Ketika Camilla melihat Alice yang sudah mengambil handphonenya dengan cepat dia menghubungi seseorang. Dia ingin langsung menanyakan sikap Alice. "Dia kerumah sakit sendiri. Iya. Janji temu dengan Alex. Baru saja berangkat. aku mengantarnya dengan taksi yang sudah kupesan.""..."
"Iya maaf. Dia tidak mau aku temani." Sahut Alice dengan suara lesu.
"..."
"Aku mohon. Jaga dia. Baiklah. Thanks, Jess. Maaf jika aku merepotkanmu."
Setelah sambungan terputus. Camilla langsung membrondong Alice dengan banyak pertanyaan. "Ada yang kamu sembunyikan, Al?."
"Ini masalah Suri dan dokter gila itu." sahutnya geram.
"Terapi nya? Ada apa?."
"Jika kamu ikut kemarin. Aku tidak yakin kamu akan mengijinkannya untuk menemui dokter gadungan itu hari ini sendiri." Dengan Geram Camilla menarik lengan Alice."Al! Ceritakan ada apa!. Jangan berbelit - belit"
Alice mendesah. Jika dia kembali mengingat kejadian kemarin. Hatinya kembali terenyuh. "She was shock. Again. And this time, it was the worst. I saw it by my own eyes, Cam. Aku dan Jessica menangis waktu itu. sungguh aku tidak tega Cam." Air mata Alice keluar dengan sendirinya. Kembali mengingat bagaimana terlukanya Suri, bagaimana wanita itu terus memukul dadanya dengan kencang dan terus menerus berteriak minta tolong karena merasa sakit. Alice terenyuh. Bagaimana bisa hal ini menimpa Suri-nya.
"Apa yang dilakukan dokter gadungan itu?." Geram Camilla.
"Kata – kata 'Keluarga' dan 'Kasih sayang' membuatnya menangis minta tolong. Saat itu, aku ingin sekali menonjok dokter gadungan itu. Suri menangis sambil terus memukul dadanya. Dia mengatakan tolong. Dia terus berteriak jika dadanya sakit. dan dia terus minta tolong. Dan kamu tau apa yang dokter itu lakukan?."
"..."
"Dia hanya diam di kursi sialannya."
Camilla menggebrak meja didepannya dengan kasar. "Brengsek!." Tangisnya turun begitu membayangkan bagaimana reaksi Suri waktu itu.
"Aku sudah bilang ini bukan cara yang terbaik, Al." Rancaunya di dalam tangisannya. "Lalu mengenai kondisinya?"
Alice menggeleng lemah. "Psychisomatic disorder dan delusional. Gejala yang ada di Suri baru di efek yang sedang. Tapi tidak dengan delusinya. Kita tidak ada pilihan lain, Cam. Alex bilang jika mimpi buruk yang dianggapnya nyata hanyalah delusinya semata. Secara tidak langsung, Suri yang membuat jika keluarganya adalah orang – orang yang jahat padanya. Padahal kenyataannya mungkin tidak sesuai dengan delusinya. Hanya cara ini yang bisa kita coba. Maka dari itu tadi aku memaksa untuk ikut dengannya demi menjaganya dari keadaan seperti itu lagi."
"Treatment nya?."
"CBT. Untuk membantunya mengurangi efek - efek negatif yang ada dikepalanya dan juga kita harus terus memberinya dorongan, motivasi dan juga dukungan moral. Seperti itu lah kata Alex."
"Lalu sekarang bagaimana? Apa kita harus menyusulnya?." Tanya Camilla lagi.
"Aku sudah sampaikan pesan ke Jessica. Dia tadi memarahiku karena membiarkan Suri pergi sendirian. Tapi, dia bilang dia akan menjaga Suri disana."
"Baguslah. Bilang Jessica untuk menahan Suri di ruangannya dan menunggu kita untuk menjemputnya." Kata Camilla. "Iya. Tadi sudah aku sampaikan juga padanya."
🍂🍂🍂
Suri tidak mengatakan tujuannya ke rumah sakit kepada supir taksi itu. Ketika tak lama dia mengirim email balasan kepada Alex. Pria itu langsung membalas untuk lokasi konsultasinya kali ini bukan rumah sakit. Tapi ke suatu tempat yang sudah lama ingin didatanginya.
"Please go to 686 Fulton Street, Brooklyn, Sir."
"Sorry miss? I Thought you want to go to the hospital. Your friend ..."
"Just drive Sir."
"Yes. Miss."
Tak lama, sang supir membalikkan stirnya menuju ke arah yang dituju Suri. Memakan waktu empat puluh lima menit dari tempatnya ke lokasi yang dituju. Dengan padatnya jalan New York membuat segalanya sedikit terhambat.
"Here. Keep the change, Sir." Ucap Suri kepada supir taksi itu ketika dia sampai. Sang supir pun langsung mengucapkan rasa terima kasihnya.
Ketika melihat nama toko didepannya yang bertuliskan 'Greenlight Bookstore'. Suri melangkahkan kakinya kedalam. Dia mencari sosok Alex. Sambil dia berkeliling melihat kedalam toko buku ini. "Wuah! Banyak sekali buku mereka." gumam Suri begitu melihat banyaknya novel, kumpulan puisi, jurnal, dan buku pengetahuan lainnya.
Dia melangkah ke arah rak – rak yang menjajakan novel – novel klasik, roman, dan fantasi. Sampai pandangannya dialihkan oleh satu buku yang mengarah ke depan wajahnya. Suri sempat mundur karena benda yang tiba – tiba menghalangi pandangannya itu.
"Astaga!."
"Sorry. Saya tidak bermaksud mengagetkanmu." Pria itu Alex. Dia menatap Suri dengan rasa bersalahnya. "Tidak apa." Balasnya.
"Ah! Ini." Alex menyerahkan buku yang berjudul 'LOVE'. Dibawahnya tertulis 'Her existence is important'. Suri mengambil buku itu dan melihat kedalamnya. Buku yang berisikan puisi – puisi romantis didalamnya.
"May some poems could help you to embrace your soul and erase your dark dreams." Ucap Alex.
Suri menanyakan maksud dan tujuan Alex mengajaknya bertemu disini, dan juga buku yang diberikannya. Dia juga bertanya apa hal ini berhubungan dengan terapinya?.
"Ini salah satu terapi mu. Disini, dibuku ini, sang penulis menulis jika kehadiran wanitanya sangat berarti didunia ini. untuk dirinya dan juga orang – orang disekitarnya. Dan, ... saya ingin kamu juga bisa menganggap diri kamu berarti. Untuk sahabat dan juga kerabat yang lain."
"Why poems?."
"A book full of poems could comfort the feeling. Karena kamu akan merasa diri kamu sendiri yang menjadi pemeran utama didalamnya. Dan buku ini cocok untukmu."
🍂🍂🍂
KAMU SEDANG MEMBACA
HIM (Amethyst Florist Series 1) (COMPLETE)
RomanceA SERIES OF 'AMETHYST FLORIST'. 1st sequel 'HIM' 2nd sequel 'CONSEQUENCES' 3rd sequel 'CONQUERED' Do not copy my works. If you find any similarities in names, places, or situations. It is just inadvertence. Source cover: Pinterest