6. Pisang

417 60 44
                                    

Dasar, ya, cowok itu emang kayak pisang! Punya jantung, tapi ga punya hati!
(Abdur, Komika)

***

"Aleandra!! Ale!"

Seruan heboh itu bersumber dari gadis berambut cokelat sebahu yang sedang berdiri di bawah rindangnya pohon beringin taman belakang sekolah. Dengan mata berbinar serta raut berseri-seri, gadis itu mendekat ke arah Dione yang tengah duduk di bangku taman seraya menoleh ke arahnya. Tangan gadis itu tak kosong, sebuah bungkusan roti digenggamannya.

"Haii Pak Ale!" sapa Rhea lantas duduk di sebelah Dione tanpa permisi.

Seperti biasa, raut wajah Dione masih saja datar. Walau dalam hati ia heran sendiri, sebab seingatnya kemarin Rhea pergi meninggalkannya di perpustakaan. Dan dari itu semua, Dione menyimpulkan bahwa gadis yang sekarang berdiri di hadapannya ini akan marah besar. Tapi kenyataannya justru berbanding terbalik.

"Gue bukan sirup seribuan!" Kemudian, laki-laki itu membuang muka ke arah depan, membuat Rhea mendengus di tempatnya. "Galak banget, sih? Lagi dapet?" tanya Rhea tanpa difilter.

Dione menghela napas berat. Dari tempat Rhea duduk, helaan napas dari Dione sangat berat, seperti seseorang yang sedang frustasi. Setelah itu Dione diam, tak berniat menjawab pertanyaan Rhea. Setidaknya ia sedikit lega karena perempuan di sampingnya ini tak marah kepadanya.

Melihat Dione diam dari samping seperti sekarang, membuat Rhea gemas sekali. Ia ingin sekali mengunyel-ngunyel kepala Dione agar tak keras dan beku seperti sekarang. Dan sepertinya, Rhea berhasrat untuk mencairkan sikap dingin Dione.

"Yon ...." panggil Rhea seraya mengguncangkan bahu Dione.

Dahi Dione mengerut tak suka. Lagi-lagi ia tak habis pikir dengan tenaga super dari seorang gadis di sampingnya ini. Sebabnya, bukan hanya jitakkan Rhea yang mematikan, tapi juga guncangan di bahu Dione saat ini membuat Dione kesal sendiri. Mungkin Rhea memang diciptakan untuk mengganggu hari-hari tenangnya.

"Apa?" tanya Dione singkat, padat, bernutrisi.

Rhea mengerucutkan bibirnya kesal. "Ish! Lo nggak peka banget jadi cowok!"

Pernyataan Rhea membuat Dione kembali mengernyit, kali ini karen bingung. "Nggak peka apanya?"

"Gue, kan, lagi marah sama lo. Kata-kata lo itu melukai hati lembut gue sebagai perempuan!" Rhea berujar dramatis membuat Dione mendengus kesal. Lembut apanya coba? Oh, mungkin, jitakan yang rasa sakitnya sampai ke ubun-ubun itu yang namanya lembut. Itukah yang disebut hati lembut seorang perempuan? Sulit dipercaya memang.

"Emang gue ngapain lo?"

Rhea menunjuk-nunjuk Dione dramatis, "Tuh, kan! Tuh! Emang dasar nggak peka! Nggak inget dia, kemarin buat gue sedih!"

Dione jengah. Kesal sekali dengan setiap ekspresi yang tiba-tiba Rhea tunjukkan.

"Yaudah. Terus lo mau gue gimana?" tanya Dione mencoba berbaik hati.

"Pikir sendiri dong, biasanya apa yang cowok lakuin kalo ceweknya ngambek," ucap Rhea seraya terbahak dalam hati. Ia berniat mengusili Dione sekali lagi.

"Tapi lo bukan cewek gue, gimana tuh?" Entah polos atau terlalu lugu, ucapan Dione berhasil membuat bahu Rhea merosot dan mendengus kesal.

Bener juga, pikir Rhea saat punggungnya ia sandarkan ke bangku taman yang catnya mulai memudar.

"Iya jug--- ah, lo emang nggak niat minta maaf!" ujar Rhea meralat kata-kata yang sebelumnya ingin ia lontarkan.

Dione mengangguk dua kali. Aneh rasanya, Rhea rela bersikap aneh begini demi mendapatkan sebuah kalimat maaf dari Dione. Oke baiklah, sepertinya Dione akan mengalah saja kali ini. Atau mungkin tidak sama sekali.

SATURNUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang