🍂DUA PULUH SATU(u2)🍂

1.1K 260 1
                                    


Berita akan keadaan Suri yang sudah siuman akhirnya sampai ke kedua orang tuanya. Kedua orang tua itu baru saja bertemu dengan Sero. Dan Nathaniel yang melihat pria yang membawa masalah buruk untuk keadaan putrinya  tentu tidak bisa diam saja. Dia pergi menemui Sero untuk membuat pria itu menjauh. Nathaniel menyuruhnya untuk meninggalkan Suri dan hidup bahagia di tempat yang jauh. Dia ingin anaknya bisa kembali menata diri. Dengan tidak melihat sosok pria itu. Nathaniel percaya Suri akan pulih.

"Bagaimana keadaannya Alex?." Ucap Marsha yang sudah duduk disebelah Suri. Nathaniel hanya bisa melihatnya dari jarak yang tidak terlalu dekat. Lagi. Entah mengapa, Nathaniel selalu bersikap sangat bodoh. Saat ini Marsha melarangnya untuk mendekati Suri. Sampai Suri sendiri yang menginginkannya.

"She's stabil." Alex mengalungkan stetoskopnya ke leher.

"Suri, kamu ingin sesuatu?." Tanya Marsha yang di tolak Suri dengan gelengan dari kepalanya.

"Ingin makan?." Suri Kembali menggeleng.

" ... "

"Minum?."

" ... " Sekali lagi hanya penolakan yang didapatnya.

Suri masih diam. Pandangannya kosong. Dia juga belum mengeluarkan suara sepatah katapun. Kecuali, panggilan untuk kedua sahabatnya tadi.

"Suri, apa yang harus mama lakukan untuk membuatmu bicara, sayang?."

"..."

Alice dan Camilla yang melihat ada kesedihan dalam ucapan Marsha. Menyarankan wanita itu dan yang lainnya untuk keluar terlebih dahulu. Hingga ruangan itu hanya diisi oleh ketiga wanita tersebut.

"Hei, bagaimana kabarmu?." Ucap Alice yang sudah duduk disebelah Suri. Dia mengambil tangan Suri yang pucat dan dingin kedalam genggamannya. "Aku merindukanmu, Suri."

"..."

Camilla juga berjalan mendekat kesisi yang lainnya. "Suri, apa kami bukan sahabatmu?." Sekarang tatapan wanita itu mengarah ke mata Camilla yang terlihat berlinang. Sepertinya perkataan Camilla berhasil memicu reaksi keterdiaman Suri.

"Apa kamu tidak lagi menganggap kami sahabat dan saudari?." Suri menggeleng.

"Lalu, kenapa masih tidak ingin bicara?."

"..."

"Suri, aku dan Alice sangat merindukanmu. Aku ingin kita bisa tertawa bersama – sama lagi. Apa tidak bisa?."

"..."

"Suri, apa kamu menyayangi ku dan Alice?." Wanita itu mengangguk. "Boleh kami memelukmu?." Anggukan Suri langsung membuat Alice dan Camilla menarik sahabatnya kedalam pelukan mereka. hingga isakan Suri terdengar dari belakang mereka.

"Aku menyerah untuknya. Aku menyerah, Al, Cam. Aku akan mencoba untuk melupakannya."

Kedua sahabatnya itu melepas pelukan mereka dan melihat wajah Suri yang sudah basah oleh air mata. "Suri." Panggil keduanya.

"Al, Cam. Aku mendengar semua yang dibicarakannya. Aku ... aku menyerah. Takdir memang selalu tidak adil untukku."

Camilla kembali memeluk Suri. Seperti inilah jalan Suri mengetahui kenyataan yang bukan untuknya. Mungkin salah, tapi jika tidak seperti ini. Camilla yakin Suri tidak akan bisa merelakan Sero.

"Kamu baik – baik saja?." Tanya Alice.

"Tidak. Tapi aku akan mencoba bangkit kembali."

Alice dan Camilla tersenyum. "Syukurlah. Suri-kita sudah kembali. Kamu tidak akan menyesal?." Wanita itu menggeleng.

"Oh Suri! Kami sangat senang mendengarnya." Ketiganya kembali berpelukkan.

Aku tau melupakan dia sulit. Tapi, jika dirinya memang tidak bisa menjadi milikku. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menyerah.

🍂🍂🍂

Terlihat wajah gusar dari ketiga manusia yang berdiri di depan ruang rawat Suri. Hingga mereka menyadari keberadaan Alice dan Camilla.

Marsha lah orang yang pertama kali menanyakan keadaan putrinya. Apa yang membuat Suri begini. Dan segala hal yang menyangkut keadaan anaknya.

"She knows everything." Ucap Alice yang membuat wajah ketiganya pucat.

"Bagaimana ini Alex? Apa yang akan terjadi jika Suri makin terluka?" Ucap Marsha dalam tangisnya.

"Saya akan mengeceknya." Langkah Alex yang akan memasuki kamar Sudi dihalangi oleh Alice. Wanita itu menatapnya dengan tajam.

"Menjauh! Aku tidak ingin wajahmu muncul didepan sahabatku saat ini."

Kening Alex mengerut. Dia sedikit emosi karena larangan Alice. Siapa dia? Pikirnya. Alex adalah dokter yang mengobati Suri.

"Apa – apaan, Alice? Aku dokternya."

"Dia tidak ingin melihat mu dan pria itu saat ini." Tunjuk Alice ke arah Nathaniel. Hal yang membuat Nathaniel memandang Alice dengan datar.

"Apa maksudmu? Dia ayahnya. Dan dia ingin bertemu dengan anaknya. Kamu hanya sahabatnya!" Ucapan Alex hanya dibalas senyum sinis dari Alice.

"Ayah, huh? Kemana dia selama ini? Kemana dia disaat Suri selalu bolak balik kerumah sakit karena drop jika membahas mereka? Kemana dia disaat Suri kesepian? Kemana dia disaat tiap malam mimpi buruknya Suri memanggil namanya?"

"..."

"Hanya ada aku dan Camilla disisinya selama ini. Tidak ada yang lain. Aku yang paling mengenal sahabatku. Aku menyayanginya. Jika dia sakit, maka aku juga sakit. Dan, jika sakitnya adalah berhadapan dengannya..." tatapan mata Alice tepat mengarah ke Nathaniel yang masih berdiri terpaku ditempatnya.

"Maka aku akan membuat hal itu menjauh untuknya."

"Al! Kamu justru membuat terapinya tidak akan berhasil dengan menghalanginya seperti ini. Suri harus mencoba untuk melawan traumanya."

Marsha sudah kembali menangis mendengar adanya penolakan dari Suri dan sahabatnya. Dia tahu suaminya salah langkah hingga situasi inilah yang harus diterimanya.

"Seharusnya dia bisa sembuh Alex! Seharusnya dia bisa! Tapi, tidak ketika kalian membuat rencana perjodohan sialan itu yang sampai didengar olehnya!"

"..."

"Lalu apa yang harus saya lakukan?" Ucap Nathaniel dengan pasrah. Dia berjanji tidak akan memaksakan kehendaknya lagi. Melihat anaknya seperti tadi, membuat hati Nathaniel hancur. Dia merasa gagal menjadi seorang ayah yang seharusnya melindungi putrinya.

🍂🍂🍂

HIM (Amethyst Florist Series 1) (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang