☘ ☘ ☘
"Budayakan VOTE sebelum membaca dan COMMENT setelah membaca."
• BAGIAN TIGA PULUH SATU •
"Setelah kepergian si Putih, diangkatlah si Hitam menjadi raja negerinya."
☘ ☘ ☘
Mata kami membulat sempurna ketika melihat tuan Pet.
Lihatlah! Dia melumuri tubuhnya dengan lumpur sedangkan tubuhnya penuh dengan jerami dan rumput. Apakah dia mencoba merubah dirinya menjadi orang-orangan sawah?
Tangan kiri pria itu memegang sebuah cangkul yang sudah berlumuran lumpur.
"Ya ampun, Pet. Kenapa dengan dirimu? Apakah kamu mencoba menakuti kami dengan penampilanmu itu?" Nona Tan terkekeh melihatnya.
"Dimana cangkulku?" Bukannya membalas, dia malah bertanya.
Aku hendak tertawa, tapi membatalkannya. Tidak baik, bukan mentertawakan orang tua? Ya meskipun hal itu lucu. Tidak sopan!
"Itu yang di tanganmu apa, tuan pikun?" Tuan Hap menunjuk benda yang ditanyakan oleh tuan Pet.
"Hey! Siapa kalian?!" serunya menunjukku.
Aku tidak tau akan membalas apa kali ini. Bingung dengan jalan pikiran pria tua itu.
Setelah mengatakan itu, tuan Pet berlalu pergi, entah kemana. Kembali keluar dari pondok.
"Sudahlah, lupakan. Lebih baik kita melanjutkan makan. Sebentar lagi dia juga normal kembali." Nona Tan mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
"Baiklah."
☘ ☘ ☘
Aku membalikkan sendok, tanda makan selesai, dan disusul dengan kedua sahabatku.
"Apakah ada sisa sup untukku?" tanya tuan Pet setelah membersihkan tubuhnya.
Tidak ada lagi jerami maupun lumpur yang menempel di tubuhnya. Dia segera duduk di kursi sebelah nona Tan. Syukurlah, dia sudah kembali normal.
"Anda sudah sadar, tuan Pet?" tanya tuan Hap memastikan. Pasalnya baru sepuluh menit pria tua itu pergi, dan sekarang... dia sudah duduk bersama kami.
Nona Tan menyondorkan semangkuk sup yang sudah dingin. "Silakan dinikmati, suamiku."
"Ah, Tan. Kamu bisa saja. Aku malu tau," balas tuan Pet dengan nada malu. Wajahnya dia tutupi dengan kedua tangannya.
"Ngomong-ngomong kalian berasal dari ruangan sebelah mana?" Nona Tan membuka topik pembicaraan. Menikmati masa berkumpul di siang hari ini.
"Ruangan?" Sams mengangkat alisnya. "Maksudnya?"
Kami semua diam, dua detik selanjutnya, tuan Hap berkata. "Mereka berasal dari negeri jauh, Nek. Mereka bukan penduduk negeri Samesa."
Nona Tan nampak terkejut, dia bertanya. "Negeri mana? Karepka?"
"Kami berasal dari bumi, nona Tan," balas Sherly dengan bahasa bumi.
Namun, bukan alis terangkat maupun ernyitan dahi yang aku dapat, melainkan wajah terkejut bukan main dari wanita tua itu.
"Kalian dari bumi?" Nona Tan memastikan kembali. Dia berbicara menggunakan bahasa bumi.
Aku menganga tidak percaya. Dia berbicara menggunakan bahasa bumi. Apa dugaanku benar? Mereka, tuan Pet dan nona Tan berasal dari bumi?
Kami bertiga mengangguk lemah, masih tidak percaya dengan wanita tua di depanku ini.
"Ba-bagaimana Anda bisa berbicara menggunakan bahasa bumi? Apakah Anda juga berasal dari bumi?" Sams menanyakannya dengan nada bergetar.
Nona Tan mengehela napas, lalu ia membuka mulutnya. "Orang tuaku lah yang berasal dari bumi. Aku dibesarkan di negeri kalian."
Aku kira nona Tan berasal dari bumi, tapi ia hanyalah keturunan. Tapi tentang umur itu? Bagaimana bisa wanita itu bisa berusia lebih dari dua abad?
"Ayahku berasal dari bumi, sedangkan ibuku dari negeri Samesa. Jadi aku bisa berusia sepanjang ini," ujar nona Tan menjawab unek-unek di kepalaku.
Aku ber-oh ria dan mengangguk-anggukan kepala, mengerti.
"Tapi bagaimana bisa kalian datang kemari? Seingatku, portal penghubung antara bumi dan negeri Samesa sudah lama terputus."
"Nona Tan, mereka itu spesial. Pasti kamu tidak pernah mengira jika dua anak perempuan ini memiliki pusaka negeri kita dan negeri Samesa. Hanya anak laki-laki inilah yang tidak memilikinya." jelas tuan Hap dengan menunjuk Sams.
Sams memutar bola mata malas. Tersinggung dengan perkataan tuan Hap. Dasar baperan!
"Benarkah?!"
Aku dan Sherly mengangguk menjawabnya.
"Bukankah pusaka itu sudah lama menghilang?" Nona Tan semakin tertarik dengan topik yang kami bicarakan.
"Kamu salah, Same masih menyimpannya. Di tempatnya tinggal. Di perpustakaan." sahutnya. "Dan apakah Anda tau dimana benda itu sekarang?"
Nona Tan menggeleng sebagai balasan.
"Benda itu sudah melekat dan masuk ke tubuh mereka berdua!"
"Aku sudah kenyang!" seru tuan Pet tiba-tiba, kami menghentikan perbincangan dan menatap pria tua itu.
Tuan Pet beranjak dan mengayunkan kakinya ke sebuah ruangan lain.
"Kamu mau kemana, Pet?!" tanya nona Tan dengan nada tinggi.
"Aku mau memperbaiki rednilis anak itu," sahutnya dengan masuk ke dalam ruangan.
Aku sedikit terkejut mendengarnya. Aku kira dia tidak ingat dengan apa yang diucapkan oleh tuan Hap saat pertama kali kami masuk ke ruangan ini. Tapi nyatanya?
"Oh benar, rednilisku sedikit rusak karena terkena tembakan robot-robot perdana menteri itu," kata tuan Hap kemudian mengundurkan kursi dan berdiri.
"Anda mau kemana?" Sams bertanya.
"Membantu pria itu. Aku takut penyakit pikunnya kambuh kembali. Bisa-bisa rednilisku semakin rusak jika tidak aku perhatikan." Dia berjalan masuk ke dalam ruang tempat tuan Pet masuk.
"Aku ikut!"
☘ ☘ ☘
A/n : Selamat malam Minggu. Terima kasih sudah membaca cerita ini.
Jangan lupa untuk VOMMENT. And see you...
Salam
Nu_Khy
*Jangan lupa mampir ke work aku yang lain ya. Baca ceritaku yang lain. Judulnya Please Don't Forget ME. Cerita baru. Cuss langsung cek sendiri aja. Di jamin gak kalah seru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Pierce [COMPLETED]
Fantasi[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, KARENA MEMFOLLOW ITU GRATIS] Ada sebuah legenda. Legenda tentang negeri yang penuh dengan kekayaan. Manusia mencarinya. Namun kami tidak menginginkannya. Karena kekayaan itu ada di sekitar kami. Tetapi ada sesuatu yang...