☘ Little Pierce #36 ☘

1.5K 129 2
                                    

☘ ☘

"Budayakan VOTE sebelum membaca dan COMMENT setelah membaca."

• BAGIAN TIGA PULUH ENAM •

"Mereka menyerang! Menyerbu seluruh penjuru istana. Memorak-porandakan tempat kami."

☘ ☘ ☘

Dua detik sebelum kami benar-benar menghilang di balik pintu taleport.

Aku kira perapian ini sangatlah kecil, aku kira perapian ini juga sangatlah kotor yang berisi arang dan abu pembakaran.

Tapi pemikiranku tentang negeri ini benar-benar belum mau beradaptasi.

Dengan napas yang memburu, kami bergerak memasuki perapian ini, aku tidak yakin semuanya akan baik-baik saja.

Tapi hati nuraniku mengatakan semua akan baik-baik saja.

Ruangan di dalam perapian ini tidaklah terlalu kecil, berukuran tiga kali tiga meter dengan pintu setinggi satu meter.

Namun sangat berbeda dengan bagian dalam perapian. Ada sebuah pintu. Terlihat sangat kusam, banyak debu dan kotoran yang menempel. Aku yakin pintu ini sudah lama tidak digunakan. Memang mau ke mana pasangan tua itu kalau mau pergi?

Ukirannya masih terlihat jelas meskipun ada beberapa yang tertutup debu, namun aku bisa melihatnya. Ukiran pepohonan, persawahan, danau, dan pondok kecil di tengahnya. Semua sangat mirip dengan padang persawahan ini.

"Cepat Na, buka pintu itu!" perintah Sams, napasnya tersengal, wajahnya terlihat sangat panik.

Aku memutar ranselku ke depan, membuka tas dan mencari kunci yang pada saat itu Miss Leona berikan. Merogoh dan menggeledah seisi ransel dan, ketemu!

Aku langsung memasukannya, dan berhasil! Pintu itu terbuka.

Kepulan asap terlihat bermunculan dari lubang pintu itu. Berwarna kuning keemasan. Semakin lama semakin tebal hingga membentuk kabut.

Tubuhku terasa sangat ringan dan tak lama setelah itu tubuh kami menghilang. Disusul dengan suara ledakan yang aku yakini berasal dari roket robot-robot itu.

☘ ☘ ☘

Sepuluh detik dalam kabut berwarna emas, akhirnya sebuah ujung berwarna putih terang mulai terlihat.

"Sebentar lagi, anak-anak," ujar tuan Hap. Tangan kami saling bertaut, bergandengan.

Aku mengembuskan napas lega, akhirnya kami bisa bebas dari kejaran robot-robot itu. Tapi bagaimana nasib tuan Pet dan nona Tan?

Apakah mereka bisa bertahan, dan apakah mereka bisa mengalahkan ratusan robot-robot itu? Mengingat keadaan mereka yang cukup tidak baik.

Seandainya tuan Hap tidak membaw kami ke sana, mungkin nona Tan dan tuan Pet masih bisa bersantai menikmati usia tuanya. Aku jadi merasa bersalah. Sungguh, jika aku dipertemukan dengan mereka kembali, aku akan bersujud meminta maaf kepada mereka berdua.

Kembali ke keadaan kami sekarang.

Sorak-sorai mulai terdengar, aku menggidikkan kepala, menerjapkan mata untuk mengembalikan nyawaku yang berterbangan entah kemana.

Kami sampai di tempat tujuan dari pintu taleport.

Begitu terkejutnya aku ketika melihat sekitar. Aku kira tempat ini akan sepi dan hampa, mengingat mereka semua di kekang dan di sandra oleh Perdana Menteri negeri Samesa. Tapi melihat semua ini, aku yakin semua itu salah.

Aku mengamati semua benda yang ada di ruangan ini. Nampak satu bangunan inti berdiri kokoh di hadapanku dengan dua bukit berdiri di sisi kanan.

Matahari bersinar terang di ujung timur, nampaknya ruangan ini baru saja memasuki waktu pagi. Satu dua burung berwarna putih berterbangan kesana-kemari, masuk keluar melalui celah perbukitan. Pohon kelapa melambai dengan lembut seirama dengan embun pagi yang mulai menguap terkena panas matahari pagi.

Tepat di bawahku, rumput bermunculan dengan lembutnya. Sisi kanan dan kiri kami berdiri pohon sakura dengan bunga berwarna-warni.

Bunga lili dan dan dandelion mengisi tiap inci ujung pepohonan dengan batu kecil mengitarinya.

"Na, anak-anak itu banyak sekali." Sherly menunjuk puluhan anak-anak berusia sepuluh tahun ke atas, bibirnya terangkat membentuk sebuah senyun manis.

"Iya Sher. Aku senang melihat mereka tertawa ceria seperti itu," balasku dengan senyuman, rasa khawatir dan takutku seketika sirna.

"Pantas saja plamp tempat ini sangatlah terang." Sams berujar ketus. "Orang penduduknya saja puluhan dan mereka terlihat sangat bahagia."

"Wahai, siapa lagi yang datang di asrama kita ini."

Sapaan seorang wanita tua menyambut kedatangan kami berempat.

Wajahnya terlihat sudah tua. Kerutan sangat ketara di mimik mukanya. Rambutnya berwarna putih tulang, menjuntai bebas di punggungnya. Tingginya sekitar seratus tujuh puluh senti. Entah usianya berapa, aku tidak berani menebaknya.

"Wahai, ini kami," sahut tuan Hap dengan seulas senyum.

Wanita tua itu berjalan ke arah kami, refleks anak-anak kecil yang mengerubungi kami menggeser kakinya, memberi celah untuknya berjalan.

"Apakah kamu ingin menitipkan anak-anak ini ke kami?" Wanita tua itu bertanya. "Ups, maaf. Aku lupa memperkenalkan namaku. Perkenalkan namamku Ara. Panggil saja aku Ra. Aku yang mengatur dan merawat anak-anak ini. Selamat datang."

"Namaku Hap, dia Anna, Sherly, dan Sams. Kami ke sini bukan untuk menitipkan ataupun memberikan anak ke kalian. Tapi kami ingin berlindung," balas tuan Hap sesopan mungkin.

"Benarkah? Berlindung dari apa?" Nona Ra semakin tertarik dengan perbincangan ini. Namun tak lama setelah itu dia tersadar dengan ucapannya. "Ups maaf, mari masuk dulu. Kita bicarakan ini di dalam asrama."

Nona Ra menggiring kami masuk ke dalam bangunan yang luasnya sekitar lapangan sepak bola. Sangat luas.

Kami masuk ke dalam ruangan, dan begitu terkejutnya kami ketika melihat isinya.

To be Continued

A/n : Terima kasih sudah membaca, jangan lupa VOMMENT ya...

Maaf otaknya lagi mentok, jadi belum bisa bayangin isi ruangannya deh😅

See you on next chapter, babay...

Salam

Nu_Khy

*Jangan lupa mampir ke work aku yang lain ya. Baca ceritaku yang lain. Judulnya Please Don't Forget ME. Cerita baru. Cuss langsung cek sendiri aja. Di jamin gak kalah seru.

Little Pierce [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang