☘ ☘ ☘
"Budayakan VOTE sebelum membaca dan COMMENT setelah membaca."
• BAGIAN DUA PULUH SATU •
"Karena sebuah pengalaman, seorang akan lebih mudah mengetahui situasi."
☘ ☘ ☘
Kenyang dan puas rasanya setelah menikmati makanan yang disuguhkan oleh pelayan naroster itu.
Aku jadi teringat dengan ekspresi Sams ketika melihat makanan pembuka yang datang.
"Astaga! Aku alergi jagung, Na," katanya dengan menyingkirkan makanan itu.
"Cobalah, Sams. Rasanya sangat berbeda dengan jagung di bumi. Aku jamin, pasti kamu akan ketagihan dengan rasanya." Sherly berkata sembari menyendok kembali makanan berbentuk jagung itu ke piringnya.
Dan yah, setelah Sams berlagak tak suka, tapi setelah dia memasukan satu biji jagung itu, wajahnya langsung bersemu merah.
"Astaga, Sher. Ini makanan enak sekali. Sayang, jika aku tidak mencicipinya."
Bukan hanya itu, ketika makanan utama datang, Sams juga bertingkah seolah tidak suka dengan makanan yang disajikan. Mungkin saja karena bentuknya yang mirip lendir lidah buaya.
Namun, setelah tuan Hap memaksanya untuk mencoba, dia kembali bertindak seperti kejadian awal.
Dasar sok pilih-pilih makanan. Tapi ujung-ujungnya memalukan.
Kami berjalan kembali menuju rednilis yang terparkir rapi bersama rednilis lainnya.
Bicara-bicara tentang rednilis. Kok aku ingin ngakak setelah melihat-lihat ya? Bayangkan saja, benda tabung tanpa roda dan tanpa kemudi itu bisa diparkirkan di suatu tempat.
Bukan hanya itu, yang semakin membuatku melongo adalah bentuk, ukuran, dan warna. Semuanya terlihat sama persis. Seperti diproduksi dalam satu tempat dan satu waktu.
"Bagaimana Anda bisa menemukan rednilisnya, tuan Hap?" tanya Sams lancar, tidak seperti biasanya. Jujur aku kagum dengan keahliannya. Dia bisa mempelajari dan memahami bahasa asing dalam waktu sesingkat ini.
"Oh hey. Aku sudah sangat hafal dengan rednilis milikku. Sudah seratus tahun aku mengendarainya, tidak mungkin aku lupa begitu saja," jawab tuan Hap ceria. Dan kalimatnya membuat aku dan Sams cengo.
"Seratus tahun?" Aku bergumam pelan. Astaga! Apakah tuan Hap sudah berusia satu abad lebih? Tapi itu tidak mungkin, melihat dari penampilannya, aku sangat yakin dia masih berusia empat puluh tahun-an.
Telinga tuan Hap yang sangat peka dengan suara pasti bisa mendengar gumamanku. Terbukti dengan perkataan yang dia lontarkan kepadaku setelahnya.
"Kenapa? Apakah aku terlihat begitu tua?"
Sungguh pertanyaan yang sangat di luar pemikiran manusia sepertiku. Bagaimana bisa dia berpikir wajahnya terlihat tua? Jelas-jelas wajahnya sangat awet muda.
Dan juga dengan umurnya. "Apa penduduk di negeri Samesa bisa bertahan hidup hingga usianya seratus tahun? Atau bahkan lebih."
Tuan Hap tertawa keras membuat beberapa pengunjung naroster menoleh ke arah kami, namun dengan cepat tuan Hap menghentikan kegiatan konyolnya dan segera minta maaf. "Apakah usia di negeri kalian, apa namanya bum... bumbayah?"
"Bumi, tuan Hap" ralatku dengar raut wajah datar. Emang blekping, bumbayah. Yayaya bumbayah!
"Itu maksudku. Apa penduduk bumi tidak berusia seratus tahun lebih?" tanyanya dengan menekan sebuah benda kecil yang ku yakini adalah sebuah remot untuk membuka pintu rednilis.
Dan benar saja, pintu itu terbuka. Dengan segera, kami memasukinya. "Di bumi, sudah sangat sulit untuk menemukan orang yang bisa bertahan hidup hingga selama itu. Palingan juga 63 tahun, itu pun sudah sangat terlihat tua." Kini Sams yang menjelaskan.
Aku melirik ke arah Sherly. Ernyitan terlihat jelas di dahi gadis itu. Aku merasa kasihan dengannya. "Nanti aku jelaskan, Sherly," ujarku dengan mengelus punggungnya. "Sabar, ya."
"Terima kasih, Anna," sahutnya dengan senyuman khasnya. Senyum manis bak permen kapas.
"Benarkah? Usia enam puluh tahun, mungkin di usia itu kami masih terlihat sangat segar. Seperti remaja yang baru mengenal cinta. Dan asal kalian tahu, di negeri ini ada seseorang yang berusia lebih dari seribu tahun."
Aku tercengang. Seribu tahun? Apa tuan Hap bercanda? Itu tidak mungkin.
"Apakah Anda sedang bercanda?" Aku bertanya memastikan. Siapa tau dia sedang halu karena makan terlalu banyak.
"Apakah kamu melihat raut bercanda di wajahku?" Bukanya menjawab, tuan Hap malah bertanya kepadaku.
Aku dan Sams menggeleng cepat. Dia tidak bercanda, malahan aku dapat melihat keseriusan di manik matanya.
"Asal kalian tau. Kita akan bertemu dengan orang yang berusia seribu tahun itu," ujarnya menggelitik. Dia mulai menekan tombol-tombol di tabung dan tak lama setelah itu rednilis kami mulai berjalan menuju jalan berbentuk tabung memanjang dan meliuk-liuk ke atas.
Benda tabung yang kami naiki mulai berjalan pelan.
Setelah melewati beberapa lorong tabung, akhirnya rednilis yang kami naiki berhenti.
Aku mengembuskan napas lega, lima belas menit di dalam rednilis sungguh membuat kedua kakiku terasa sangat nyeri. Ya walaupun kendaraan ini terasa sangat nyaman jika digunakan. Tunggu, apa rednilis tergolong ke dalam jenis kendaraan? Iya in biar cepat.
.
."Kalian lelah?" Usai memikirkan benda tabung ini di bawah bangunan, tuan Hap bertanya.
Aku dan kedua temanku yang sedang memijit kedua kakinya pun mengangguk, termasuk Sherly.
"Hanya lima belas menit di dalam rednilis dan kalian sudah merasa lelah? Ayolah, di mana jiwa dan semangat muda kalian?" Tuan Hap malah mengejek kami.
"Kami belum terbiasa berdiri selama itu, tuan Hap." Sams mengeluarkan argumennya.
"Oh, begitu yah. Anda saja usulanku kemarin diterima oleh perdana menteri, pasti tamuku tidak akan kelelahan seperti ini," maafkan kami atas layanan yang kami berikan," ujarnya menundukkan kepala.
Setelah itu, tuan Hap mengulurkan tangan ke arah kami.
Satu persatu, aku dan Sams menerimanya. "Mari kita bertemu dengannya."
"Ayok!"
☘ To be Continued ☘
Terima kasih sudah mau membaca cerita absurd saya. Maaf jika ada typo atau semacamnya.
See you on next Chapter..
Salam,
Nu_Khy
*Jangan lupa mampir ke work aku yang lain ya. Baca ceritaku yang lain. Judulnya Please Don't Forget ME. Cerita baru. Cuss langsung cek sendiri aja. Di jamin gak kalah seru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Pierce [COMPLETED]
Fantasy[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, KARENA MEMFOLLOW ITU GRATIS] Ada sebuah legenda. Legenda tentang negeri yang penuh dengan kekayaan. Manusia mencarinya. Namun kami tidak menginginkannya. Karena kekayaan itu ada di sekitar kami. Tetapi ada sesuatu yang...