suara. "Benarkah?"

Tuan Hap mendengus. "Iya ini aku, Hap."

Pet langsung memeluk tuan Hap. "Lama tidak berjumpa denganmu, siapa namamu, oh iya. Hap."

Aku menjadi bingung sendiri melihat tingkah pria tua itu. Kepikunannya sudah melebihi kata 'akut.'

"Iya ini aku. Apakah kamu tidak akan menjamu kami? Kami jauh-jauh datang ke sini dan kamu malah lupa denganku?" Tuan Hap berdecak seraya menggelengkan kepala.

"Oh, baiklah. Mari kita berocok tanam!" ucap Pet ceria. Dia melangkah kakinya mengambil alat berkebun lainnya.

Aku berdecak, menggelengkan kepala. Sepertinya akan sulit berbicara dengan pria tua plus pikun itu. Tapi mau bagaimana lagi? Kami sudah terlanjur masuk ke dalamnya. Dan semuanya harus kita lewati.

To be Continued

A/n : Thanks buat yang udah mau baca cerita abal-abal ini.

Jangan lupa VOTE dan COMMENT karena VOMMENT itu gratis.

Thank u, and see u...

Salam

Nu_Khy

*Jangan lupa mampir ke work aku yang lain ya. Baca ceritaku yang lain. Judulnya Please Don't Forget ME. Cerita baru. Cuss langsung cek sendiri aja. Di jamin gak kalah seru.

Little Pierce [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang