☘ ☘ ☘
"Budayakan VOTE sebelum membaca dan COMMENT setelah membaca."
• BAGIAN ENAM BELAS •
"Mereka sangat mematuhi peraturan yang ada. Siapapun yang bersalah, semua bersifat adil."
☘ ☘ ☘
Di sinilah kami berada.
Di dalam ruangan dengan warna putih susu. Entah itu cat ataupun benda lain yang membuatnya berwarna seperti itu. Aku tidak ingin menyimpulkannya sendiri.
Jujur, ini adalah kejadian yang paling memalukan dan lucu yang pernah aku alami.
Bayangkan saja. Masa aku ingin mandi dan aku tidak tau cara melakukannya. Sungguh memalukan, Anna.
"Kak Anna sudah siap?" tanya Ow dengan semangat.
Aku hanya mengangguk pelan untuk menjawabnya. "Siap."
"Kalau begitu, coba tekan tombol berwarna abu-abu itu!" perintah Ow. Jarinya ia arahkan ke kotak dengan warna yang berbeda.
Aku menurut. Tanganku aku gerakkan untuk menekan tombol itu.
Dua detik lengang.
Ernyitan dahi mulai muncul di wajahku. Kenapa tidak terjadi apa-apa. Apa alat mandinya rusak? Atau... Ow sedang mengerjaiku?
Aku menatap Ow. Anak itu sedang memandang ke atas. Aku mengikutinya.
Tidak terjadi apapun. Aku semakin kesal kepada anak kecil ini. "Ayolah, Ow. Kamu jangan mempermainkan aku."
"Sebentar lagi," sahutnya tanpa menggubris rengekanku.
"Sebentar lagi a-pa."
Belum selesai aku berkata, asap tebal tiba-tiba muncul dari atasku. "Ya ampun, Ow. Ada apa ini?!" Aku panik. Bagaimana bisa ada asap yang muncul ke dalam ruangan ini? Apakah ada kebakaran?
Asap itu mengenai wajahku, termasuk mata.
Dengan gerakan cepat, tanganku mengucek mata. Namun, semuanya terlihat sia-sia. Asap itu semakin banyak dan kini pandanganku semakin berkurang.
"Ow, kamu dimana?" Tanganku meraba ke tempat akhir aku melihat Ow.
Sebuah tangan kecil mengenai lenganku. Aku yakin ini tangan milik Ow. "Kamu tidak apa-apa, Ow?" tanyaku khawatir.
Kekehan kecil terdengar di telingaku. Apa Ow sedang tertawa? "Tidak ada yang lucu, Ow!" Aku mengerang marah.
"Kak Anna takut?" tanya Ow dengan suara kecilnya. Dan aku dapat menyimpulkan dia ketakutan karena aku membentaknya. "Inilah yang kami gunakan untuk membersihkan tubuh kami."
Aku mengernyitkan dahi, "Maksudmu?" tanyaku bingung.
"Dengan uap ini, kami membersihkan tubuh kami. Apakah Kak Anna tidak merasakan rasa dingin?"
Aku terdiam, meresapi hawa dingin yang mulai menyelimuti tubuhku. Tepatnya rasa sejuk. Sangat sejuk.
"Aku merasakannya," jawabku dengan mengelus kedua tangan dan tengkukku bergantian.
Tidak ada jawaban. Tapi aku sangat yakin, Ow sedang tersenyum kepadaku.
Beberapa detik setelah asap itu menutupi pandanganku, akhirnya asap itu mulai menghilang perlahan hingga aku dapat melihat dengan jelas wajah Ow.
"Sudah selesai," ucap Ow dan tangannya bergerak untuk menekan tombol berwarna hitam.
"Benarkah?" tanyaku tidak yakin. Apa hanya dengan asap ini tubuhku sudah bersih?
Tapi setelah aku meraba dan mulai merasakan angin yang berhembus membelai rambutku, semuanya terasa fresh. Tidak ada rasa lengket ataupun bau tidak enak lagi.
"Yups," jawab Ow sembari melangkah menuju pintu keluar. "Sekarang kita bisa bermain pesawat-pesawatan."
Aku yang sedang mencium bau badanku pun sontak berhenti. Aku lupa dengan janji itu. Tapi, mau bagaiman lagi? Semua sudah terlanjur aku ucapkan.
"Baiklah. Ayok kita bermain pesawat-pesawatan," sahutku dengan nada malas.
☘ ☘ ☘
"Anna, apakah itu kamu? Mari kita sarapan bersama. Aku sudah memasak makanan untuk kita semua."
Belum sempat kami membuka pintu kamar Ow, suara lantang dari luar ruangan terdengar memekikkan telinga.
"Yahh, kita nggak jadi main pesawat-pesawatan deh. Mamah udah manggil," ujar Ow dengan nada kecewa. Ow menundukkan kepalanya menatap jari-jari kakinya yang terlihat mungil.
Jujur, aku kasihan dengan anak kecil ini. Tapi apakah dia tidak membantah, maksudku bukan itu. Apakah Ow tidak menyahut suara mamahnya? Dia sangat .... menurut(?)
"Sebaiknya kita sarapan dulu. Setelah itu kita bisa bermain pesawat-pesawatan bersama." Kini suara Ow kembali ceria. Anak yang luar biasa.
Aku mengangguk, mengiyakannya. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di otakku. "Kenapa kamu sangat mematuhi Mamahmu? Kamu sangat patuh, tidak seperti anak kecil di negeriku. Ah maksudku bukan itu. Tapi-"
"Tapi apa, Kak Anna?" potong Ow.
"Eh? Nggak jadi. Ayok kita sarapan dulu." Aku melenggang meninggalkan Ow.
Ow mendengus, ia berjalan mengikutiku menuju ruang makan. "Kata mamah, kalo ngomong yang jelas. Kalo nggak jelas nggak usah ngomong sekalian!"
Jleb!
☘ To be Continued ☘
Thanks buat yang mau baca cerita saya.
Jangan lupa untuk meninggalkan jejak, karena VOMMENT Anda adalah semangat author untuk melanjutkan cerita.
See you on next Chapter :)
Salam,
Nu_Khy
*Jangan lupa mampir ke work aku yang lain ya. Baca ceritaku yang lain. Judulnya Please Don't Forget ME. Cerita baru. Cuss langsung cek sendiri aja. Di jamin gak kalah seru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Pierce [COMPLETED]
Fantasy[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, KARENA MEMFOLLOW ITU GRATIS] Ada sebuah legenda. Legenda tentang negeri yang penuh dengan kekayaan. Manusia mencarinya. Namun kami tidak menginginkannya. Karena kekayaan itu ada di sekitar kami. Tetapi ada sesuatu yang...